Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Momen

15 September 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ahok Tinggalkan Gerindra

Basuki Tjahaja Purnama mengundurkan diri sebagai anggota Partai Gerakan Indonesia Raya pada Rabu pekan lalu. Wakil Gubernur DKI Jakarta itu beralasan tak bisa menuruti kebijakan Gerindra yang mendorong mekanisme pemilihan kepala daerah lewat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. "Karena tidak setuju, saya mengajukan surat pengunduran diri," kata Ahok-sebutan Basuki.

Ketua Dewan Pembina Gerindra Prabowo Subianto mengatakan tak kecewa terhadap pengunduran diri Ahok. "Masuk atau mengundurkan diri dari satu partai, itu hak politik. Masak, sakit hati?" ucapnya di rumah Ketua Dewan Pertimbangan Golkar Akbar Tandjung pada Rabu pekan lalu. Mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus TNI Angkatan Darat ini mengaku belum menerima surat dari Ahok.

Sokongan Gerindra terhadap sistem pemilihan kepala daerah melalui DPRD merupakan bagian dari perlawanan Koalisi Merah Putih terhadap partai-partai penyokong Joko Widodo. Partai pengusung Prabowo-Hatta Rajasa dalam Koalisi Merah Putih adalah Gerindra, Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Amanat Nasional, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Bulan Bintang. Di kubu Jokowi, ada Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai NasDem, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Hati Nurani Rakyat, serta Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia, yang memenangi pemilihan umum presiden.

Dua pekan lalu, Koalisi meloloskan aturan yang dipersoalkan itu dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah di Komisi Pemerintahan DPR. Tentangan terhadap aturan ini juga dilancarkan sejumlah kepala daerah.


Mereka Menentang

Kamis pekan lalu, asosiasi wali kota dan bupati se-Indonesia mendeklarasikan penolakan terhadap pemilihan kepala daerah lewat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, di Hotel Sahid, Jakarta. Mereka berasal dari beragam partai politik.

Ridwan Kamil (Wali Kota Bandung)
Dosen Institut Teknologi Bandung yang diusung Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera pada 2013
"Saya ini produk pemilihan langsung. Kalau saat itu dipilih oleh DPRD, saya tidak akan jadi wali kota karena Gerindra dan PKS hanya punya 12 kursi di Dewan."

Vicky Lumentut (Wali Kota Manado)
Ketua Dewan Pimpinan Daerah Demokrat Sulawesi Utara
"Saya tidak pada posisi takut atau tidak. Kami berjuang sekarang ini agar kedaulatan rakyat jangan diambil lagi."

Muzni Zakaria (Bupati Solok Selatan, Sumatera Barat)
Ketua Gerindra Solok Selatan
"Keuntungan dengan pilkada langsung, rakyat bangga dan haknya tidak diwakili karena bisa langsung memberi pilihan."

Haryadi Suyuti (Wali Kota Yogyakarta)
Pengurus Partai Golkar
"Penyelenggaraan pilkada langsung tinggal dibenahi saja agar hemat dan berkualitas. Semua elemen diperbaiki, tapi tak perlu diubah sistemnya secara total."

Nurdin Abdullah (Bupati Bantaeng, Sulawesi Selatan)
Diusung Golkar, PKS, PAN, dan Demokrat di pilkada Bantaeng 2013
"Pilkada lewat DPRD merupakan kemunduran dalam proses demokrasi. Sebab, pemilu langsung yang sudah 10 tahun ini menjadikan rakyat sebagai tuan di tanahnya sendiri."

Bima Arya Sugiarto (Wali Kota Bogor)
Ketua DPP PAN Bidang Komunikasi Politik
"Siapa bilang pilkada langsung mahal? Itu tergantung strateginya. Dari awal seharusnya mempersiapkan diri. Kalau baru mau nyalon tiga bulan sebelumnya, itu yang buat mahal."

Suryadharma Pecat Balik

Suryadharma Ali digulingkan dari jabatan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan melalui rapat harian pengurus di kantor pusat partai di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, pada Rabu pekan lalu. Dari 52 pengurus pusat yang datang, 35 setuju memecat mantan Menteri Agama itu dengan alasan sudah menjadi tersangka korupsi dana haji di Komisi Pemberantasan Korupsi.

Wakil Ketua Umum PPP Emron Pangkapi ditunjuk sebagai pelaksana tugas ketua umum. Ia akan menjabat sampai muktamar mendatang. "Rapat ini sudah tidak sehat," kata Suryadharma sambil meninggalkan ruangan. Ia balik memecat 15 musuhnya, antara lain Emron, Wakil Ketua Umum Suharso Monoarfa, Wakil Ketua Umum Lukman Hakim Saifuddin, dan Sekretaris Jenderal Romahurmuziy.

Perseteruan itu bermula dari pencalonan presiden. Kubu Suryadharma menyokong Prabowo Subianto, sedangkan kelompok lain pro-Joko Widodo. Pada Mei lalu, kembali terjadi perselisihan, tapi didamaikan oleh Ketua Majelis Syariah Maimoen Zubair.

Kabinet Jokowi Tolak Mercy Baru

Kabinet pemerintah yang akan datang dipastikan tak menggunakan mobil dinas baru ketika mulai bertugas pada 20 Oktober nanti. Sekretariat Negara membatalkan pembelian 72 sedan Mercedes-Benz senilai Rp 104,4 miliar, Rabu pekan lalu, setelah presiden terpilih Joko Widodo menolak menggunakannya.

Sekretaris Sekretariat Negara Taufik Sukarsah mengatakan pembatalan tender sudah disampaikan kepada pemenang lelang PT Mercedes-Benz. "Mercedes memahaminya," ucapnya.

Agustus lalu, pemerintah mengumumkan pemenang dengan penawaran Rp 91,94 miliar. Tapi, belakangan, Jokowi menolak menggunakan mobil baru dengan alasan menghemat anggaran negara. Ia pun bersedia menggunakan mobil bekas Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Menurut Taufik, mobil dinas lama masih layak pakai meskipun sudah berusia lima tahun.

Bos Hutama Karya Tersangka Korupsi

General Manager PT Hutama Karya, Budi Rahmat Kurniawan, ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi proyek pembangunan Balai Pendidikan dan Pelatihan Pelayaran di Sorong, Papua Barat, pada Kamis pekan lalu. Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi, Johan Budi S.P., mengatakan proyek beranggaran Rp 99 miliar itu bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Kementerian Perhubungan 2011. Proyek ini diduga dikorupsi sehingga negara rugi Rp 24,2 miliar.

Dalam catatan Yulianis dari bagian keuangan Grup Permai milik Muhammad Nazaruddin, perusahaan ini mengucurkan duit Rp 2,1 miliar kepada dua anggota Dewan Perwakilan Rakyat terkait dengan proyek Kementerian Perhubungan di Sorong. Keduanya adalah Yasti Soepradjo dari Partai Amanat Nasional dan Tamsil Linrung dari Partai Keadilan Sejahtera. Mereka membantah pernah menerima fulus itu. Johan mengatakan penyidikan akan mengarah ke proses penganggaran di Senayan.

Tersangka Baru Suap jaksa

Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Bambang Wiratmadji Soeharto sebagai tersangka kasus suap terhadap Subri, Kepala Kejaksaan Negeri Praya, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, pada Jumat pekan lalu.

Juru bicara KPK, Johan Budi S.P., mengatakan bekas Ketua Dewan Pengarah Badan Pemenangan Pemilu Partai Hati Nurani Rakyat itu disangka ikut serta bersama anak buahnya di PT Pantai Aan, Lusita Ani Razak, untuk menyuap Subri. "Peran Bambang bisa saja sebagai pemberi perintah atau koordinasi bersama-sama memberi hadiah," kata Johan.

Suap ini berawal dari tertangkapnya Subri dan Lusita di Hotel Holiday In Resort, Lombok Barat, pada 14 Desember tahun lalu. Di tangan mereka, KPK menemukan uang US$ 8.200, yang akan digunakan menyuap. Tujuannya mempercepat penanganan perkara pidana pemalsuan sertifikat tanah di Lombok Tengah antara Bambang dan Along alias Sugiharta. Subri dan Lusita sudah divonis bersalah dengan hukuman masing-masing 10 tahun dan 4 tahun penjara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus