Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Konvensi Demokrat Sepi Peminat
KOMITE Konvensi Partai Demokrat menetapkan sebelas nama sebagai peserta penjaringan calon presiden 2014. Sejumlah tokoh beken yang sempat diundang seleksi akhirnya memilih mundur.
Sekretaris Komite Suaidi Marasabessy mengatakan kandidat yang lolos telah memenuhi persyaratan umum dan khusus. "Seluruhnya juga telah menjalani wawancara prakonvensi," ujarnya. Mereka antara lain Rektor Universitas Paramadina Anies Rasyid Baswedan, Menteri Badan Usaha Milik Negara Dahlan Iskan, dan mantan Panglima Tentara Nasional Indonesia Endriartono Sutarto.
Sejumlah tokoh yang sempat dikabarkan ikut konvensi memutuskan mundur. Kamis pekan lalu, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud Md. menemui Komite untuk menyerahkan surat penolakÂan. Jusuf Kalla, mantan wakil presiden, enggan ikut karena menganggap, sebagai mantan Ketua Umum Partai Golkar, tak etis mengikuti konvensi partai lain. Mantan Wakil Gubernur Jawa Tengah Rustriningsih dan pemilik maskapai penerbangan Lion Air, Rusdi Kirana, juga menolak.
Peneliti Senior The Habibie Center, Indria Samego, menilai mundurnya Mahfud dan Kalla membuat konvensi kurang gereget. "Konvensi kurang menjual karena penolakan para tokoh," katanya.
Karpet Merah Partai Biru
Sebelas nama bersaing memperebutkan tiket sebagai calon presiden dari Partai Demokrat dalam Pemilu 2014. Umumnya bukan tokoh berelektabilitas tinggi.
- Ali Masykur Musa (anggota Badan Pemeriksa Keuangan)
- Anies Rasyid Baswedan (Rektor Universitas Paramadina)
- Dahlan Iskan (Menteri BUMN)
- Dino Patti Djalal (Duta Besar RI untuk Amerika Serikat)
- Endriartono Sutarto, mantan Panglima TNI
- Gita Wirjawan (Menteri Perdagangan)
- Hayono Isman, (Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat)
- Irman Gusman (Ketua Dewan Perwakilan Daerah)
- Marzuki Alie (Ketua Dewan Perwakilan Rakyat)
- Pramono Edhie Wibowo (mantan Kepala Staf Angkatan Darat dan anggota Dewan Pembina Demokrat)
- Sinyo Harry Sarundajang (Gubernur Sulawesi Utara)
Jokowi Pertahankan Lurah Susan
Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo memastikan tidak memenuhi tuntutan sejumlah warga yang menolak penunjukan Susan Jasmine Zulkifli sebagai Lurah Lenteng Agung, Jakarta Selatan.
Menurut dia, pembagian tempat tugas bagi para lurah dan camat hasil lelang jabatan sudah tepat. "Saya menempatkan orang sudah sesuai dengan prestasi dan kemampuannya," kata Jokowi.
Sejak pertengahan Agustus lalu, sejumlah warga menolak Susan karena dia Nasrani. Mereka berdalih penunjukan ÂSusan tidak tepat karena mayoritas warga beragama Islam.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan alasan primordial seperti agama dan suku tidak dapat menjadi alasan untuk menolak kepemimpinan seseorang. "Kami mengikuti konstitusi saja," ujarnya.
'Jatah' Hilmi Terungkap di Persidangan Fathanah
KETERLIBATAN Ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera Hilmi Aminuddin dalam pengaturan kuota impor daging di Kementerian Pertanian semakin terungkap. Ridwan Hakim, anak keempat Hilmi, mengakui adanya permintaan uang Rp 40 miliar dari seseorang yang disebut "Engkong" kepada Direktur Utama PT Indoguna Utama Elizabeth Liman.
"Engkong itu merujuk kepada bapak saya," kata Ridwan saat bersaksi di persidangan kasus dugaan suap kuota impor sapi dan pencucian uang dengan terdakwa Ahmad Fathanah di Pengadilan Korupsi Jakarta, Kamis pekan lalu.
Pengakuan itu terungkap setelah jaksa memutar rekaman telepon Ridwan dengan Fathanah. Dalam rekaman, Ridwan tengah menagih uang puluhan miliar rupiah yang belum sampai ke tangannya. Fathanah menjawab uang sudah diserahkan. "Sudah beres, bener. Engkong sendiri waktu itu pernah ketemu dan tidak ada komentar," ujar Fathanah. Hilmi sebelumnya membantah tudingan ini.
Gamawan Laporkan Nazaruddin
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi melaporkan Muhammad Nazaruddin ke Kepolisian Daerah Metro Jaya karena dituduh terlibat korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik. "Kami melapor karena pernyataan Nazaruddin itu tidak benar," kata Restuardi Daud, juru bicara Kementerian Dalam Negeri, Jumat pekan lalu.
Saat menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi, Kamis pekan lalu, Nazaruddin mengaku telah melaporkan korupsi proyek senilai Rp 5,7 triliun tersebut. Dia menuding proyek e-KTP menjadi "mainan" sejumlah politikus Senayan. Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dan Bendahara Umum Partai Golkar Setya Novanto dituding sebagai pengendali.
Gamawan bersama sejumlah pejabat Kementerian Dalam Negeri juga dituduh Nazaruddin kebagian duit. Gamawan membantah tudingan itu. Pengacara Nazaruddin, Rufinus Hutauruk, mengatakan kliennya tidak khawatir atas laporan ke polisi tersebut.
Dari Labora untuk Petinggi Polisi
Pemilik rekening gendut, Ajun Inspektur Satu Labora Sitorus, mengaku pernah menyetorkan upeti miliaran rupiah kepada sejumlah petinggi polisi. Jumat pekan lalu, dia melaporkan kasus ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi.
Wolter Sitanggang, juru bicara Labora, mengatakan satu bundel dokumen berisi bukti aliran dana sudah diserahkan ke divisi pengaduan masyarakat komisi antikorupsi. "Uang dalam jumlah besar itu dikeluarkan atas perintah atasannya," ujar Wolter.
Dalam catatan pengeluaran Labora yang salinannya diperoleh Tempo, seorang polisi berpangkat komisaris besar tertulis menerima Rp 60 juta per bulan. Ada juga pengiriman uang hingga 47 kali kepada salah satu petinggi polisi. Sepanjang 2012, total duit Labora yang mengucur lebih dari Rp 7 miliar.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Priharsa Nugraha memastikan lembaganya bakal menindaklanjuti laporan itu. Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Markas Besar Kepolisian RI Inspektur Jenderal Ronny F. Sompie meminta publik mengikuti proses penyidikan kasus ini hingga ke pengadilan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo