Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SIDOARJO
Petani Kedelai Curhat
Tak tampak keceriaan dalam acara panen raya kedelai bersama Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan di Kecamatan Wonoayu, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, pekan lalu. Kepada Wakil Menteri, sejumlah petani anggota Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) justru curhat: mengeluh rugi menanam kedelai.
"Petani sebenarnya mau menanam apa saja, termasuk kedelai, asalkan untung. Selama ini kami rugi, karena itu tidak mau menanam kedelai," kata Indarto, Ketua Gapoktan Mojowarno, Jombang. Muhammad Ridwan, petani lainnya, mengaku malas menanam kedelai karena harganya yang tidak stabil. Apalagi biaya produksinya besar dan penyakit wereng atau ulat yang sulit sekali diatasi. Menanam bayam, kata dia, lebih untung hingga tujuh kali lipat dibanding kedelai.
Menanggapi keluhan itu, Wakil Menteri Rusman menjamin petani pasti mendapat untung karena harga kedelai saat ini relatif tinggi. "Untuk menjamin harga kedelai stabil, produk petani kedelai akan dikaji untuk dibeli Bulog," ujar Rusman.
Harga kedelai di pasar memang tengah melambung, dari biasanya hanya Rp 6.000 kini menjadi Rp 8.000 per kilogram. Direktur Perum Bulog Sutarto Alimoeso mengatakan harga kedelai idealnya memang harus lebih tinggi daripada beras agar petani tertarik.
Dini Mawuntyas
SURABAYA
Perda Perlindungan Tembakau Disusun
Menolak pengesahan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Antitembakau, Jawa Timur sekarang menyiapkan Peraturan Daerah Pengendalian Impor dan Pemberdayaan Petani Tembakau untuk melindungi petani dan industri tembakau.
"Kami sedang menyiapkan kajian akademisnya," kata Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Timur Budi Setiawan, Selasa pekan lalu. Peraturan daerah itu akan mengatur pembatasan impor tembakau, syarat kualitas, kuantitas, perlindungan industri tembakau, dan pemberdayaan petani tembakau.
Perda ini merupakan inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Timur. Namun pemerintah mendukung penuh karena bertujuan melindungi industri kretek dan 15 juta lapangan kerja di Jawa Timur. "Bagi Jawa Timur, terusiknya industri tembakau akan mempengaruhi perekonomian daerah," ujar Budi.
Wakil Ketua Komisi Ekonomi DPRD Jawa Timur Anna Lutfi menilai RPP Antitembakau tidak memiliki keberpihakan pada industri tembakau nasional. Padahal, kata dia, sumbangan dari cukai rokok untuk devisa negara mencapai Rp 77 triliun pada 2011 dan diperkirakan melonjak menjadi Rp 80 triliun pada 2012. Jawa Timur menyumbang 60 persen.
Dalam rapat dengar pendapat dengan Gabungan Perusahaan Rokok, Senin pekan lalu, DPRD bersama Pemerintah Provinsi menyatakan akan mengirim tim untuk melobi Kementerian Kesehatan dan Komisi Kesehatan agar pengesahan RPP Antitembakau ditunda. Jawa Timur mendesak agar materi RPP yang merugikan petani tembakau direvisi.
Dini Mawuntyas
PAMEKASAN
Ngabuburit Bareng Ayam Ketawa
Berburu takjil buka puasa berhadiah ayam ketawa, ini mungkin hanya terjadi di Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur. Tertarik? Datanglah ke festival takjil di Taman Arek Lancor, depan Masjid Jamik Asy-Syuhada. "Ini gorengannya, Mas, silakan nikmati hadiahnya ayam ketawa," kata Oji Muharram, penjual takjil, kepada Tempo, Rabu pekan lalu.
Ayam ketawa—jenis ayam hias asal Sulawesi yang sedang ngetren saat ini—tidak diberikan gratis. Pengunjung hanya boleh menikmati keunikan dan kemerduan suaranya, karena ayam ketawa itu bukan milik penjual takjil, melainkan milik anggota Komunitas Penggemar Ayam Ketawa Pamekasan (Kompas), yang saban sore ngabuburit di Taman Arek Lancor.
Di Pamekasan, ayam ketawa banyak peminatnya. Karena itu, meski baru dibentuk, Kompas telah memiliki anggota 200-an orang. Setiap sore menjelang berbuka, sekitar 50 ayam ketawa dijejerkan seperti mengikuti kontes di Taman Arek Lancor. "Hitung-hitung buat hiburan alternatif nunggu buka puasa," kata Ketua Kompas Mulyadi.
"Ayam ini tidak diadu, hanya didengarkan suara kokoknya," ujar Mulyadi. "Jika berkokoknya sering, apalagi sudah menang kontes, seekor ayam ketawa bisa seharga satu mobil Kijang Innova."
Musthofa Bisri
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo