Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

MOMEN

7 Februari 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sepuluh Tahun untuk Bahasyim

BEKAS pegawai Direktorat Jenderal Pajak, Bahasyim Assifie, divonis sepuluh tahun penjara dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu pekan lalu. Ketua majelis hakim Didik Setyo Handono menyatakan Bahasyim terbukti melakukan pencucian uang dan korupsi Rp 64 miliar. Ia juga terbukti menerima suap Rp 1 miliar.

Bahasyim pun didenda Rp 250 juta subsider tiga bulan penjara. Hakim memutuskan harta Bahasyim Rp 60,9 miliar dan US$ 681 ribu disita. “Hal yang memberatkan adalah terdakwa menikmati hasil perbuatannya,” kata Didik.

Akhir September lalu, jaksa mendakwa mantan Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak Jakarta Tujuh ini memeras Komisaris PT Tempo Scan Pacific Kartini Mulyadi. Bahasyim juga didakwa melakukan pencucian uang hasil korupsi Rp 64 miliar dengan cara memindahkan dana itu ke sejumlah rekening milik dia; istrinya, Sri Purwanti; serta dua putrinya, Winda Arum Hapsari dan Riandini Resanti.

Bahasyim menyatakan banding. “Saya kecewa,” katanya. Pengacaranya, O.C. Kaligis, mengatakan akan mengajukan pembuktian terbalik, audit di bawah sumpah, dan penambahan saksi dalam sidang di Pengadilan Tinggi.

Main Pecat ala DPRD Surabaya

DEWAN Perwakilan Rakyat Daerah Surabaya memakzulkan Tri Risma Harini sebagai Wali Kota Surabaya. Melalui rapat paripurna yang digelar Senin pekan lalu, enam dari tujuh fraksi memutuskan pemberhentian Risma. Dia dinilai melanggar undang-undang dengan mengeluarkan peraturan tentang perhitungan sewa reklame. ”Risma melanggar undang-undang karena membuat dua peraturan tanpa kajian akademis,” kata Belgur Prijangkono, juru bicara Partai Kebangkitan Bangsa.

Mengetahui legislatornya memecat wali kota yang baru empat bulan memerintah, partai asal para anggota Dewan malah mengambil tindakan lain. Dewan Pengurus Pusat Partai Demokrat, misalnya, memecat Ketua DPRD Surabaya Wisnu Wardhana sebagai Ketua Dewan Pimpinan Cabang Demokrat Surabaya karena mendukung hak angket untuk melengserkan Risma. Demokrat juga meminta agar dukungan pemakzulan dicabut.

PKB pun meminta fraksinya di DPRD mencabut pemakzulan. Ketua Pengurus Wilayah PKB Jawa Timur Imam Nahrowi mengatakan alasan pemakzulan tak masuk akal. ”Kesalahan Risma hanya administratif, sangat tak logis kalau berujung pemakzulan,” katanya.

Gayus ke KPK, Buyung Mundur

KOMISI Pemberantasan Korupsi, Rabu dan Jumat pekan lalu, memeriksa terpidana kasus mafia pajak Gayus Halomoan Tambunan. Pada pemeriksaan pertama, sekitar lima setengah jam, pemeriksaan belum mengarah ke kasus pajak yang menjerat Gayus. Ia baru ditanyai soal pekerjaannya di Direktorat Jenderal Pajak.

”Dia ditanya soal formasi di pajak, siapa saja pimpinan dia, dan apa saja yang dilakukannya,” kata pengacara Gayus, Hotma Sitompoel. Gayus pun menjelaskan soal sistem dan proses penanganan wajib pajak, pengajuan keberatan, dan pengadilan pajak.

Gayus telah divonis tujuh tahun dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pegawai negeri golongan IIIa itu memiliki kekayaan lebih dari Rp 100 miliar. Duit itu diduga berasal dari setoran perusahaan wajib pajak yang ditangani Gayus.

Sebelum didampingi Hotma sebagai penasihat hukum, Gayus dibela Adnan Buyung Nasution. Pengacara senior itu mendampingi Gayus ketika disidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Selama ini Hotma adalah pengacara Milana Anggraeni, istri Gayus.

Laut Teduh Terbakar

PUSAT Laboratorium Forensik Markas Besar Kepolisian RI dan Komite Nasional Keselamatan Transportasi kesulitan menginvestigasi penyebab terbakarnya kapal motor penumpang Laut Teduh II. Menurut Ketua Tim Investigator Kecelakaan Laut Alex Nur Wahyudi, kesulitan itu disebabkan bangkai kapal sudah rapuh dan keropos. ”Proses penyelidikan sedikit lebih rumit dibanding kasus yang lain,” kata Alex, Kamis pekan lalu.

Walhasil, pada pekan lalu tim hanya menginventaris kerusakan kapal. Alex belum bisa memastikan waktu selesainya investigasi. ”Banyak hal teknis yang harus dilakukan, kami berusaha secepatnya,” katanya.

Laut Teduh terbakar sekitar tiga mil dari Pelabuhan Merak, dinihari Jumat pekan lalu. Kapal itu bertolak dari Merak menuju Lampung dengan mengangkut 427 penumpang dan 31 awak. Ahmad Tohamudin, saksi mata, mengatakan api pertama kali terlihat dari bus Handoyo rute Jawa-Sumatera. Api membesar dan tak bisa dipadamkan awak kapal. Seluruh dek kapal terbakar.

Hingga Kamis pekan lalu, sudah 28 korban tewas ditemukan. Kebanyakan adalah anak-anak dan orang lanjut usia. Sebagian korban tewas ditemukan dalam keadaan hangus. Polisi menetapkan tiga tersangka, yaitu nakhoda kapal, kru kapal, dan sopir bus Handoyo.

Presiden Tagih Aset Century

Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss, yang berlangsung 27-29 Januari lalu dimanfaatkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menagih aset Bank Century yang mengendap di sana. Di sela-sela acara, Yudhoyono bertemu dengan Presiden Konfederasi Swiss Micheline Calmy-Rey dan kemudian membahas kerja sama pengembalian aset.

Menurut Yudhoyono, pemerintah Swiss memberikan sinyal positif. Seusai pertemuan, pemerintah Swiss meminta dokumen legal agar pengembalian aset bisa dilakukan. ”Tim Indonesia akan datang lagi,” kata Yudhoyono di Dubai, sepulang dari Davos.

Bank Mutiara—nama baru Bank Century—berebut aset Century berwujud deposito senilai US$ 156 juta, atau setara dengan Rp 1,4 triliun, dengan perusahaan asal Cayman Island, Tarquin. Aset itu berupa deposito yang dijaminkan atas surat berharga yang ditawarkan oleh Telltop di masa lalu.

Telltop, perusahaan yang bermarkas di British Virgin Island, melakukan jual-beli surat dengan Century. Atas pembelian surat berharga Century ini, Telltop menjaminkan deposito senilai US$ 156 juta yang disimpan di Bank Dresdner, Swiss.

Tapi jaminan deposito ini juga diklaim Tarquin. Bank Dresdner kemudian membawa perkara sengketa klaim deposito ke pengadilan di Swiss. Saat ini perkara perdata ini masih diproses di pengadilan tinggi Swiss.

Lagi, TKW Disiksa di Saudi

Nasib malang kembali menimpa tenaga kerja wanita Indonesia di Arab Saudi. Armayeh binti Sauri, 23 tahun, asal Pontianak, terluka serius akibat dianiaya majikannya.

Beruntung, Armayeh berhasil melarikan diri dan ditemukan warga yang langsung membawanya ke Rumah Sakit Al-Anshar, Madinah. Lantaran luka di tubuhnya kelewat parah, Armayeh dipindahkan ke King Fahad Hospital, Madinah, sejak 26 Januari lalu. Saat ini ia telah didampingi oleh petugas Konsulat Jenderal RI Jeddah.

Berdasarkan data Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia, Armayeh berangkat ke Madinah pada 24 Maret 2009. Armayeh mendapatkan gaji 800 riyal per bulan, tapi baru mengirim 6.000 riyal kepada keluarganya. Adapun majikan yang menyiksanya bernama Madam Hasan Hasim, seorang guru, kini sudah ditahan polisi Madinah.

Keluarga majikan Armayeh sempat menjenguk pembantu rumah tangga itu sebelum petugas Konsulat Jenderal RI tiba di rumah sakit. Mereka meminta Armayeh mengubah pengakuannya dengan iming-iming uang 18 ribu riyal.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus