Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sarjan Dipenjara Empat Setengah Tahun
MANTAN anggota Komisi Kehutanan Dewan Perwakilan Rakyat, Sarjan Tahir, dijatuhi hukuman penjara 4 tahun 6 bulan dan denda Rp 200 juta oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Rabu pekan lalu. Hukuman ini sedikit lebih ringan dari tuntutan jaksa, yang mengajukan lima tahun penjara plus denda Rp 250 juta.
Mantan anggota Dewan dari Fraksi Partai Demokrat ini terbukti menerima suap Rp 350 juta terkait alih fungsi kawasan hutan lindung Pantai Air Telang untuk pembangunan Pelabuhan Tanjung Api-api, Sumatera Selatan. ”Terbukti secara sah dan meyakinkan,” kata ketua majelis hakim Gus Rizal ketika membacakan amar putusan.
Kasus ini juga melibatkan anggota Komisi Kehutanan lainnya, Yusuf Erwin Faishal, Hilman Indra, dan Azwar Chesputra. Mantan Gubernur Sumatera Selatan Syahrial Oesman dan mantan Sekretaris Daerah Sumatera Selatan Sofyan Rebuin. Begitu pula Chandra Antonio Tan, Direktur PT Chandratex Indo Artha, rekanan pemerintah Sumatera Selatan. ”Seharusnya mereka juga dijadikan terdakwa, tapi kenapa hanya Pak Sarjan?” kata Dahlan Kadir, kuasa hukum Sarjan.
Sarjan dan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi, M. Rum, menyatakan malah pikir-pikir atas putusan ini.
Tertangkap Basah Saat Disuap
KOMISI Pemberantasan Korupsi menangkap dua pejabat Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Keduanya tertangkap tangan saat terjadi transaksi serah-terima uang berindikasi korupsi di Hotel Ciputra, Jakarta Barat, Kamis siang pekan lalu. Jumlah uang dalam kasus ini mencapai Rp 100 juta, yang dibungkus dalam 17 amplop.
Menurut Ketua Komisi, Antasari Azhar, pejabat pemberi uang itu kepala bagian di salah satu dinas pada Departemen Tenaga Kerja di Kuala Kapuas, Kalimantan Tengah. Sedangkan si penerima adalah Kepala Bagian Keuangan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta berinisial ”L”.
Pada masing-masing amplop tertera nama dan alamat beberapa kepala bagian Departemen Tenaga Kerja. ”Penerima amplop tidak mesti 17 orang,” katanya. Menurut Antasari, Komisi sedang mempertimbangkan untuk melimpahkan kasus ini ke Kejaksaan Agung, karena nilai uangnya yang relatif kecil. Jaksa Agung Hendarman Supandji mengatakan akan mengirim dua jaksa penyidik untuk memeriksa kasus ini.
Wartawan Versus Kapolda
PENYIDIK Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan menyerahkan berkas kasus Upi Asmaradhana ke Kejaksaan Negeri Makassar pada Jumat pekan lalu. Upi, mantan kontributor Metro TV biro Makassar, dilaporkan oleh Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan Inspektur Jenderal Sisno Adiwinoto.
Upi dikenai perkara tindak pidana fitnah dan penghinaan di muka umum melalui tulisan. Penyidik Ajun Komisaris Polisi Anwar menjemput Upi di kantor Lembaga Bantuan Hukum Makassar. Anggota Dewan Pers, Abdullah Alamudi, menilai kasus ini seharusnya sudah selesai setelah hak jawab Sisno dimuat di berbagai media. ”Saya harap kasus ini dihentikan saja,” kata Alamudi.
Sisno mengadukan Upi ke polisi karena merasa nama baiknya dicemarkan oleh pemberitaan dan pernyataan Upi. Sisno diberitakan telah mengatakan para bupati bisa langsung melapor ke polisi dan bukan menempuh mekanisme hak jawab jika merasa nama baiknya dicemarkan.
Upi, Koordinator Koalisi Jurnalis Tolak Kriminalisasi Pers Makassar, menilai perjuangan kebebasan pers di alam reformasi ternyata masih panjang. ”Kita ikuti saja prosesnya,” katanya.
Sidang Pertama Aulia Pohan
MANTAN Deputi Gubernur Bank Indonesia Aulia Thantawi Pohan menjalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta, Jumat pekan lalu. Jaksa Rudi Margono mendakwa Aulia melanggar Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Akibatnya, Aulia diancam 20 tahun penjara dengan dakwaan korupsi.
Mengenakan kemeja lengan panjang kehijauan, ia tampak kalem mendengarkan dakwaan. Aulia diajukan ke persidangan bersama tiga bekas Deputi Gubernur Bank Indonesia lainnya. ”Keempat terdakwa telah mengambil dan menggunakan dana Bank Indonesia yang berada di Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia,” kata jaksa ketika membacakan dakwaan. Dana yang dipermasalahkan senilai Rp 100 miliar. Aulia ditahan sejak 27 November 2008.
Soekarwo-Saifullah Menang
PEMILIHAN kepala daerah Jawa Timur berakhir sudah. Melalui proses panjang, termasuk penghitungan dan pemilihan ulang di tiga kabupaten di Madura, Komisi Pemilihan Umum Daerah Provinsi Jawa Timur menetapkan Soekarwo dan Saifullah Yusuf sebagai pemenang. Pasangan ini mendulang suara total 7.660.861, mengalahkan Khofifah Indar Parawansa dan Mudjiono, yang mengantongi 7.626.757 suara.
Surat resmi pemberitahuan hasil pemilihan, menurut Ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah Provinsi Jawa Timur Wahyudi Poernomo, segera dikirimkan ke Presiden, Menteri Dalam Negeri, Mahkamah Konstitusi, serta dewan perwakilan rakyat daerah setempat. Jika ada kubu yang hendak melakukan gugatan, kata Wahyudi, Rabu pekan lalu, ”Bisa diajukan tiga hari sejak hari ini.”
Kubu Khofifah tidak bersedia menandatangani berita acara rekapitulasi. Mereka juga menolak menandatangani penetapan pemenang. Kubu Khofifah mencatat tujuh keberatan dalam proses ini. Adapun Soekarwo-Saifullah mempersiapkan tiga program pokok: perbaikan jalan rusak, penataan pedagang kaki lima, dan penuntasan kasus lumpur Lapindo.
Suap-Menyuap Sertifikasi Halal
MAJELIS Ulama Indonesia kembali menjadi sorotan. Lembaga yang kerap mengeluarkan fatwa kontroversial itu kali ini masuk daftar institusi yang sering menerima suap. Survei Indeks Persepsi Korupsi yang dilansir Transparency International Indonesia Rabu dua pekan lalu menunjukkan bahwa praktek sogok-menyogok itu marak untuk urusan sertifikasi halal.
Manajer Riset dan Kebijakan Transparency Frenky Simanjuntak mengatakan, dari 171 responden yang diwawancarai—semuanya perusahaan makanan dan kosmestik—sepuluh persen pernah dimintai fulus terkait dengan urusan tadi. Survei kuantitatif ini berlangsung dari September hingga Desember 2008, di 33 ibu kota provinsi plus 17 kota besar lainnya.
Ketua MUI Amidhan menepis hasil survei tersebut. ”Informasi itu fitnah dan menyesatkan,” katanya. Menurut dia, pengurusan sertifikasi halal memang ada biayanya, antara Rp 200 ribu dan Rp 5 juta. Dana itu untuk meneliti halal-tidaknya suatu produk di laboratorium. Biaya sertifikat itu, kata Amidhan, juga dibukukan dan diperiksa oleh akuntan publik. Penelitian di laboratorium juga melibatkan auditor.
Kepergian Bram Zakir
IBRAHIM Gidrach Zakir, aktivis gerakan mahasiswa 1977-1978, meninggal di Rumah Sakit MMC, Kuningan, Jakarta, Sabtu dini hari. Pria yang biasa disapa Bram Zakir itu wafat dalam usia 58 tahun akibat kanker kelenjar dan hati yang bertahun-tahun dideritanya. Master ilmu politik dari Ohio State University ini dimakamkan di pemakaman umum Tanah Kusir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
”Ia aktivis sejati,” kata Herry Akhmadi, Ketua Komisi Pendidikan Dewan Perwakilan Rakyat, bekas aktivis ITB 78. Lukman Hakim, anggota Dewan dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, menilai Bram sebagai aktivis yang rendah hati. Di mata Hariman Siregar sahabatnya, Bram selalu gelisah melihat ketidakadilan.
Gara-gara sepak terjangnya, bekas Wakil Ketua Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia ini pernah ditangkap dan diadili pada 1977 dengan tuduhan menghina kepala negara. Pada Mei 1980, Bram ikut menandatangani Petisi 50 di rumah Ali Sadikin. Belakangan, Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Kerja Sama Yogyakarta periode 2001-2004 ini dekat dengan Rizal Ramli. Ia menjadi juru bicara Komite Bangkit Indonesia, lembaga yang didirikan Rizal. Sebelum itu, ia sempat mendirikan koran berbahasa Inggris The Points.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo