SOENANDAR dikenal sebagai gubernur yang selalu menjawab
pertanyaan apa saja dari para wartawan Bahkan hal-hal yang
sangat penting pun tidak jarang disampaikannya meskipun
dinyatakan off derecord. Karena itu sikapnya sekali ini
mengherankan.
Adakah Soenandar kecewa lantaran tidak mendapat Parasamya
Purnakarya Nugraha--sehingga bisa ditafsirkan kalah gesit dari
gubernur sebelumnya? Dalam sidang pleno DPRD Ja-Tim mendengarkan
pidato kenegaraan 16 Agustus malam lalu, berbeda dari tahun
sebelumnya, kali ini Soenandar tak hadir. Ia diwakili Wakil
Gubernur Ja-Tim, HM Soegijono. "Karena beliau agak tidak enak
badan," ujar Soegijono kepada TEMPO. Jawa Tengah dinyatakan
sebagai propinsi yang berhak mendapat Parasamya Purnakarya
Nugraha untuk Pelita II. Ja-Tim masih mendapat juara II, dan
berhak menerima pita prestasi Prayojana Kriya Pata karena
berhasil mempertahankan prestasi seperti diraihnya selama Pelita
I.
"Saya tidak tahu apakah pak gubernur kecewa atau tidak, yang
jelas saya kecewa," ujar seorang pejabat di gubernuran. Ucapan
itu tampaknya memang mewakili yang lain. Sebab jauh sebelum
pengumuman, suara sudah santer bahwa Parasamya akan diraih
Ja-Tim lagi. Bahkan pers di Surabaya, 3 bulan lalu sudah ada
yang menulis tajuk bahwa Parasamya mustinya tetap di Ja-Tim.
Nelayan, Memang
Kalau toh ada kekecewaan, tampaknva bisa difahami. Sebab dalam
beberapa hal Ja-Tim memang masih lebih menonjol. Dalam produksi
pangan misalnya, sebagaimana dikatakan Soenandar ketika menerima
kepala desa teladan se Indonesia 14 Agustus lalu "Jawa Timur
sudah bisa berswasembada, bahkan bisa mensupplay propinsi lain."
Produksi padi di Ja-Tim memang naik terus dari 6 juta ton tahun
1976 ketika Soenandar datang ke Ja-Tim--menjadi 7 juta ton tahun
lalu. Meskipun tahun ini hama wereng melanda daerah ini dengan
hebat tapi segera diatasi dan diganti dengan padi baru.
Hasilnya? "Target tiap ha meningkat 0,5 ton, tetap tercapai,"
ujar Soenandar. Tahun lalu ada 45.000 ton beras yang keluar dari
Ja-Tim.
Dalam menyambut para kepala desa itu pula, Soenandar lebih
bersemangat lagi ketika menyampaikan angka pendapatan perkapita
rakyat daerahnya Tahun 1976 pendapatan per kapita baru Rp
61.000/jiwa, tahun lalu sudah mencapai Rp 110.000 per jiwa.
Soenandar mengakui ukuran itu baru bersifat makro. "Tetapi
pendapatan per kapita petani di Ja-Tim sudah mencapai Rp
4.000/jiwa. Kalau dilihat bahwa KMF (kebutuhan fisik minimum
di Ja-Tim Rp 47.000/jiwa, maka para petani umumnya sudah hidup
di atas KFM," tambahnya.
Dalam hal pendapatan per kapita ini Soenandar memang masih
prihatin kalau dilihat secara mikro di kalangan nelayan. "Di
sini memang baru Rp 24.000/jiwa. Karena itu harus segera dilipat
duakan," katanya pula.
Yang juga menonjol adalah program pengendalian penduduk. Tahun
lalu misalnya, seperti dikatakan Soenandar di Ponorogo menjelang
Ramadhan lalu, angka pertambahan penduduk di JaTim sudah tinggal
1,6 persen. "Bahkan di beberapa kabupaten sudah di bawah I
persen," katanya. Meski begitu Soenandar memang masih harus
prihatin. Dengan penduduk 29.000.000 jiwa, biarpun prosentase
pertambahan penduduknya rendah, tapi masih ada "500 bayi yang
lahir setiap tahun. Cukup untuk mengisi propinsi Bengkulu,"
katanya.
Pada gilirannya hal pertambahan penduduk itu akan mendesak
angkatan kerja yang setiap tahun bertambah 200.000, sedang
lapangan kerja yang tersedia rata-rata 50.000 per tahun. Seperti
menarik satu kesimpulan, Soenandar akhirnya mengatakan bahwa
"kesejahteraan masyarakat terus meningkat, sebab laju
pertambahan penduduk hanya 1,6 persen sedang laju pertumbuhan
ekonomi di Ja-Tim 6,7 persen," katanya.
Kalau begitu, mengapa tidak dapat Parasamya? "Mungkin karena
Jawa Timur belum bisa bebas banjir. Banjir sewaktu-waktu masih
mengancam," ujar seorang walikota. Ucapan ini barangkali ada
benarnya. Sebab sepertiga Tulungagung masih tergenang tiap
tahun. Daerah Lamongan masih harus menderita akibat kiriman
bengawan Solo. Madiun masih bobol terus. Kediri belum bebas
benar. Bahkan Surabaya sendiri di mana-mana masih digenangi air.
Soenandar sendiri, di samping diucapkannya juga kelihatan tidak
sabar ingin untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan
nelayan. Hampir sepertiga waktunya dipakai untuk berada di
daerah-daerah. Makanya ketika kakinya cidera dan harus istirahat
3 bulan "rasanya malu," katanya. Karena itu sambil
terpincang-pincang tetap saja meninjau daerah-daerah sambil
mengenakan tongkat penyangga.
Di kalangan pegawai, gubernur yang Letnan Jenderal ini dikenal
lebih luwes. "Pak Noer justru lebih kelihatan militer," ujar
seorang bupati. "Saya belum pernah melihat pak Nandar (begitu
panggilan akrabnya) marah di depan umum. Meski begitu selalu
tegas d alam instruksi," tambahnya. "Beliau jarang bicara keras,
tapi sering memberi disposisi dengan tinta merah. Penanya lebih
tajam dari pada bicaranya," ujar seorang di gubernuran.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini