Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Haus di mana-mana

Kekeringan sudah mengancam dimana-mana. tanaman padi rusak al: di kabupaten ciamis, sukabumi, bekasi & cirebon. bahkan di kabupaten tasikmalaya penduduk mulai mengalihkan menu dari beras ke gaplek. (dh)

8 September 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HUJAN yang tak kun jung turun dalam beberapa bulan belakangan ini secara langsung mulai mengancam di mana-mana. Terutama petani. Malahan penduduk beberapa desa di Kabupaten Tasikmalaya (Jawa Barat) mulai mengalihkan menu dari beras ke gaplek, karena sawah mereka kering tak menghasilkan padi. Puluhan ton bibit ikan harus diungsikan karena kolam-kolam kering. Di Kabupaten Ciamis, hampir 2.000 ha sawah kering. Awal bulan lalu Menteri Muda Urusan Pangan, Affandi, dan Gubernur Jawa Barat, Aang Kunaefi, melakukan kunjungan mendadak ke Kabupaten Sukabumi sambil membawa bibit palawija dan bantuan uang. Di sini sekitar 1.700 ha sawah di 4 kecamatan terancam kekeringan, di antaranya tanaman padi di 255 ha sawah sudah puso karena tiada air. Akibat langsung yang segera terasa adalah membubungnya harga beras. Bulan lalu beras jenis IR yang biasanya hanya Rp 140 sekilogram, melompat menjadi Rp 200. Karena itu pihak Dolog Ja-Bar buru-buru mendrop beras ke daerah kering itu. Di Kabupaten Bekasi, akhir bulan lalu sudah tercatat tanaman padi rusak di 556 ha sawah. Terutama di Kecamatan-kecamatan Pabayuran, Cabangbungin dan Sukatani. Seperti juga paraperani di daerah beras, Karawang, petani 13-kasi agaknya masih enggan mengisi sa wah mereka dengan tanaman selain padi -- meskipun sudah berkali-kali dianjurkan pemerintah. Begitu juga dengan tanaman palawija yang tak begitu butuh air. "Kami kapok menanam palawija karena sulit memasarkannya," tutur seorang petani di Cabangbungin kepada Hilman Eidy dari TEMPO. Beberapa waktu lalu tomat, cabe dan berbagai jenis palawija mereka busuk karena sulit memasarkannya--terutama di daerah agak terpencil. Di wilayah Kabupaten Cirebon, Kecamatan Kapetakan, Arjawinangun dan Gegesik memang selalu diancam musibah kekeringan setiap musim kemarau seperti sekarang. Seperti waktu-waktu sebelumnya, Kapetakan paling menderita, khususnya di Desa-desa Bungko, Kapetakan sendiri, Karangkendal, Pegagan dan Kroya. Ke-5 desa ini berada di ujung pantai utara sehingga air Sungai Ciwaringin dan Situnggak sudah menjadi asin. Untuk kecamatan ini sejak pertengahan Juli lalu, Pemda Kabupaten Cirebon setiap hari mendrop 25.000 liter air bersih untuk minum penduduk. "Menurut penilaian geologis di Kecama.tan Kapetakan tidak ada sumber air tawar," kata Kasubdit Kesra Kabupaten Cirebon, drs. Suparman Olereja, "sehingga tak ada jalan lain kecuali mendrop air di musim kemarau . " Puncak kekeringan itu biasanya dimulai September ini sampai 2 bulan berikutnya. Di Jawa Tengah, Demak di pantai u tara itu juga tak habis-habisnya bergelut dengan masalah kekurangan air di musim kemarau seperti sekarang. Tapi sebaliknya selalu pula terkena musibah banjir di musim penghujan. Lebih celaka lagi karena dua waduk idaman, yaitu Jragung dan Kedungombo, sampai sekarang belum terujud. Kedua waduk ini dimaksudkan untuk menampung air di musim kemarau dan mengendahkan luapan air di musim penghujan. Sejak bebeapa bulan terakhir ini kekeringan mulai menghantui penduduk wilayah Demak. Bahkan sebanyak 117 KK penduduk Desa Gemulak di Kecamatan Sayung sejak akhir Juli sudah mengungsi ke Kota Demak karena didesak kebutuhan air untuk hidup sehari-hari. Mobil-mobil tangki air bantuan Presiden sudah dikerahkan sampai di pelosok-pelosok pedesaar. Sementara itu di beberapa tempat seperti di pesisir Bonang dan penduduk yang tinggal di kawasan Sungai Tuntang, mulai beramai-ramai membuat bendungan darurat. air sungai yang masih tersisa dibendung, meskipun keruh dan mulai terasa tak sedap. Penjual air pikulan atau dengan perahu yang di sana biasa disebut tukang nyongga/muncul di mana-mana. Penghasil beras utama di luar Jawa, yaitu Sulawesi Selatan, juga mulai merasa prihatin karena hujan tak kunjung tiba akhir-akhir ini. Menurut Harian Kompas pekan lalu, Gubernur Sulawesi Selatan Andi Oddang mengungkapkan adanya 288.000 ha lebih tanaman padi di daerah ini yang dilanda kekeringan. Terutama di Kabupaten Bulukumba, Sinjai, Bone, Wajo, Soppeng dan Sidrap. Di antaranya 49.000 ha sudah terancam puso sedang 3.600 ha lainnya samasekali tak tertolong lagi. Terutama padi di sawah-sawah tadah hujan. Usaha penyelamatan agaknya cukup sulit, karena sungai-sungai di sekitarnya juga sudh surut benar sementara irigasi yang ada belum berfungsi dengan baik.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus