NASIB yang sedang dialami para nelayan di 9 desa Kecamatan Pulau
Maya Karimata (Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat) bukanlah
derita baru di kalangan para penangkap ikan. Di sini pernah
tercatat 2.527 orang nelayan. Mereka berdiam di pulau-pulau
Pelapis, Betok dan Kampung Padang. Daerah operasi mereka di
kawasan Selat Karimata. Mereka umumnya menangkap ikan melalui
belat (sero).
Tapi jika belakangan ini jumlah nelayan ini hanya tinggal
sekitar 600 orang lagi, tentulah karena desakan pukat harimau
(trawler). Hingga sekarang saja sudah tercatat tak kurang dari
34 orang tauke pemilik armada pukat yang terkenal akan
kebolehannya menyapu habis isi laut itu. Bahkan di Tanjung Satai
saja tercatat 142 buah motor pukat yang mesinnya rata-rata
berkekuatan 33 PK. Tak heran jika rezeki para nelayan kecil
makin terdesak jua. Dan karena itu "setiap tahun terjadi
percekcokan antara nelayan belat dengan nelayan pukat", ucap
Sofyan Yusuf, Kepala Sub-direktorat Perekonomian Kabupaten
Ketapang.
Tahun 1974 Dinas Perikanan Ketapang memang pernah mengeluarkan
aturan permainan dalarm pengoperasian belat dan pukat harimau.
Isinya menentukan: operasip enangkapan ikan dengan belat boleh
dilakukan sepanjang musim, tapi operasi pukat hanya
diperkenankan mulai pertengahan Pebruari. Tapi peraturan ini,
seperti diduga, tak jalan. Para pemilik pukat tetap saja merajai
laut sepanjang tahun dengan sembunyisembunyi atau
terang-terangan. Untung bahwa ketika di akhir tahun 1976 lalu
para nelayan kecil melancarkan protes tak sampai terjadi
peristiwa Muncar kedua.
Lucunya waktu itu Wakil Camat Tanjung Satai buru-buru mengirim
surat kepada Bupati Ketapang untuk "mohon atas nama rakyat agar
operasi pukat dapat berlangsung sepanjang tahun". Kontan Zainal
Arifin, Bupati Ketapang naik pitam. "lni suara tauke-tauke,
bukan kehendak rakyat", katanya dengan geram. Bupati tetap
berpegang teguh pada ketentuan Dinas Perikanan tahun 1974.
Tanjung Satai adalah pelabuhan ikan terbesar di Kalimantan
Barat. Tahun 197S lalu hasil penangkapan ikan di sini bernilai
Rp 747 juta lebih. Tapi jika Bupati Zainal Arifn selalu marah
jika bicara soal ikan di daerahnya tentulah juga karena "laporan
berapa volume ikan yang didapat tak ada samasekali dari Dinas
Perikanan di Tanjung Satai". Bupati ini juga menduga selama ini
telah terjadi penyulapan volume pada surat muatan. "Sepuluh ton
yang dikirim yang ditulis hargaa 2 ton. Kalau mau ngakal jangan
keterlaluan lah", kata Zainal. Jadi siapa yang main? Bupati tak
menjawab, juga tak disebutnya apakah dia sudah menindak
bawahannya yang diduga tak beres itu. Yang pasti menurut sumber
TEMPO, karena hubungan kurang lancar, tak mustahil
pejabat-pejabat tingkat atas tak dapat selalu langsung menengok
polah bawahannya, terutama di pedalaman.
Akan nasib para nelayan yang terdesak oleh pukat itu sendiri,
sebenarnya masih merisaukan Bupati Zainal. Pejabat ini juga dulu
kurang setuju ketika Dirjen Perikanan buru-buru mengganti
alat-alat penangkap ikan tradisionil ke alat-alat modern. Sebab
dengan KIK ternyata tak semua nelayan mampu dan memenuhi syarat,
sehingga kredit itu malahan banyak jatuh ke tangan tauke.
Bupati Zainal memang pernah menganjurkan agar nelayan
tradisionil itu kembali saja ke darat, bertani. Tapi begitu ada
yang mencoba, cepat-cepat ditinggalkan. Karena ternyata tanah
pertanian di sekitar itu menyimpan kadar garam tinggi, bahkan
tergenang air laut jika pasang naik. Sehingga satu-satunya
harapan bagi para nelayan yang lebih banyak menganggur itu
menurut Bupati Zainal adalah jika fishing centre di Telok Batang
sudah selesai. Di sini nanti akan ditampung hasil tangkapan para
nelayan tradisionil untuk dipasarkan dan sekaligus pengalengan.
Namun ini juga tak begitu menggembirakan para penangkap ikan.
Sebab "yang jadi soal bagaimana agar kami masih kebagian ikan,
tidak habis dilalap pukat" seperti dikatakan seorang nelayan di
sana. Yang banyak dilakukan para nelayan yang sudah kehilangan
rezeW di laut itu adalan menjadi buruh penggesek kayu di tengah
hutan. Inipun tak menolong hidup mereka benar, sebab penghasilan
mereka lebih banyak ditentukan oleh para tengkulak kayu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini