Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Nyaris Beku di Ranu Kumbolo

Suhu dingin ekstrem menerpa lereng gunung tertinggi di Pulau Jawa. Tidak membahayakan pertanian rakyat dan pendakian.

25 Juni 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AHAD malam dua pekan lalu, angka pada sebuah termometer digital milik sekelompok pendaki gunung menunjuk bilangan dua derajat Celsius. Mereka terpaksa duduk merapat sembari menengadahkan tangan ke arah api unggun, berharap sedikit merasa hangat. Tapi, sayang, itu tak berhasil. Serbuan hawa dingin tetap saja dengan mudah menerobos serat kain mantel-mantel tebal yang membalut tubuh mereka.

Dinihari menjelang, gigitan suhu tetap mencengkeram. Angka di pengukur suhu terlihat kian merosot mendekati titik beku, nol derajat Celsius. Satu per satu pendaki dari kelompok PA 32 mulai beringsut masuk ke tenda. Lalu dengan cepat tubuh-tubuh menggigil itu pun menyelinap masuk ke kantong tidur. Bagi mereka, hawa dingin di Danau Ranu Regulo, Desa Ranupane, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, lebih dari biasanya.

"Setelah sekian tahun lamanya bolak-balik ke Ranupane, tidak pernah saya merasakan suhu sedingin ini," kata Edy Tri ­Maryono, seorang pegawai di Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Lumajang. Edy, yang juga aktivis pencinta alam, menceritakan pengalamannya diterpa hawa dingin Semeru kepada Tempo pekan lalu.

Ketika pagi menjelang, kata dia, udara dingin malam yang sudah lewat menyisakan buliran-buliran es pada permukaan tenda yang mereka dirikan berdekatan. Permukaan tenda dome—tenda berbentuk seperti kubah—terasa kasar dan kaku. Buliran-buliran es dari embun pagi menempel, lalu membeku akibat suhu dingin ekstrem di lereng Gunung Semeru.

Danau Ranu Regulo sebenarnya masih agak jauh dari puncak Mahameru. Berada di ketinggian 2.256 meter di atas permukaan laut, danau ini relatif dekat dari permukiman warga desa di Ranupane. Edy berpikir bagaimana rasanya berada di Ranu Kumbolo, danau di lereng Semeru yang terhampar di ketinggian 2.469 meter di atas permukaan laut. "Lebih ekstrem," kata Kepala Bidang Pengelolaan Taman Nasional Wilayah II Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Anggoro Dwi Sujiarto kepada Tempo.

Menurut Anggoro, suhu terendah Ranu Kumbolo pada awal musim kemarau adalah minus enam derajat Celsius. Berdasarkan pengamatan para petugas taman nasional, merosotnya suhu udara di ­kawasan Ranu Kumbolo saat musim kemarau tahun ini dirasakan ketika malam tiba. "Suhunya akan terus menurun hingga minus enam derajat Celsius pada pukul dua dinihari hingga menjelang subuh," katanya.

Pada titik terendah suhu di kawasan Ranu Kumbolo, kerak es terbentuk di permukaan air danau. Uap air, kata Anggoro, juga berubah menjadi bunga es, yang terlihat di pucuk-pucuk daun dan rerumputan. Namun, setelah pukul 04.00, suhu bakal merambat naik, mencairkan kerak dan bunga es di padang rumput Ranu Kumbolo.

Munculnya kerak es pada permukaan air danau Ranu Kumbolo merupakan hal anyar bagi Anggoro. Ia belum menemukan referensi tepat untuk menjelaskan secara ilmiah kemunculan kerak es di permukaan Ranu Kumbolo ini.

Ranu Kumbolo memiliki luas 14 hektare dan dikelilingi perbukitan tinggi. Vegetasi yang dominan di sana adalah ilalang dan rumput, yang terbentang di savana yang luasnya 10 kali lapangan bola. Bunga edel­weiss kerap mekar tumbuh tersebar di kawasan ini. "Sepertinya fenomena ini tidak ditemukan di gunung lain di Jawa," katanya.

Pakar perubahan iklim dari Institut Teknologi Bandung, Armi Susandi, menilai fenomena bunga es di lereng seperti di Gunung Semeru sifatnya lokal dan alamiah, seperti hujan es di daerah perkotaan. Perubahan drastis itu bisa terjadi berulang meski terhitung jarang.

Menurut Armi, es muncul akibat pertemuan suhu panas yang menguap dari daratan dengan angin dingin pembawa uap air. Jika suhu dari daratan tiba-tiba naik dibanding biasanya atau angin makin dingin, perubahan suhu ekstrem bisa terjadi. Di daerah perkotaan, misalnya, hal ini bisa terjadi akibat pengaruh kegiatan industri atau pabrik. "Perbedaan temperatur itu mengakibatkan gas memadat di angkasa, lalu turun ke daratan karena berat sehingga menjadi es," ujarnya.

Di pegunungan daerah Jayapura pada 1990-an pernah terjadi suhu ekstrem. Batuan es yang jatuh dari langit besarnya sepertiga bola sepak. "Itu karena kondisi pegunungan tiba-tiba lebih panas dibanding daerah sekitarnya," kata Armi.

Tingginya curah hujan juga bisa menjadi faktor pemicu hujan es. Uap air yang masih tergantung di awan mengalami pendinginan cepat, lalu jatuh menjadi es. Suhu saat hujan es berkisar minus 5-7 derajat Celsius di darat, sedangkan bunga es berkisar 1-2 derajat Celsius. Namun Armi berpendapat butiran es di Gunung Semeru itu tidak akan berubah menjadi salju, berbeda dengan di puncak Gunung Jayawijaya. "Karena faktor ketinggian, semakin tinggi semakin dingin," katanya.

Beruntung suhu ekstrem dingin ini secara umum tidak berdampak pada lahan pertanian warga di Desa Ranupane. Namun perlakuan khusus diberikan terhadap kebun milik taman nasional di Ranu Regolo. Tanaman yang masih muda ditutupi karung agar terhindar dari hawa dingin ekstrem kawasan Semeru.

Mahameru di ketinggian 3.676 meter di atas permukaan laut bakal tetap menjadi magnet bagi para pendaki. Hawa dingin tidak mengusir semangat mereka mendaki gunung tertinggi di Pulau Jawa ini. Tercatat 1.530 pendaki mencoba naik sejak Semeru dibuka kembali pada awal Mei lalu. Menurut Komandan Search and Rescue Kabupaten Lumajang Nugroho Dwi Atmoko, hampir 50 pendaki setiap hari meniti tanjakan-tanjakan curam di lereng Semeru.

Sandy Indra Pratama, David Priyasidharta (Lumajang), Anwar Siswadi (Bandung)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus