Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Obama, Megawati, dan Bakso Istana

Presiden Obama datang, Megawati pun hadir dalam jamuan makan malam di Istana. Siapa yang membujuknya?

15 November 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PRESIDEN Amerika Serikat Barack Hussein Obama "pulang kampung" ke Jakarta selama 22 jam, di jaring sosial Twitter ada tweet begini: ternyata hanya Obama yang bisa mempertemukan SBY dan Megawati. Benar. Sejak memegang tampuk pemerintahan pada Oktober enam tahun lalu, baru dalam jamuan makan malam untuk Obama itulah, Selasa malam pekan lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono duduk satu meja dengan mantan presiden Megawati Soekarnoputri. Bahkan inilah pertama kali Megawati menginjak Istana sejak Yudhoyono berkuasa.

Megawati datang berkebaya putih dengan selendang ungu. Ia duduk di samping Michelle Obama. Di samping istri Obama itu duduk Presiden Yudhoyono—yang bersama Ibu Negara mengapit Presiden AS ke-44 itu. Artinya, Megawati dan Yudhoyono hanya "dipisahkan" oleh Michelle. Di samping kanan Ani Yudhoyono adalah Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Taufiq Kiemas. Kepada tamunya malam itu, Yudhoyono memperkenalkan Megawati sebagai Presiden RI kelima. Bukan sebagai istri Ketua MPR? Taufiq Kiemas memastikan, "Undangan memang bukan atas nama Nyonya Taufiq," katanya di Gedung Majelis Permusyawaratan Rakyat, Jakarta, Jumat pekan lalu.

Yudhoyono menggantikan Megawati yang kalah dalam pemilihan presiden langsung pertama di Indonesia pada 2004. Sejak itu hubungan keduanya memburuk. Megawati tak pernah memberikan pidato kepada publik untuk memberikan ucapan selamat atas kemenangan mantan anak buahnya di kabinet itu. Yudhoyono, Menteri Koordinator Politik dan Keamanan ketika Megawati memerintah, bahkan dalam dua pemilu mengalahkan Megawati, yang pada 2004 berpasangan dengan Hasyim Muzadi dan pada 2009 berkongsi dengan Prabowo Subianto.

Ternyata perjuangan membawa kembali Mega ke Istana cukup berliku. Dalam jamuan makan malam untuk Obama itu, Megawati sebagai istri Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat sebenarnya punya hak protokoler untuk mendampingi suami. Kalau Ketua MPR diundang, artinya istrinya pun sudah "satu paket" dalam undangan itu. Tapi Megawati menolak "paket" itu, menurut sumber Tempo. Akhirnya Menteri-Sekretaris Negara Sudi Silalahi mengirimkan dua undangan ke Jalan Teuku Umar, kediaman Taufiq-Megawati. Satu undangan untuk Taufiq, satu lagi buat Megawati.

Undangan boleh terpisah, tapi perkara tak lantas beres. Hingga pukul tiga sore, Selasa pekan lalu itu, Megawati tak juga memberikan jawaban. Ia bahkan masih berada jauh dari Jakarta, di vila pribadi di Gadog, kawasan Puncak, Bogor, bersama sejumlah orang dekatnya. Sumber itu mengabarkan bahwa ketika di Gadog itu Taufiq Kiemas menelepon. Ia membujuk agar Megawati mau datang. Namun Mega tidak menjawab seketika itu. "Susah memang. Bu Mega ini perempuan Jawa," ujar Taufiq.

Sekitar pukul empat sore, Megawati tiba kembali di Jalan Teuku Umar, Jakarta. Taufiq memanfaatkan kedatangan Mega untuk meyakinkan istrinya. Menurut Taufiq, Megawati lebih dulu bertanya tentang posisi duduknya dalam jamuan itu. Taufiq Kiemas kemudian menelepon Menteri-Sekretaris Negara Sudi Silalahi. "Pak Sudi setuju kami berdua duduk mendampingi Presiden Yudhoyono dan Obama," kisah Taufiq. Sudi mengatakan, dalam jamuan makan untuk tamu negara, mantan Presiden RI sesungguhnya selalu mendapat undangan. "Bu Mega kami undang sebagai Presiden RI kelima," ujar Taufiq mengutip Sudi Silalahi.

Seorang sumber menyatakan baru sekitar pukul lima sore Megawati memastikan akan datang. Orang dekat keluarga ini membisikkan, sikap Istana yang mau meladeni "kerewelan" Megawati ini punya andil besar dalam kedatangan Mega ke Istana. Sudi Silalahi, menurut sumber itu, terus mencari informasi tentang kepastian kedatangan Megawati melalui telepon kepada Taufiq Kiemas.

Harus diakui, Taufiq pun tak kurang gigih meyakinkan istrinya. Ia membujuk Megawati dengan mengatakan ini saatnya menunjukkan kepada dunia bahwa demokrasi di Indonesia berjalan mulus. Kedatangan Mega akan mempertontonkan kepada dunia bahwa peralihan kekuasaan dari Megawati kepada Yudhoyono tidak bermasalah. Taufiq juga menjelaskan ke Megawati, dunia internasional perlu tahu bahwa pemilihan presiden langsung di Indonesia berlangsung secara demokratis tanpa ganjalan.

Malam itu Megawati tiba setengah jam lebih awal. Heru Lelono, staf khusus presiden bidang informasi, menemani Megawati sebelum Obama tiba. Ia menyebut Megawati adalah orang yang memahami protokoler. "Undangan lain banyak yang telat," kata Heru. Kedatangan Megawati, kata Heru, selain atas undangan Yudhoyono, dengan persetujuan Presiden Obama.

Itu sebabnya, Heru tak kaget ketika setelah pembawa acara mengucapkan selamat datang dan musik gamelan bumbung Bali disuguhkan, tiba-tiba Obama beranjak dari kursi dan berjalan melalui belakang kursi Yudhoyono dan Michelle. Ia menghampiri Megawati dan mengajaknya bersalaman. Saat itu Megawati dalam posisi tetap duduk di kursi. "Obama tahu Megawati adalah anak presiden pertama Sukarno dan ketua umum partai besar di Indonesia," kata Heru.

Obama kembali menyalami Megawati sebelum jamuan makan malam selesai. Kali ini Megawati berdiri dengan disaksikan Yudhoyono dan Taufiq Kiemas. Menurut Taufiq, Obama mengucapkan terima kasih kepada Megawati karena mau datang malam itu. Obama juga bertanya apakah Megawati mempunyai anak laki-laki yang terjun ke dunia politik. Megawati menyatakan ia punya anak perempuan, tentu yang dimaksud adalah Puan Maharani, yang kini ketua bidang politik dan hubungan antarlembaga PDI Perjuangan.

Berbeda dengan Megawati yang undangannya dikirim sejak tiga hari sebelum acara, tetamu lain mendapat undangan pada Selasa siang, beberapa jam sebelum jamuan. Ahli ekonomi pertanian H.S. Dillon juga diundang "mendadak". Bagian protokol Istana menelepon Dillon untuk hadir dan mengirim kurir untuk mengambil undangan di Istana.

Toh, jamuan makan berjalan lancar. Penyaji hidangan sibuk menyiapkan makanan kesukaan Obama. Seorang pegawai Istana mengatakan, jika ada perhelatan makan malam, jasa katering akan dipakai. Juru masak Istana tak mampu menyelenggarakan acara dengan begitu banyak tamu. "Juru masak Istana hanya memasak untuk hidangan sehari-hari presiden dan keluarga," kata pegawai ini.

Bakso dan nasi goreng yang disukai Obama malam itu tersedia. Ada juga emping dan kerupuk. Istana juga menyiapkan rambutan. Selain menu itu, ada bebek asap asparagus, ayam kremes, telur ceplok, sate daging bumbu kacang, udang galah goreng tepung, acar, kerupuk udang, dan pisang bakar keju berteman es krim kopyor. "Saya pastikan sajian bakso, nasi goreng, dan rambutan dihidangkan. Saya tahu masakan itu kegemaran Yang Mulia dari intelijen," kata Presiden Yudhoyono kepada tamunya.

Obama kelihatan puas menikmati makanan Indonesia. "Semua enak," kata dia dalam bahasa Indonesia. Obama juga menyampaikan memori masa kecil ketika dia tinggal di Jakarta pada 1967-1971. Obama kecil tinggal bersama ayah tirinya, Lolo Soetoro, dan Ann Dunham, ibundanya, di Menteng Dalam. Pria kelahiran Honolulu, 4 Agustus 1961, ini mengulang cerita tentang kenangan masa bocah itu ketika memberikan kuliah umum di kampus Universitas Indonesia Depok, Rabu pagi. "Pulang kampung nih," kata Obama dalam bahasa Indonesia. Tepuk tangan dan tawa pun bergemuruh. Obama dan Michelle sempat pula bertandang ke Masjid Istiqlal.

Di luar "kangen-kangenan" itu, kedatangan Obama mengembuskan angin segar bagi hubungan Indonesia-Amerika Serikat. Ada tawaran hibah 24 pesawat tempur F-16A bekas. Syaratnya: Indonesia mau memperbaiki dulu pesawat itu. "Sedang kami kaji tawaran itu," kata juru bicara Kementerian Pertahanan, Brigadir Jenderal I Wayan Midhio. Ada dua pilihan, menerima hibah pesawat bekas atau membeli enam pesawat F-16A baru. Enam pesawat baru itu nilainya setara dengan 24 pesawat bekas.

Obama juga berjanji menambah jatah bangku buat mahasiswa Indonesia yang belajar di Amerika Serikat. Tahun depan Obama berjanji akan datang lagi, bersama dua putrinya, Malia dan Sasha. Apakah semua janjinya akan terlaksana? Masih harus ditunggu—sebelum ia datang kembali dan menikmati Yogya atau Bali.

Sunudyantoro, Eko Ari Wibowo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus