Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Ongen Setelah Dua Purnama

Dikaitkan dengan kematian Munir, Ongen Latuihamallo muncul di muka publik. Ia mengaku berada di tempat yang salah.

11 Juni 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEJUMLAH polisi kini mengitari musisi Ongen Latuihamallo dan keluarganya. Walau tak berseragam, senjata serbu Styer selalu tersandang di punggung para anggota Gegana Brigade Mobil itu. Dua di antaranya ikut mengawal sang musisi ketika menggelar konferensi pers di Restoran Sizzler Dukuh Atas, Jakarta Pusat, Rabu sore pekan lalu.

Konferensi pers itu adalah kemunculan pertama Ongen setelah namanya dikaitkan dengan kematian aktivis hak asasi manusia Munir. Polisi menganggap pria 51 tahun bernama lengkap Raymond J.J. Latuihamallo itu sebagai saksi kunci untuk mengungkap aksi pembunuhan sang aktivis, 7 September 2004.

”Ada beberapa saksi, termasuk Ongen, yang betul-betul bisa membuka peristiwa pembunuhan Munir,” kata Komisaris Jenderal Bambang Hendarso Danuri, Kepala Bagian Reserse Kriminal Kepolisian Negara RI di DPR, Senin dua pekan lalu. ”Ongen kini dalam perlindungan khusus kepolisian.”

Ongen berada satu pesawat dengan Munir dalam penerbangan Garuda 974 Jakarta-Amsterdam. Ia duduk di kursi 50H dan Munir di 40G. Pencipta lagu rohani itu dicurigai karena, menurut beberapa saksi, terlihat duduk bersama Munir dan seorang pria lainnya di Coffee Bean, area transit Bandara Changi, ketika pesawat singgah di Singapura.

Kesaksian itu antara lain diungkapkan oleh Asrini, 25 tahun, penumpang kelas bisnis yang kini tinggal di Frankfurt, Jerman. Ia mengaku melihat Munir berbincang dengan dua pria di sofa Coffee Bean. Seorang berambut panjang, yang diyakini sebagai Ongen. Satu lainnya berperawakan lebih kurus, diduga sebagai Pollycarpus Budihari Priyanto, pilot Garuda yang dituduh terlibat kasus ini (lihat Tempo, 16-22 April 2007).

Polisi yakin, di Changilah Munir dihabisi. Sebelumnya, pada pengadilan yang mendudukkan Pollycarpus sebagai terdakwa, pembunuhan disebutkan terjadi di atas pesawat dalam penerbangan Jakarta-Singapura. Tapi hasil uji arsenik di tubuh Munir oleh laboratorium forensik CCL Tequika di Seattle, Amerika Serikat, mengubah kesimpulan lokasi pembunuhan itu.

Di Changi, Munir terlihat berinteraksi dengan penumpang lain di dua tempat: Coffee Bean dan ruang tunggu D42. Drupadi Dillon, istri pengamat pertanian H.S. Dillon yang duduk di kelas ekonomi nomor 58B, tidak melihat Munir makan atau minum sesuatu di ruang tunggu. Jadi, besar kemungkinan racun masuk ketika Munir berada di Coffee Bean.

Seorang penyidik, mengutip para saksi, menjelaskan bahwa saat itu Munir duduk bersebelahan dengan Pollycarpus. Sedangkan Ongen duduk di depan mereka. Informasi itulah yang dibantah Ongen bersama pengacaranya dalam konferensi pers pekan lalu.

Ongen mengaku minum teh di Coffee Bean pada saat transit untuk menelan obat. Ia mengatakan sama sekali tak berinteraksi dengan Munir. ”Saya hanya melihat almarhum duduk dengan seseorang,” katanya. Ongen menolak menjelaskan ciri-ciri orang yang bersama Munir itu dengan alasan ia tak ingin masuk ke substansi pemeriksaan polisi.

Bagaimana hubungan Ongen dengan Pollycarpus? Ongen mengatakan tidak mengenal pilot senior Garuda itu. Polly pun mengaku tidak mengenal Ongen. Namun, menurut seorang sumber, mereka sebenarnya pernah bertemu dalam acara kebaktian di rumah Richard Kapitalu, pilot senior Garuda, di kawasan Pamulang, Banten. ”Itu terjadi beberapa tahun lalu,” kata sumber itu.

Menurut Ozhak Emanuel Sihotang, pengacaranya, Ongen dipanggil sebagai saksi oleh Badan Reserse Kriminal pada 30 Maret silam. Ia lalu diperiksa empat hari kemudian di Markas Kepolisian Daerah Metro Jaya. Pada 4 April, ia terbang ke Belanda, menurut Ozhak, untuk memenuhi undangan beberapa gereja dan untuk mempromosikan album rohani terbarunya.

Ongen kembali ke Tanah Air pada 20 April melalui Kuala Lumpur, Malaysia. Dua penyidik ternyata sudah menjemputnya di sana. Ia langsung dibawa ke Singapura untuk melakukan prarekonstruksi kasus pembunuhan Munir di Bandara Changi. ”Tapi Coffee Bean di sana sudah pindah, jadi kami cuma lihat-lihat,” kata Ongen, yang dalam konferensi pers itu didampingi istrinya, Hendriette Ivone Pattinasarany, serta dua putri mereka, Inri Milasi Latuihamallo dan Sabilsa Diara Latuihamallo.

Hampir tengah malam pada 20 April itu, Ongen dan dua penyidik penjemputnya tiba di Cengkareng. Di sinilah terjadi insiden. Menurut sumber Tempo, dua orang anggota Badan Intelijen Negara berusaha merebut sang musisi dari tangan polisi (lihat ”Berebut Ongen di Bandara”, Tempo, 13 Mei 2007).

Ongen dan pengacaranya, dalam wawancara dengan SCTV, mengakui adanya ketegangan saat itu. ”Menurut penyidik, situasi saat itu tidak bagus dan berbahaya. Mereka kelihatan tegang, tapi saya tidak tahu apa yang terjadi,” kata Ozhak.

Sejak itulah polisi memberikan perlindungan khusus kepada Ongen dan keluarganya. Apalagi belakangan keluarga itu juga memperoleh teror melalui telepon. ”Macam-macam terornya, ada yang cuma bilang bahwa penelepon sudah tahu tempat sekolah anak Ongen,” kata sumber Tempo di kepolisian. Selama beberapa pekan mereka pun diungsikan ke sebuah tempat.

Sumber yang sama menyebut Ongen, pada awal-awal pemeriksaan oleh penyidik, tak banyak memberikan keterangan. Namun pelan-pelan ia membuka suara. Berusaha tenang, ia berdoa sebelum menjawab pertanyaan penyidik. Selama pemeriksaan, polisi menyodorkan sejumlah bukti, di antaranya jadwal keberangkatan Ongen ke Belanda pada tengah malam 6 September 2004.

Seorang petinggi polisi menyebutkan, sebelumnya Ongen beberapa kali membatalkan keberangkatannya ke Belanda. ”Hari itu (6 September 2004) dia berangkat, padahal seharusnya tidak bisa berangkat karena tidak ada seat,” kata sumber itu.

Sumber lain mengatakan Ongen sudah membuka sejumlah pengakuan kepada polisi. Dari pengakuan inilah, kata sumber itu, polisi membidik tiga orang yang dianggap tahu pembunuhan Munir. Dua di antaranya, kabarnya, kini sudah dalam pengawasan. Seorang lainnya sedang dilacak lebih lanjut. Dimintai konfirmasi tentang hal ini, Ozhak menolak menjawab. ”Itu bagian dari pemeriksaan polisi. Kita hormatilah wewenang kepolisian,” ujarnya.

Keterangan-keterangan Ongen, menurut Abdul Hakim Ritonga, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, akan dijadikan bukti baru guna mengajukan peninjauan kembali kasus ini ke Mahkamah Agung. Ia menganggap bukti itu belum cukup. Jadi, masih akan dilengkapi penyidik kepolisian. ”Ada yang belum nyambung dan butuh kesaksian lagi,” tuturnya.

Jaksa Agung Hendarman Supandji menyebut ada kesaksian tentang penyebab kematian Munir. Memang, kata dia, saksi itu tidak secara langsung melihat proses memasukkan racun arsenik yang kemudian membunuh Munir. ”Tapi rentetan penyebab kematian Munir semakin jelas dan terang,” kata Hendarman.

Apakah benar Ongen terlibat? Lelaki yang mengaku aktif dalam pelayanan gereja itu menjawab: ”Alangkah sialnya saya, andaikata karena berada di suatu tempat, lalu saya dituduh atau merupakan sasaran empuk untuk dijadikan tersangka.”

Budi Setyarso, Rini Kustiani

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus