Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Orang Santri Dari Mato Air

Azwar anas, 46, menggantikan harun zain sebagai gubernur sum bar. azwar sebagai santri yang cukup berada. posisinya menarik dikalangan ulama daerah. harapan masyarakat memberi iklim baru yang sehat.

8 Oktober 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

AZWAR Anas, 46 berwajah bersih. Kulitnya kuning langsat dan dicelah sisiran rambutnya yang tebal itu mulai mencuat uban satu-satu. Pembawaannya rapi. Ruangan kantornya di Indarung nampak apik. Meja kerjanya bebas dan tumpukan kertas atau map. "Kalau delegasi wewenang itu sudah jalan, buat apa lagi meja kita harus penuh kertas?", katanya sembari tertawa. Ketika ditanya mengenai rencananya bila sudah duduk di Rumah Bagonjong (kantor gubernur Sumatera Barat). Azwar mengatakan: "Buat saya yang penting adalah keredhaan Tuhan." Selebihnya ia merasa terlalu pagi untuk mengemukakan rencana kerja yang baginya merupakan lapangan baru. Hampir sama dengan Harun Zain ketika memulai tugas sebagai gubernur di Sumatera Barat ini, maka Azwar pun baru sekitar 6 tahun berada di daerah ini. Sebab separoh dari usianya berada di Jawa Barat. Azwar tergolong santri dari dulu. Lahir di Padang 2 Agustus 1931. Azwar merupakan anak nomor 4 dalam keluarga 11 bersaudara. Rumah orang tuanya di Mato Air, bertengger di sebuah bukit kecil di tepi jalan menuju Teluk Bayur. Potongannya cukup bagus. Itulah rumah Anas St Masabumi, yang di masa mudanya dulu menjabat hoofd opzichter. Azwar menyelesaikan pendidikan hingga sekolah lanjutan di perguruan Adabiyah, Padang Namun faham agama diperoleh Awar bukan melulu dari sekolah, melainkan juga katanya. "Ayah pun menanamkan disiplin agaknya dalam keluarga." Tak kurang dari ayahnya pula yang mengingatkan putera-puterinya (mereka terdiri dari 5 lelaki dan 6 perempuan, yang alhamdulilah utuh semua) agar "percaya kepada diri sendiri". Anwar mengutip nasehat lain dari orang tuanya yang dianggapnya penting yaitu: "Berbuatlah yang baik buat orang lain, tapi jangan yang menyenangkan orang." Petuah itu kini menjadi pegangannya sebagai penatalaksana perusahaan yang dipegangnya. Namun tindakannya memang tak segemuruh mesin pabrik semen itu, sehingga hampir tak banyak yang tahu bila Azwar pernah memecat karyawannya yang menyeleweng, meski kedua-duanya terbilang penting di Indarung. Azwar boleh dikatakan anak orang berada. Tapi seperti diungkapkannya, sejak umur 20 tahun ia sudah mencoba berdiri sendiri. Ketika selesai dari Sekolah Analis Kimia di Bogor. Azwar menjadi pegawai Dinas Perindustrian Rakyat. Sambil bekerja kemudian ia melanjutkan studi ke ITB untuk jurusan kimia. Semasa masih sekolah pula ia sempat menjadi asisten dosen di ITB. Selesai ITB ia lalu diminta sebagai dosen luar biasa pada Departemen Ilmu Kimia & Ilnu Hayat ITB, dan beroleh kesempatan melanjutkan pendidikan "Top Management Course Syracuse-university" di Amerika Serikat. Ia memasuki wajib militer ketika sudah menjadi dosen di ITB, yang dirintisnya dengan serangkaian pendidikan pula. Seperti Sekolah Perwira Cadangan Militer. Kursus Peroketan, Suslapa AD dan Sesko AD. Sehingga kemudian ia memegang beberapa jabatan militer, dimulai sebagai perwira staf Resimen Induk Peralatan AD di Cimahi. Lalu kepala dinas "A" pabrik peralatan AD di Bandung, kemudian Kepala Pusat Laboratorium Perindustrian AD, Kepala Pusat Karya Perindustrian AD dan di tahun 1969 menjabat Dirut PT Purna Sadhana Pindad. Orang hampir tak percaya kalau Azwar Anas yang sudah "senang" di rantau itu, mau diajak mudik oleh bisikan Harun Zain untuk membangun daerah. Tapi rupanya himbauan kampung halaman tak ditampiknya, meski ia harus mulai dari bawah lagi. Di tahun 1970 ke tangannya diserahkan PT Semen Padang, yang kondisinya amat buruk (bahkan sempat direncanakan untuk dijual saja sebagai barang kiloan besi tua, karena umurnya sudah 60 tahun). Sebagai seorang yang juga menempuh pendidikan militer kini pangkatnya Kolonel -- ia tentu mengkaji keadaan fisik pabrik yang morat-marit. Tapi di samping itu, ia juga melakukan semacam kejutan kecil: kepada para karyawan yang ada Azwar melancarkan dakwah agama. "Bila kita bekerja baik, ganjarannya akan berlipat ganda, baik di dunia maupun di akhirat. Marilah bekerja sesuai dengan keredhaan Tuhan," Azwar mengemukakan dalam berbagai kesempatan. Kini sudah umum diketatui semen Indarung kian menunjukkan peningkatan produksi maupun kebolehan tenaga kerja serta peralatannya. Lalu siapa penggantinya di Indarung? "Itu wewenang pak Menteri Yusuf buat menentukan orangnya," sahut Azwar. Selain memegang kendali pabrik semen Padang, Azwar juga merangkap jabatan Dirut PT Semen Baturaja. Ayah dari 4 anak ini (3 lelaki dan 1 perempuan, dan yang sulung tewas pada kecelakaan pesawat MNA di Padang 1971) toh tak melupakan kegiatan memelihara kondisi jasmaninya. Ia gemar bola. "Dan sekali-sekali juga main golf," katanya. Di Indarung, di lingkungan pabriknya ada sebuah klab sepakbola (Porsep) yang kelak berhasil menampilkan beberapa pemain andalan yang dipakai oleh bon Padang. Dari sinilah Azwar lalu terpilih sebagai Komda PSSI Sumatera Barat. Maka sekarang tak kurang dari 573 negeri di seantero daerah ini mempunyai kesebelasan yang diadu setiap tahum "Soal mutu belakangan, yang pokok nendang bola dulu," katanya. Lewat bola ini ternyata nama Azwar Anas menjadi beken, bukan hanya di mata urang awak, tapi juga bagi orang di daerah-daerah lain di Indonesia. Ia pernah keliling sekitar dua tahun yang lalu, yang diduga orang banyak sebagai salah satu cara Harun Zain "memperkenalkan" tokoh Azwar Anas ke dunia luas. Gubernur Harun Zain sendiri kepada TEMPO hanya tertawa lebar mendengar adanya kesan seperti itu. Tapi kegiatannya di luar Indarung memang bukan hanya bola. Azwar Anas dikenal juga sebagai Ketua Dewan Penyantun IKIP Padang dan sejak tahun 1972 rnenjadi anggota MPR-RI di Jakarta. Selain itu ia juga pernah Ketua Persatuan Insinyur Indonesia cabang Sumatera Barat (1972 - 1974). Namun yang agaknya menarik adalah posisi Azwar di kalangan kaum ulama daerah, seperti diungkapkan Kepala Majelis Ulama Sumbar, H. Mohamad Daud Dt Palimo Kayo: "Azwar adalah penasehat kami di majelis ulama" (TEMPO, 17 September). Ia pergi ke Mekah dua tahun lalu. Sikapnya yang santri ini, demikian harapan banyak urang awak, hendaknya membawa iklim baru yang lebih sehat di pemerintahan daerah Sumatera Barat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus