AZWAR Anas, 46 berwajah bersih. Kulitnya kuning langsat dan
dicelah sisiran rambutnya yang tebal itu mulai mencuat uban
satu-satu. Pembawaannya rapi. Ruangan kantornya di Indarung
nampak apik. Meja kerjanya bebas dan tumpukan kertas atau map.
"Kalau delegasi wewenang itu sudah jalan, buat apa lagi meja
kita harus penuh kertas?", katanya sembari tertawa.
Ketika ditanya mengenai rencananya bila sudah duduk di Rumah
Bagonjong (kantor gubernur Sumatera Barat). Azwar mengatakan:
"Buat saya yang penting adalah keredhaan Tuhan." Selebihnya ia
merasa terlalu pagi untuk mengemukakan rencana kerja yang
baginya merupakan lapangan baru. Hampir sama dengan Harun Zain
ketika memulai tugas sebagai gubernur di Sumatera Barat ini,
maka Azwar pun baru sekitar 6 tahun berada di daerah ini. Sebab
separoh dari usianya berada di Jawa Barat.
Azwar tergolong santri dari dulu. Lahir di Padang 2 Agustus
1931. Azwar merupakan anak nomor 4 dalam keluarga 11
bersaudara. Rumah orang tuanya di Mato Air, bertengger di sebuah
bukit kecil di tepi jalan menuju Teluk Bayur. Potongannya cukup
bagus. Itulah rumah Anas St Masabumi, yang di masa mudanya dulu
menjabat hoofd opzichter. Azwar menyelesaikan pendidikan hingga
sekolah lanjutan di perguruan Adabiyah, Padang Namun faham agama
diperoleh Awar bukan melulu dari sekolah, melainkan juga
katanya. "Ayah pun menanamkan disiplin agaknya dalam keluarga."
Tak kurang dari ayahnya pula yang mengingatkan putera-puterinya
(mereka terdiri dari 5 lelaki dan 6 perempuan, yang
alhamdulilah utuh semua) agar "percaya kepada diri sendiri".
Anwar mengutip nasehat lain dari orang tuanya yang dianggapnya
penting yaitu: "Berbuatlah yang baik buat orang lain, tapi
jangan yang menyenangkan orang." Petuah itu kini menjadi
pegangannya sebagai penatalaksana perusahaan yang dipegangnya.
Namun tindakannya memang tak segemuruh mesin pabrik semen itu,
sehingga hampir tak banyak yang tahu bila Azwar pernah memecat
karyawannya yang menyeleweng, meski kedua-duanya terbilang
penting di Indarung.
Azwar boleh dikatakan anak orang berada. Tapi seperti
diungkapkannya, sejak umur 20 tahun ia sudah mencoba berdiri
sendiri. Ketika selesai dari Sekolah Analis Kimia di Bogor.
Azwar menjadi pegawai Dinas Perindustrian Rakyat. Sambil
bekerja kemudian ia melanjutkan studi ke ITB untuk jurusan
kimia. Semasa masih sekolah pula ia sempat menjadi asisten
dosen di ITB. Selesai ITB ia lalu diminta sebagai dosen luar
biasa pada Departemen Ilmu Kimia & Ilnu Hayat ITB, dan beroleh
kesempatan melanjutkan pendidikan "Top Management Course
Syracuse-university" di Amerika Serikat.
Ia memasuki wajib militer ketika sudah menjadi dosen di ITB,
yang dirintisnya dengan serangkaian pendidikan pula. Seperti
Sekolah Perwira Cadangan Militer. Kursus Peroketan, Suslapa AD
dan Sesko AD. Sehingga kemudian ia memegang beberapa jabatan
militer, dimulai sebagai perwira staf Resimen Induk Peralatan AD
di Cimahi. Lalu kepala dinas "A" pabrik peralatan AD di Bandung,
kemudian Kepala Pusat Laboratorium Perindustrian AD, Kepala
Pusat Karya Perindustrian AD dan di tahun 1969 menjabat Dirut PT
Purna Sadhana Pindad. Orang hampir tak percaya kalau Azwar Anas
yang sudah "senang" di rantau itu, mau diajak mudik oleh bisikan
Harun Zain untuk membangun daerah. Tapi rupanya himbauan kampung
halaman tak ditampiknya, meski ia harus mulai dari bawah lagi.
Di tahun 1970 ke tangannya diserahkan PT Semen Padang, yang
kondisinya amat buruk (bahkan sempat direncanakan untuk dijual
saja sebagai barang kiloan besi tua, karena umurnya sudah 60
tahun).
Sebagai seorang yang juga menempuh pendidikan militer kini
pangkatnya Kolonel -- ia tentu mengkaji keadaan fisik pabrik
yang morat-marit. Tapi di samping itu, ia juga melakukan semacam
kejutan kecil: kepada para karyawan yang ada Azwar melancarkan
dakwah agama. "Bila kita bekerja baik, ganjarannya akan berlipat
ganda, baik di dunia maupun di akhirat. Marilah bekerja sesuai
dengan keredhaan Tuhan," Azwar mengemukakan dalam berbagai
kesempatan. Kini sudah umum diketatui semen Indarung kian
menunjukkan peningkatan produksi maupun kebolehan tenaga kerja
serta peralatannya. Lalu siapa penggantinya di Indarung? "Itu
wewenang pak Menteri Yusuf buat menentukan orangnya," sahut
Azwar.
Selain memegang kendali pabrik semen Padang, Azwar juga
merangkap jabatan Dirut PT Semen Baturaja. Ayah dari 4 anak ini
(3 lelaki dan 1 perempuan, dan yang sulung tewas pada kecelakaan
pesawat MNA di Padang 1971) toh tak melupakan kegiatan
memelihara kondisi jasmaninya. Ia gemar bola. "Dan sekali-sekali
juga main golf," katanya.
Di Indarung, di lingkungan pabriknya ada sebuah klab sepakbola
(Porsep) yang kelak berhasil menampilkan beberapa pemain andalan
yang dipakai oleh bon Padang. Dari sinilah Azwar lalu terpilih
sebagai Komda PSSI Sumatera Barat. Maka sekarang tak kurang dari
573 negeri di seantero daerah ini mempunyai kesebelasan yang
diadu setiap tahum "Soal mutu belakangan, yang pokok nendang
bola dulu," katanya.
Lewat bola ini ternyata nama Azwar Anas menjadi beken, bukan
hanya di mata urang awak, tapi juga bagi orang di daerah-daerah
lain di Indonesia. Ia pernah keliling sekitar dua tahun yang
lalu, yang diduga orang banyak sebagai salah satu cara Harun
Zain "memperkenalkan" tokoh Azwar Anas ke dunia luas. Gubernur
Harun Zain sendiri kepada TEMPO hanya tertawa lebar mendengar
adanya kesan seperti itu.
Tapi kegiatannya di luar Indarung memang bukan hanya bola. Azwar
Anas dikenal juga sebagai Ketua Dewan Penyantun IKIP Padang dan
sejak tahun 1972 rnenjadi anggota MPR-RI di Jakarta. Selain itu
ia juga pernah Ketua Persatuan Insinyur Indonesia cabang
Sumatera Barat (1972 - 1974).
Namun yang agaknya menarik adalah posisi Azwar di kalangan kaum
ulama daerah, seperti diungkapkan Kepala Majelis Ulama Sumbar,
H. Mohamad Daud Dt Palimo Kayo: "Azwar adalah penasehat kami di
majelis ulama" (TEMPO, 17 September). Ia pergi ke Mekah dua
tahun lalu.
Sikapnya yang santri ini, demikian harapan banyak urang awak,
hendaknya membawa iklim baru yang lebih sehat di pemerintahan
daerah Sumatera Barat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini