Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Pacar Naik Bus Lagi

Golkar mencabut dukungan untuk Ridwan Kamil di Jawa Barat. Koalisi Golkar-PDIP merembet ke Jawa Tengah.

24 Desember 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Pacar Naik Bus Lagi

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

EMPAT pengurus Partai Golkar Jawa Barat tampak kikuk ketika memasuki pendapa kantor Wali Kota Bandung pada Senin pekan lalu. Wali Kota Ridwan Kamil, yang sedang memberikan wawancara kepada wartawan, terlihat buru-buru menyudahi pembicaraan dan masuk ke ruang kerjanya. "Maaf, ya, saya harus ke Jakarta," katanya.

Ridwan tahu akan ada rombongan pengurus Golkar yang datang setelah ada seseorang yang membisikinya. Karena Ridwan sudah masuk ruang kerja, Wakil Sekretaris Golkar Jawa Barat Sarjono, yang memimpin rombongan, pun hanya menitipkan surat beramplop kuning dengan lambang Golkar yang mereka bawa kepada petugas keamanan. "Itu surat pencabutan dukungan dari Golkar untuk Ridwan Kamil," ujar Sarjono.

Surat yang dibawa Sarjono itu mengakhiri dukungan Golkar, pemilik 17 kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Barat, terhadap pencalonan Ridwan sebagai gubernur dalam pemilihan umum tahun depan. Golkar memutuskan mencabut surat penetapan dukungan kepada Ridwan menyusul pergantian Ketua Umum Golkar dari Setya Novanto, yang masuk penjara karena didakwa terlibat korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik, ke Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto.

Airlangga secara resmi mencabut surat Setya itu sehari sebelum Sarjono datang ke pendapa Kota Bandung tersebut. Sebagai gantinya, Airlangga menunjuk Ketua Golkar Jawa Barat Dedi Mulyadi sebagai calon gubernur atau wakil gubernur. "Fixed mendukung Dedi," kata Ketua Koordinator Pemenangan Pemilu Golkar Nusron Wahid setelah Airlangga menandatangani surat dukungan untuk Bupati Purwakarta itu.

Tanda-tanda naiknya dukungan untuk Dedi tampak ketika Airlangga mengeluarkan surat bernomor R-552/GOLKAR/XII/2017 tertanggal 17 Desember. Alasan resmi pencabutan dukungan itu adalah Ridwan tak kunjung menentukan calon wakilnya hingga 25 Desember. Padahal Golkar di bawah Setya Novanto sudah menyorongkan Daniel Mutaqqien, anggota DPR, sebagai pendampingnya pada 24 Oktober 2017.

Golkar meminta Dedi melobi partai lain untuk mendapatkan pasangan. Hingga saat ini, setidaknya ada tiga partai yang sedang mereka dekati, yakni Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Demokrat, dan Partai Hanura. Meskipun Dedi telah mengantongi tiket pencalonan, Nusron tidak bisa memastikan secara otomatis Dedi bakal menjadi calon gubernur. "Kalau cuma jadi wakil, ya, apa boleh buat," ujar Nusron.

Sebenarnya nasib Ridwan Kamil dan Dedi Mulyadi tak pernah terang sejak Golkar didera konflik internal. Pada September lalu, Sekretaris Jenderal Idrus Marham mengatakan partainya secara bulat mendukung Dedi. Masalahnya, meskipun Dedi sudah wira-wiri ke banyak tempat, elektabilitasnya selalu kalah dibanding Ridwan Kamil dan Wakil Gubernur Deddy Mizwar.

Setya Novanto pun memutuskan partainya mendukung Ridwan dengan menyorongkan calon wakil gubernur Daniel Muttaqien, anak mantan Bupati Indramayu, Irianto M.S. Syafiuddin. Sebelum didukung Golkar, Ridwan mendapat sokongan dari Partai NasDem, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Hanura.

Baru Ridwan, kala itu, yang sudah mengantongi dukungan cukup menjadi calon gubernur. Bintang Dedi langsung meredup dengan keputusan Setya Novanto itu. Ketika Deddy Mizwar berkunjung ke kantor Golkar di Bandung, Dedi berkelakar bahwa ia seperti "pacar yang ditinggalkan bus" untuk memarodikan film Pacar Ketinggalan Kereta tentang nasibnya di Golkar.

Kini bus itu telah kembali dan mengangkut Dedi. Peluangnya naik lagi ketika Komisi Pemberantasan Korupsi menahan Setya Novanto sehingga ia getol menyuarakan musyawarah luar biasa di Golkar untuk mengganti ketua umum. Ia pun mendukung Airlangga.

Saat Golkar menggelar rapat pleno pada Rabu dua pekan lalu, Dedi mengerahkan ratusan pendukungnya menghadiri rapat itu dan menyuarakan perlunya munaslub. Saat munaslub itu benar-benar terjadi pada Senin pekan lalu di Jakarta Convention Center, Dedi juga membawa serta pendukungnya dari Karawang, Bekasi, dan Purwakarta.

Kini Golkar sedang mencari koalisi untuk menggenapi dukungan menjadi 20 kursi. Ketua Harian Golkar Nurdin Halid menyuarakan koalisi dengan PDI Perjuangan, yang punya 20 suara. "Kami sedang melihat simulasinya, bisa Dedi Mulyadi dengan Anton Charliyan," ujar Nurdin.

Anton Charliyan adalah inspektur jenderal polisi yang pernah menjadi Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat. Ia kini menjabat Wakil Kepala Lembaga Pendidikan Kepolisian. Ketika menjadi Kepala Polda Jawa Barat, Anton kerap berseteru dengan kelompok Front Pembela Islam dalam soal demonstrasi.

Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menuturkan, partainya juga membuka peluang dengan Golkar di Jawa Barat. Ketua Umum Megawati Soekarnoputri, kata dia, telah menugasinya bertemu dengan Airlangga Hartarto untuk membahas peluang koalisi. "Ada semangat bergandengan tangan," ucap Hasto.

Tapi Nusron Wahid menyuarakan koalisi dengan Demokrat, yang sudah mencalonkan Deddy Mizwar. Suara Nusron didukung oleh politikus yang cemas pasangan Dedi-Anton atau Anton-Dedi tak meraup suara kelompok Islam. "Kami sedang berkomunikasi dengan partai lain," kata Nusron.

Adapun Dedi mengatakan peluang koalisi masih terbuka lebar dengan partai mana pun. Apalagi partai pendukung Ridwan Kamil juga goyah setelah Golkar mencabut dukungan. Di pihak lain, kemunculan Sudrajat, mantan juru bicara Tentara Nasional Indonesia, yang dicalonkan Partai Gerindra, membuat Partai Keadilan Sejahtera juga terpikir bergabung dengan menyorongkan Ahmad Syaikhu dan meninggalkan Deddy Mizwar. "Yang sudah terjadi saja bubar, apalagi yang belum terjadi," ujar Dedi.

Pergantian Ketua Umum Golkar dan pencabutan dukungan untuk Ridwan Kamil juga membuat para pengurus partai ingin ada perubahan dukungan buat pemilihan kepala daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di Jawa Timur, kata Nurdin, kader Golkar meminta Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengkaji pilihannya terhadap Bupati Trenggalek Emil Dardak.

Menurut Nurdin, Golkar Jawa Timur menilai Khofifah bakal lebih menjual jika dipasangkan dengan Bupati Ponorogo Ipong Muchlissoni, yang juga kader Partai Gerindra. "Kalaupun masih bisa ditinjau, ya, wakilnya," ujar Nurdin.

Khofifah akan menantang Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf, yang sudah menggandeng Bupati Banyuwangi Azwar Anas. Saifullah mendapat dukungan dari PDI Perjuangan. Khofifah-Saifullah telah bertemu tiga kali dalam pemilihan gubernur di Jawa Timur dan bersaing ketat dalam berebut suara pengikut Nahdlatul Ulama.

Sementara itu, untuk Jawa Tengah, Nusron Wahid mengatakan partainya sudah pasti tak mengusung mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said, yang disokong Gerindra. Golkar, kata dia, ada kemungkinan berkoalisi dengan PDI Perjuangan, yang akan kembali mencalonkan Gubernur Ganjar Pranowo.

Golkar, menurut Nusron, sudah punya nama-nama untuk diusung sebagai kandidat gubernur atau wakil gubernur. Salah satunya Kepala Badan Narkotika Nasional Komisaris Jenderal Budi Waseso, yang akan pensiun Maret tahun depan. "Saya belum punya pikiran ke sana," ujar Waseso.

Wayan Agus Purnomo, Istman Musaharun, Adam Prireza (jakarta), Aminuddin (bandung)


Golkar Berebut Ketua DPR

SETELAH terpilih secara aklamasi menjadi Ketua Umum Partai Golkar, saku baju Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto tak cukup untuk menampung proposal nama-nama yang berebut menjadi pejabat di partai Orde Baru itu. Kelakar ia pakai untuk menggambarkan betapa banyak faksi di Golkar dengan kepentingan masing-masing. "Nanti akan indah pada waktunya," katanya.

Di tangan Airlangga, akan ada banyak keputusan penting soal jabatan ini, tak hanya di partai. Kursi Ketua Dewan Perwakilan Rakyat kini kosong karena ditinggalkan Setya Novanto, Ketua Umum Golkar yang masuk penjara karena didakwa korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik. Kursi Ketua DPR itu tetap menjadi jatah Golkar kendati pejabatnya mundur.

Faksi-faksi di Golkar berebut menyodorkan calon mereka untuk posisi mentereng itu. Ada Agus Gumiwang Kartasasmita dan Ketua Komisi Hukum Bambang Soesatyo- pemilik satwa liar yang diduga melanggar aturan kepemilikan satwa dilindungi. Agus dan Bambang adalah dua nama yang disokong oleh faksi berbeda.

Agus disokong oleh kelompok yang disebut kubu Jenggala- sebutan untuk politikus Golkar yang menjadi pendukung Wakil Presiden Jusuf Kalla. Kalla pernah memimpin Golkar dan masih punya pengaruh kuat di partai ini. Seorang pentolannya adalah Ibnu Munzir, yang getol menyuarakan Musyawarah Nasional Luar Biasa Golkar untuk menggusur Setya Novanto.

Sedangkan Bambang disokong oleh kelompok Nusron Wahid, Ketua Pemenangan Pemilihan Umum Golkar, yang juga getol menggusur Setya Novanto. Sejak usul munaslub mencuat, Bambang menyatakan mendukung Airlangga. Ia menolak diajak oleh Ketua Badan Anggaran DPR Aziz Syamsuddin bertarung melawan Airlangga dalam perebutan Ketua Umum Golkar.

Adapun Ibnu Munzir disorongkan menjadi sekretaris jenderal, menggantikan Idrus Marham. Ibnu Munzir dan Agus Gumiwang bahu-membahu mengamankan suara dukungan untuk Airlangga agar tak tergusur sebagai calon ketua umum pengganti Setya Novanto dengan menjadi ketua pelaksana musyawarah. "Kami hanya bersiap tiga hari," ujarnya.

Beberapa politikus yang menyokong Airlangga juga kini saling sikut berebut jabatan. Mereka menamainya "saham" di Airlangga karena telah berhasil mengantarkannya menjadi ketua umum partai kedua terbesar di Indonesia ini.

Airlangga sadar banyak faksi di Golkar yang menjadi pendukungnya dan berebut posisi. Ia mengatakan kubu-kubu itu akan ia satukan untuk menyambut hajatan politik, seperti pemilihan kepala daerah, pemilu legislatif, dan pemilu presiden dua tahun lagi. "Kami harus bermain menyerang," kata Airlangga.

Soal faksi-faksi di Golkar ini juga disinggung Presiden Joko Widodo saat membuka Musyawarah Nasional Luar Biasa Golkar pada Senin pekan lalu. Jokowi mengatakan bahwa ia tahu di partai ini ada faksi Jusuf Kalla, Akbar Tandjung, Aburizal Bakrie, Luhut Binsar Panjaitan, hingga Agung Laksono. "Saya tahu ada grup-grup besar di Golkar," ujarnya.

Karena terlalu sengit pertarungannya, Airlangga memilih tak buru-buru menunjuk orang duduk di posisi-posisi strategis. Untuk Ketua DPR, ia akan memutuskannya setelah lewat tahun baru 2018. "Masih ada Januari. Tunggu saja," katanya.

Wayan Agus Purnomo, Hussein Abri Yusuf

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus