HAMPIR sama dengan proses pencalonan Abdullah Silondae di
Sulawesi Tenggara, pencalonan Kolonel Andi Odang untuk Gubernur
Sulawesi Selatan juga didahului sedikit perbedaan faham.
Sampai-sampai Ketua DPRD Sulawesi Selatan Abdul Latif,
mengumumkan niatnya untuk mengundurkan diri sesaat setelah
pengganti Gubernur Ahmad Lamo dilantik.
Pernyataan Latif ini dikeluarkannya begitu ia sampai di Ujung
Pandang dari perjalanan ke Jakarta untuk membicarakan soal
pengganti Ahmad Lamo dengan Departemen Dalam Negeri. Soalnya:
dikabarkan karena kalangan DPRD mempunyai pilihan berbeda dengan
pilihan yang didukung Pusat.
Tapi bagaimanapun juga masyarakat Sulawesi Selatan menaruh
harapan besar terhadap Kolonel Andi Odang, calon pengganti Ahmad
Lamo yang akan dilantik pertengahan pekan depan.
Setidak-tidaknya diminta agar ia lebih terbuka dan lincah
dibanding Ahmad Lamo. Banyak kritik kepada masa Lamo, mungkin
karena ia dianggap tidak semenonjol Walikota Ujung Pandang
Patompo -- yang lebih sering dimuat di koran itu. Mungkin karena
Lamo tahu, bahwa popularitas bukanlah kunci selamat. Apa artinya
popularitas dibanding dengan dukungan dari atas?
Belum tentu pengganti Lamo, Andi Odang, akan seperti itu.
Sebelum tampil sebagai calon Gubernur Sulawesi Selatan, Andi
Odang adalah Kepala Staf Kodam XIV Hasanuddin. Ia lahir di
Barru, salah sebuah kota kabupaten di Sulawesi Selaun, 52 tahun
yang lalu Ayahnya adalah Daeng Parani, seorang pejuang daerah
yang dibunuh Westerling. Karirnya sebagai militer lebih banyak
berlangsung di luar Sulawesi Selatan: TRI Laut di Sidoardjo,
gerilya di Jawa Timur dan turut menumpas pemberontakan komunis
di Madiun. Sewaktu Batalion Worang mendarat di Sulawesi Selatan,
Odang adalah salah seorang komandan kompinya. Sebelum kembali
ke Sulawesi Selatan selama 11 tahun ia bertugas di Kalimantan
Barat, mulai Komandan Kodim, Asisten Wakil Kepala Staf dan
Komandan Korem.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini