Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Para gubernur: yang mundur & yang muncul

Aloysius benedictus mboi, 43, tamatan fkui, eks kepala lembaga kedokteran preventip angkatan darat di jakarta menjadi gubernur ntt, menggantikan almarhum el tari. dia belum punya konsep. (dh)

17 Juni 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JIKA Madjid Ibrahim di Aceh segera berhadapan dengan sisa-sisa bencana alam, maka Kolonel dr. Aloysius Benedictus Mboi sebagai calon Gubernur Nusa Tenggara Timur, harus segera menguasai bekas kelaparan di Kabupaten Sikka yang terkenal sejak dua bulan lampau. "Secara fisiologi tak mungkin seorang yang kekurangan makan dua minggu pisiknya merosot begitu cepat sebagaimana kita lihat foto-fotonya di koran," kata dr. Ben Mboi tentang kelaparan itu. Rupanya ia hendak menuturkan, bahwa tentulah para korban itu sebelumnya telah mengalami kekurangan makan melalui proses yang cukup lama. Karena itu, katanya, pada waktunya kelak NTT harus dilibatkan dalam pelaksanaan transmigrasi. Paling tidak transmigrasi lokal, dalam arti pemukiman kembali penduduk. Untuk itu, "masalahnya tak bisa ditangani dengan tindakan darurat, tapi harus secara strategis jangka panjang." Ben Mboi belum mau mengungkapkan rencana konkritnya bagi NTT. Calon Gubernur NTT yang akan dilantik 1 Juli ini, menggantikan Almarhum El Tari, mengaku belum punya konsep. Ia ingin melihat dan berdialog dengan berbagai pihak dulu di daerah itu. "Saya dokter," katanya, "diagnosa yang baik adalah setengah dari pengobatan. Karena itu ia pernah mengungkapkan, jika harus memilih lebih suka jadi gubernur atau menteri kesehatan, ia memilih yang terakhir ini. Bukan karena ambisinya terlampau besar. Tapi karena untuk jadi menteri itu, "saya sudah punya konsep. Sedang untuk menjadi gubernur belum." Tapi Ben Mboi bukannya tak mengenal Propinsi NTT. Ia putera asli daerah itu. Lahir di Ruteng, Flores 22 Mei 1935, kedua orang tuanya adalah warga Flores asli. Selanjutnya, hanya beberapa waktu saja ia meninggalkan daerah itu. Setelah menyelesaikan SMA-nya di Kupang, ia memasuki Fakultas Kedokteran UI di Jakarta. Begitu menggondol gelar dokter (1961) ia menjadi Komandan Detasemen Kesehatan (tingkat Kodim) di Endeh, lalu Komandan Kesehatan (tingkat Korem) di Kupang. Ia meninggalkan daerahnya lagi baru 4 tahun lalu untuk menjadi Kepala Lembaga Kedokteran Preventip Angkatan Darat di Jakarta. Sampai pencalonannya sebagai Gubernur NTT. Karirnya sebagai militer maupun sebagai dokter dijalaninya secara serentak: ia pernah tercatat dalam Operasi Trikora sebagai salah satu anggota RPKAD. Mempunyai 3 orang putera-puteri, isterinya, dr. Nafsiah Mboi adalah Kepala Lembaga Transfusi Darah DKI Jaya. Sang isteri, seorang wanita bergelar Andi kelahiran Sengkang Sulawesi Selatan, adalah teman sealmamater sang suami di FK-UI.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus