Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Yahya Ombara kini mulai hafal di luar kepala arti rambu-rambu lalu lintas kereta api. Ia, misalnya, mampu menjelaskan arti periuk gandar golong. ”Itu ketentuan rem harus aktif ketika kereta berhenti,” kata pengusaha asal Yogyakarta itu.
Kereta api merupakan bidang baru yang kini dihadapi Yahya. Sejak diangkat menjadi komisaris PT Kereta Api Indonesia, akhir Agustus lalu, ia rajin menyusuri rel sepanjang Jawa. Bersama jajaran direksi perusahaan itu, Yahya pun ikut sibuk mengurus persiapan arus mudik tahun ini.
Yahya adalah salah satu nama baru dari beberapa nama yang dikenal dekat dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang menjadi komisaris di perusahaan negara. Puluhan nama lain telah mengisi posisi yang sama. Sebagian besar anggota tim sukses Yudhoyono-Jusuf Kalla pada pemilihan presiden 2004.
Dalam daftar tim kampanye Yudhoyono-Kalla, Yahya Ombara tercatat sebagai sekretaris seksi pembinaan, penggalangan, dan pengerahan massa. Jauh sebelum masuk tim sukses itu, ia dikenal sebagai pengusaha wartel di Yogyakarta. Ia sama sekali belum pernah memiliki pengalaman dalam bidang perkeretaapian, kecuali ia sering memakai jasa transportasi itu dulu tatkala masih kuliah. Pengalaman lain pria 52 tahun itu dengan kereta: di belakang rumahnya membujur rel lintas Sumatera.
Karena itu, ketika Menteri Negara BUMN Sofyan Djalil melantiknya menjadi komisaris PT KAI, nama Yahya menarik perhatian publik. Ia, juga Dino Patti Djalal, juru bicara kepresidenan, dan Saifullah Yusuf, mantan Menteri Negara Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal, masuk daftar pejabat yang ditetapkan menjadi komisaris perusahaan negara. Dino diangkat menjadi komisaris PT Danareksa, sementara Saifullah didapuk menjadi komisaris PT BRI, bank pelat merah yang meraup keuntungan terbesar tahun lalu.
Dino memang tak tercantum dalam daftar tim kampanye SBY, tapi ia termasuk kelompok Cikeas, yakni mereka yang sering terlihat di kediaman Yudhoyono setelah sang calon presiden dipastikan menang dalam pemilihan. Namun Dino menampik pengangkatannya sebagai komisaris Danareksa berkaitan dengan kedekatannya dengan Presiden. Soal kompetensinya mengisi posisi itu, ia berujar, ”Lihat saja daftar riwayat hidup saya.” Menurut Said Didu, Sekretaris Kementerian BUMN, Dino pernah menjadi staf ahli direksi Danareksa.
Yahya Ombara pun mengaku posisi barunya di PT KAI tak berhubungan dengan statusnya sebagai mantan anggota tim sukses Yudhoyono. Ia menyatakan Sofyan Djalil memintanya ikut membenahi manajemen kereta api di Tanah Air. ”Pak Sofyan cukup mengerti profesionalisme saya,” kata penulis buku Presiden Flamboyan SBY yang Saya Kenal itu.
Saifullah Yusuf juga menyatakan diminta Sofyan Djalil untuk menempati posisi barunya setelah ia dicopot dari Kabinet Indonesia Bersatu. Menurut dia, Sofyan Djalil menganggap pengalamannya sebagai Menteri Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal sangat diperlukan untuk BRI. ”Saya jawab, kalau dipandang pantas, ya saya siap,” ujarnya.
Meski telah disetujui dalam Rapat Umum Pemegang Saham BRI, 5 September lalu, Saifullah Yusuf masih harus menunggu hasil uji kelayakan dan kepatutan Bank Indonesia. Karena ada larangan aktivis partai politik menjadi pengurus bank, kabarnya ia telah mengundurkan diri dari Partai Persatuan Pembangunan.
PADA 2004, ada sejumlah kelompok yang dibentuk untuk memenangkan Yudhoyono-Jusuf Kalla. Yang pertama, tentu saja, tim kampanye nasional pimpinan M. Ma’ruf, mantan Menteri Dalam Negeri. Tim inilah yang didaftarkan ke Komisi Pemilihan Umum.
Tim kampanye nasional disusun dari berbagai unsur pendukung Yudhoyono-Kalla, yaitu komunitas kedua tokoh, Partai Demokrat, Partai Bulan Bintang, serta Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia. Semua personel tim ini sekaligus berperan menjadi juru kampanye pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Di luar tim kampanye nasional, ada beberapa nama yang diangkat menjadi staf khusus Yudhoyono. Menurut Yahya Ombara dalam bukunya Presiden Flamboyan SBY yang Saya Kenal, mereka dikenal sebagai tim Cikeas. Anggota tim ini sering terlihat berada di sekitar Yudhoyono, baik saat kampanye di panggung maupun silaturahmi di pondok pesantren.
Menurut Yahya, ada kelompok lain yang bekerja seperti bayangan. Mereka berada di luar struktur tapi selalu dekat dengan Yudhoyono atau Jusuf Kalla. Ada pula figur atau kelompok ”relawan” yang jelas-jelas mendukung Yudhoyono, seperti kelompok Blora Center pimpinan Sudi Silalahi.
Satu kelompok lain yang tak kalah penting adalah Tim Sekoci pimpinan Mayor Jenderal (Purn.) Soeprapto. Tim ini berkantor di Sportmall Kelapa Gading, Jakarta Utara. Hampir semua anggota kelompok ini adalah pensiunan tentara alumni Akabri 1970–1973. Kini para bekas anggota Tim Sekoci membentuk lembaga nonpemerintah Sekoci Indoratu.
Sebagian tokoh penting dari tim kampanye nasional masuk gerbong kabinet, yaitu Widodo A.S., Ma’ruf, Yusril Ihza Mahendra, Sudi Silalahi, Sofyan Djalil, Rahmat Witoelar, M.S. Kaban, Taufiq Effendi, serta Syamsir Siregar. Sebagian lainnya menduduki pos lain, seperti M. Lutfi sebagai Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, Djoyo Winoto sebagai Kepala Badan Pertanahan Nasional, dan M. Yasin menjadi Sekretaris Dewan Ketahanan Nasional.
Ada pula yang diangkat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden, yaitu T.B. Silalahi dan Budi Santoso. Sedangkan yang lain ditunjuk menjadi staf khusus Presiden, seperti Heru Lelono, Sardan Marbun, Irvan Edison, dan Djali Yusuf. Bagaimana yang lain? Sebagian mengisi posisi komisaris di berbagai perusahaan negara.
Mayjen (Purn.) Soeprapto termasuk ”gelombang pertama” yang menjadi komisaris. Ketua Tim Sekoci ini ditunjuk menjadi komisaris independen PT Indosat pada Juni 2005. Lalu ada pula Mayor Jenderal (Purn.) Samsoeddin, sekretaris jenderal tim kampanye nasional SBY-JK, yang diangkat menjadi komisaris PT Jasa Marga (untuk nama-nama lain, lihat Para Komisaris itu).
Di antara anggota tim sukses lain muncul Andi Arif, Syahganda Nainggolan, dan Aam Sapulete. Andi, aktivis mahasiswa yang diculik Tim Mawar Kopassus, diangkat menjadi komisaris PT Pos Indonesia. Syahganda didaulat menjadi komisaris PT Pelindo. Adapun Aam Sapulete menjadi komisaris PT Perkebunan VII (Lampung).
Menurut Yahya Ombara dalam buku Presiden Flamboyan SBY yang Saya Kenal, Andi, Syahganda, dan Aam adalah aktivis yang tidak begitu tampak selama masa kampanye. Walau begitu, menurut dia, mereka memiliki hubungan khusus dengan Yudhoyono dan Sudi Silalahi.
Syahganda mengaku membantu kampanye Yudhoyono dalam putaran kedua, tapi ia mengatakan tidak mengetahui apakah Yudhoyono mengetahui bantuan dirinya. ”Jadi, saya tidak menganggap posisi saya sebagai komisaris Pelindo berhubungan dengan itu,” ia menambahkan.
Said Didu mengatakan, para komisaris itu tidak diangkat karena peran mereka selama masa kampanye. ”Jangan dicocok-cocokkanlah. Mereka ini kami pilih karena memiliki keahlian masing-masing. Jangan terlalu dipolitisasi,” kata Sekretaris Kementerian BUMN itu kepada Tempo.
Ada beberapa cara para mantan anggota tim sukses itu direkrut menjadi komisaris. Sebagian diusulkan oleh kelompok tertentu, termasuk partai politik. Pada akhir 2004, misalnya, Institut Lembang Sembilan, lembaga yang dibentuk orang-orang di sekitar Wakil Presiden Jusuf Kalla, mengajukan puluhan nama kepada Menteri Pekerjaan Umum.
Said Didu mengakui adanya usul nama calon komisaris perusahaan negara dari berbagai kelompok. Menurut dia, 80 persen calon komisaris yang masuk pencalonan berasal dari kalangan nonprofesional, termasuk kalangan partai itu. ”Tapi mereka kami perlakukan sama saat seleksi. Kami tidak lihat latar belakangnya,” tuturnya.
Menteri Sofyan Djalil pun menjamin posisi mereka di perusahaan negara tidak ada hubungannya dengan persiapan Yudhoyono menghadapi 2009. Ia menunjuk pengawas perusahaan negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, serta Komisi Pemberantasan Korupsi. ”Pengawasan sekarang luar biasa ketat. Kalau menitipkan komisaris, mau cari apa?” katanya.
Menurut sumber Tempo, daftar komi- saris itu akan segera bertambah. Mayjen (Purn.) Achdari, mantan wakil ketua tim kampanye nasional SBY-JK, kabarnya akan segera menjadi komisaris PT Peruri. ”Tinggal menunggu persetujuan Menteri Keuangan,” kata sumber itu.
Tiga tahun setelah pemerintahan Yudhoyono-Kalla, daftar itu semakin panjang.
Budi Setyarso
Para Komisaris Itu
Inilah sebagian komisaris perusahaan negara yang berasal dari tim sukses Yudhoyono-Jusuf Kalla.
Mayjen (Purn.) Samsoeddin Komisaris Jasa Marga (Sekretaris Jenderal Tim Kampanye)
Umar Said Komisaris Pertamina (Ketua Seksi Kampanye)
Brigjen Rubik Mukav Dewan Pengawas TVRI (Ketua Seksi Pengumpulan dan Pengolahan Data)
Aam Sapulete Komisaris PTP Lampung (Tim Khusus)
Andi Arif Komisaris PT Pos (Tim Khusus)
Heri Sebayang Komisaris PTP Sumatera Utara (Tim Khusus)
Yahya Ombara Komisaris PT Kereta Api Indonesia (Sekretaris Seksi Pembinaan, Penggalangan, dan Pengerahan Massa)
Syahganda Nainggolan Komisaris Pelindo Tim Khusus
Mayjen (Purn.) Soeprapto Komisaris Indosat (Ketua Seksi Pembinaan, Penggalangan, dan Pengerahan Massa)
Hazairin Sitepu Ketua Dewan Pengawas TVRI (Wakil Ketua Seksi Pengumpulan dan Pengolahan Data)
Mayjen (Purn.) Sulatin Dewan Pengawas Bulog (Koordinator Wilayah Sulawesi)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo