Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Para Mahasiswa P Di UP

Di IKIP Ujungpandang diketemukan 237 mahasiswa penyelundup (tak lulus ujian saringan), rektor turun tangan memegang sendiri buku registrasi. (pdk)

15 November 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MAHASISWA penyelundup? Ya, begitulah di IKIP Ujungpandang. Sampai akhir pekan lalu telah berhasil diketemukan 237 mahasiswa P di situ. Terbongkarnya kasus ini, Agustus lalu, ketika masa kuliah dimulai. Seorang mahasiswa FKIK (Fakultas Keguruan llmu Keolahragaan) IKIP tersebut heran: temannya yang jelasjelas diketahuinya tak lulus uJian saringan, ikut kuliah. Ia lapor kepada dekannya. Dan sang dekan lantas mengusut. Usut punya usut, benar mahasiswa itu tak tercantum dalan- daftar yang lulus. Tapi mahasiswa P itu, lebih mengherankan, ternyata tak seorang diri. Beberapa temannya di FKIK kemudian diketahui berstatus P juga. Urusan pun sampailah ke atas Rektor, Drs. Abdul Karim, segera mengirim Surat kepada para dekan agar meneliti kembali para mahasiswa barunya masing-masing. Hasilnya gawat keenam fakultas IKIP tersebut semuanya punya mahasiswa P. Lantas muncul pengumuman rektor kartu mahasiswa - yang kebetulan sedang diproses--hanya sah bila ditanda tangani rektor sendiri. Tanda tangan rektor dengan cap tidak berlaku. Malah rektor mengambil tindakan: mahasiswa yang diketahui berstatus P akan dikembalikan uang SPP (Sumbangan Pembangunan Pendidikan)-nya. "Uang mereka dikembalikan, karena memang tidak diwajibkan bagi yang bukan mahasiswa membayar SPP," kata Abdul Karim kepada TEMPO. Tapi yang terakhir itu ternyata mengundang reaksi. Pertengahan Oktober lalu, muncul postet-poster di kampus: meminta rektor tidak bertindak berat sebelah Jangan mahasiswa saja yang dirugikan, tapi juga pejabat yang menyeleweng. "Meski mereka dianggap tidak sah, tapi kami sudah menganggapnya mahasiswa. Jadi mesti kami bela," kata seorang pelajar di situ kepada TEMPO. Ia pun mengeluh: selama ini, katanya, pimpinan Institut selalu hanya mengorbankan mahasiswa. "Padahal sumber ketidakberesan 'kan pejabat." Lalu diadakanlah pertemuan antara Pembantu Rektor (Purek) III, Drs. Said Muchtar, dengan pimpinan Badan Permusyawaratan Mahasiswa (BPM) dan Senat Mahasiswa (SM). Dan rektor pun langsung menyimpan sendiri buku registrasi mahasiswa. Sebab memang, orang-orang menganggap Biro Registrasi yang mengurus pendaftaran mahasiswa sebagai biangnya, Drs. Hanafi Mahtika, kepala biro terscbut yang baru pulang naik haji, rupanya agak kaget juga. "Saya belum tahu persoalannya 42 hari saya tak di tempat," tuturnya. Toh ia sempat membuat analisa. Antara lain "Kemungkinan pertama, bawahan saya karena didesak dosen lantas memberi surat pembayaran SPP kepada mahasiswa yang tak lulus." Kemungkinan kedua calon mahasiswa itu salah melihat nomor pengumuman mengira dirinya diterima. Beberapa mahasiswa P yang ditemui TEMPO punya cerita sendiri. Marni (bukan nama sebenarnya) misalnya, datang dari SMA Jeneponto, kota kecil dekat Ujungpandang. Ketika menjenguk pengumuman hasil ujian saringan dan nomornya tak tercantum, dengan tenang ia pulang kampung. Dua minggu tidur-tidur di kampung, muncul tantenya dari Ujungpandang yang terus memboyongnya dan memasukkannya ke IKIP. Ia pun mendapat surat pengantar dari Biro Registrasi untuk membayar SPP--langsung ke bank yang ditunjuk. Lho? "Tante saya punya banyak koneksi di IKIP," bisiknya kepada koresponden TEMPO di Sul-Sel. Marni, setelah penertiban rektor itu, mengaku telah menerima surat untuk mengambil kembali uangnya di bank. Tapi belum diambilnya, dan tetap ngotot masuk kuilah. Juga Ardi (bukan nama sebenarnya) yang lulusan Pendidikan Guru Agama Palopo. Ia pun tak lulus ujian saringan, dan masuk ke IKIP berkat koneksi. Dasar Ardi anak PGA, dengan tenang ia kini pulang kampung. Marni lebih lanjut membenarkan desas-desus adanya uang pelicin. Hanya jumlahnya ia tak bersedia mengatakan. Menurut desas-desus lagi, sekitar Rp 100 ribu sampai Rp 250 ribu. Mengapa sih banyak orang ngebet menjadikan anaknya mahasiswa, sementara kemampuan si anak mungkin tak sampai--sedang banyak prestasi besar juga dilahirkan oleh orang-orang non universitas? Tapi baiklah. Entah bagaimana persoalannya di dalam, pekan lalu Kepala Biro Registrasi dan Wakilnya di IKIP tersebut diberhentikan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus