Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
HARI yang sibuk bagi Sukotjo S. Bambang. Berangkat dari Bandung menjelang sore, Direktur Utama PT Inovasi Teknologi Indonesia itu menuju markas Korps Polisi Lalu Lintas, Cawang, Jakarta Timur. Pada awal Maret tahun lalu itu, ia diminta menyiapkan bahan-bahan presentasi proyek simulator kemudi surat izin mengemudi. "Proyek itu akan diajukan ke Kepala Kepolisian esok harinya," kata sumber Tempo, Kamis pekan lalu.
Sukotjo datang atas permintaan Budi Susanto, Direktur Utama PT Citra Mandiri Metalindo Abadi, perusahaan yang mengajukan penawaran proyek ini. Inovasi miliknya, sesuai dengan kesepakatan, hanya akan menjadi subkontraktor. Sukotjo menyiapkan materi paparan proyek bersama anggota staf Korps Lalu Lintas bernama Ajun Komisaris Ni Nyoman Suwartini dan Wasis. Mereka juga menyusun presentasi untuk dua proyek lain.
Pekerjaan selesai pada pukul 22.00. Sukotjo menyerahkan data digital kepada Suwartini. Mereka berjanji bertemu esok paginya. Lalu Sukotjo menuju Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, tempat jasa penjilidan dokumen buka hingga larut. Baru empat jam kemudian, materi paparan yang dijilid dengan sampul tebal selesai dikerjakan. Sukotjo menuju Hotel Park Lane, Jakarta Selatan, tempatnya menginap.
Pagi harinya, Nyoman Suwartini menelepon Sukotjo, memberitahukan agar segera ke Markas Besar Kepolisian RI, Jalan Trunojoyo 3, Jakarta Selatan. Ia diminta membawa bahan paparan ke gedung utama, kantor para petinggi lembaga itu. Lewat pintu belakang, Sukotjo diantar seorang petugas ke depan ruang Wakil Kepala Polri.
Dua karyawan PT Citra Mandiri Metalindo Abadi telah berada di sana. Empat orang dari perusahaan percetakan juga terlihat. Materi presentasi yang dibawa Sukotjo segera diserahkan dan dibawa petugas ke ruang rapat, tepat di depan ruang kerja Kepala Kepolisian Jenderal Timur Pradopo. Tim Korps Lalu Lintas yang dipimpin Inspektur Jenderal Djoko Susilo berada di dalam. Rapat selesai sebelum zuhur.
Cerita kerepotan Sukotjo menyiapkan materi presentasi untuk proyek simulator kemudi ini dibenarkan Erick S. Paat, pengacaranya. Menurut dia, materi presentasi disampaikan Djoko Susilo langsung ke Kepala Polri. Ia mengatakan tak tahu peserta pertemuan. "Kepala Korps Lalu Lintas mengatakan telah menyampaikan paparan ke Kapolri," ujarnya.
Citra Mandiri belakangan dinyatakan sebagai pemenang tender. Dugaan manipulasi proyek ini terkuak setelah pecah kongsi Budi Susanto dan Sukotjo. Budi menganggap rekan bisnisnya itu menggelapkan uang. Kini Sukotjo menghuni Rumah Tahanan Kebon Waru, Bandung. Perselisihan itu ternyata membuka kecurangan. Nilai proyek diduga digelembungkan. Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Djoko Susilo sebagai tersangka bersama Wakil Kepala Korps Lalu Lintas Brigadir Jenderal Didik Purnomo, Budi Susanto, dan Sukotjo. Pada saat yang sama, Markas Besar Kepolisian juga menyidik perkara itu.
Presentasi pengadaan proyek di depan Kapolri Timur Pradopo memang menjadi tugas Djoko Susilo. Sebagai Kepala Korps Lalu Lintas, Djoko bertindak sebagai kuasa pengguna anggaran. Apalagi nilai proyek yang dipresentasikan itu di atas Rp 100 miliar. Soal siapa pemenangnya, sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010, Timur Pradopo sebagai Kapolri yang berhak memutuskan. "Ini karena posisi Kapolri sebagai pengguna anggaran," kata Setyo Budhi, Direktur Kebijakan Pengadaan Umum Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.
Kewenangan menetapkan pemenang ternyata juga mengharuskan Kapolri mengetahui jalannya seleksi. Untuk itu, Kapolri menugasi Inspektur Pengawasan Umum dan Deputi Logistik mengecek kelayakan perusahaan mengerjakan proyek.
Presentasi itu menghasilkan Surat Keputusan Kapolri Nomor Kep/193/IV/2011 tentang Penetapan Pemenang Lelang Pengadaan Driving Simulator R4. Dalam surat yang salinannya diperoleh Tempo itu, disebutkan PT Citra Mandiri Metalindo Abadi menjadi pemenang tender proyek simulator kemudi mobil dengan nilai kontrak Rp 142,4 miliar.
Bambang Widodo Umar, guru besar Universitas Indonesia, menilai surat keputusan itu membuat Kapolri ikut bertanggung jawab pada korupsi proyek pengadaan simulator. Sebab, Kepala Polri seharusnya bisa mencegah penyimpangan. "Kapolri memiliki kewenangan melekat untuk mengawasi kinerja bawahannya," ujar Bambang.
Bambang merujuk pada jejak paraf yang dibubuhkan enam pejabat Mabes Polri dalam surat keputusan. Di antaranya tanda tangan Kepala Korps Lalu Lintas Inspektur Djoko Susilo sebagai kuasa pengguna anggaran merangkap konseptor. Lalu Kepala Sekretariat Umum, Asisten Sarana dan Prasarana Polri, serta Asisten Perencanaan Umum dan Pengembangan. Terakhir, dua pejabat yang memberi paraf adalah Inspektur Pengawasan Umum dan Wakil Kepala Polri.
Timur Pradopo menolak spekulasi dia bermain dalam kasus ini. Menurut dia, apa yang dilakukannya semata proses administrasi karena proyek pengadaan itu di atas Rp 100 miliar. Apalagi persetujuan itu dilakukan dengan mempertimbangkan laporan dari tingkat bawah. "Sebelum saya, kan dihadiri semua pejabat yang kemudian paraf-paraf itu," kata Timur.
Timur menolak menjelaskan secara terperinci soal mekanisme pengawasan dan rapat penentuan. Tapi ia menyatakan siap bertanggung jawab atas persetujuan proyek. "Kalaupun ada masalah, ya, saya proses sesuai dengan ketentuan hukum," kata Timur.
Wakil Kapolri Komisaris Jenderal Nanan Soekarna mengatakan punya alasan membubuhkan paraf persetujuan dalam surat itu. Ia mengaku melakukannya setelah bertanya kepada Didik Pramono sebagai pejabat pembuat komitmen proyek. "Apakah proses clean and clear? Begitu dijawab iya, baru saya kasih paraf," kata Nanan. "Ini kan memang tugas pejabat pembuat komitmen."
Inspektur Pengawasan Umum Komisaris Jenderal Fajar Prihantara mengaku ikut membubuhkan paraf karena itu merupakan tanggung jawabnya. Namun Fajar tak menjawab ketika ditanyai soal pengecekan kualifikasi perusahaan peserta tender dan rapat penentuannya. "Enggaklah. Presentasi gimana maksudnya?" ujar Fajar.
Juru bicara Mabes Polri, Boy Rafli Amar, menolak jika Kapolri dikaitkan dengan kasus simulator. "Kalau pejabat pembuat komitmen yang berbuat jahat, apakah Kapolri juga harus terkait?" kata Boy. Menurut Boy, yang bertanggung jawab terhadap proyek adalah kuasa pengguna anggaran, pejabat pembuat komitmen, hingga panitia lelang. "Kapolri tak terlibat sama sekali."
Seorang perwira polisi mengatakan, sebenarnya, saat Citra Mandiri terpilih lagi menjadi pemenang tender simulator mobil, Inspektur Pengawasan Umum kembali mengevaluasi tender. Hasilnya menyatakan PT Citra Mandiri tak layak menggarap proyek. Namun belakangan Djoko Susilo pasang badan meyakinkan kelayakan perusahaan. "Salah satu jejaknya ya parafnya," ujarnya.
Tommy Sihotang, pengacara Djoko, menolak berkomentar soal ini. "Kami tak bisa berkomentar soal substansi kasus, nanti malah salah," katanya. Djoko menolak datang ketika dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai tersangka, Jumat pekan lalu.
Widiarsi Agustina, Setri Yasra, Sukma N. Loppies, Prihandoko, Anton Septian, Isma Savitri
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo