Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Al-Fatih dari Kuningan

Belasan penyidik KPK dipaksa kembali ke Polri. Tanpa penyidik pengganti, Maret nanti KPK akan lumpuh.

1 Oktober 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BAGI Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto, sejarah Abad Pertengahan bisa menjadi alat memotivasi anggota timnya. Maka ia melayangkan cerita penaklukan Konstantinopel ke mailing list internal komisi antikorupsi itu pada Kamis pekan lalu. Tujuannya: menyalakan semangat anak buahnya yang galau, lantaran 11 dari 16 penyidik yang dicoba dipertahankan memilih kembali ke institusinya: Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Bambang menulis, mengingatkan anggotanya agar tak patah semangat dalam memberantas korupsi. Sebab, tulisnya, "Bisa jadi Al-Fatih ada di KPK dan dia adalah Anda semua." Personel KPK disebutnya pemuda yang sedang berjuang "menaklukkan sikap, perilaku, dan sistem koruptif" yang disimbolkan dengan Benteng Konstantinopel.

Alkisah, Sultan Muhammad II dari Kekaisaran Usmani berusaha menaklukkan Konstantinopel. Tak mudah menembus bandar terbesar imperium Bizantium itu. Bentengnya jangkung dikelilingi parit lebar. Pasukan di darat tak terbilang banyaknya. Di laut, armada kapal Genoa menghadang kapal-kapal Turki melintasi Selat Bosphorus.

Pada 1453, Sultan Muhammad baru berumur 22 tahun. Tapi sang Sultan digambarkan sebagai visioner yang cerdas. Kesetiaannya kepada cita-cita menguatkan tekad menjebol benteng kokoh. Dicatat sejarah, Konstantinopel akhirnya jatuh dan berganti nama menjadi Istanbul. Sultan Muhammad pun dijuluki "Al-Fatih", sang penakluk. "Pasukan Al-Fatih tak banyak, tapi kuat dan profesional," kata Bambang kepada Tempo, Jumat pekan lalu.

Berusaha merobohkan "benteng korupsi", personel komisi antikorupsi terhambat jumlah personel. Jumlah penyidik semakin menyusut setelah Kepolisian RI menolak memperpanjang masa dinas 20 orang, yang dinyatakan habis, bulan lalu. Penarikan 20 penyidik sekaligus ini merupakan yang terbanyak sepanjang komisi itu berdiri.

Sebelum mereka ditarik, KPK memiliki 88 penyidik Kepolisian yang menangani puluhan kasus. Angka itu tak sebanding dengan setumpuk perkara yang diusut lembaga ini. Saking minimnya jumlah personel, seorang penyidik bisa menangani 3-5 perkara. Ketika belasan penyidik memutuskan kembali, rekan-rekan mereka kena limpahan perkara yang tertunggak.

Pemimpin KPK bukannya tak mencegah mereka pergi. Dari 20 penyidik yang ditarik, komisi antikorupsi ingin 16 tetap tinggal. Mereka umumnya berpangkat komisaris dan ajun komisaris. Sebanyak 12 orang baru setahun berdinas dan sisanya sudah enam tahun. Pada 13 Agustus 2012, pemimpin Komisi menyurati Markas Besar Polri memohon perpanjangan masa tugas mereka. Polri menolak dengan mengirim surat balasan tertanggal 10 September dengan nomor R/1787/IX/2012/SSDM.

Empat penyidik berpangkat ajun komisaris besar memang tak dimintakan perpanjangan masa dinas. Kepada pemimpin Komisi, para investigator yang sudah enam tahun lebih berdinas di KPK itu menyatakan ingin kembali bertugas di Kepolisian.

Para personel Kepolisian bertugas ke KPK dengan kontrak empat tahun dan bisa diperpanjang satu periode lagi. Tapi, sejak 2008, setelah perseteruan kedua lembaga yang dikenal sebagai "Cicak versus Buaya", Markas Besar Polri mensyaratkan adanya perpanjangan tugas setiap tahun.

Berkeras mempertahankan 16 penyidik, pada Senin pekan lalu Sekretaris Jenderal KPK Bambang Prapto Sunu menemui Asisten Kepala Polri Bidang Sumber Daya Manusia Inspektur Jenderal Prasetyo. Bambang mengantarkan surat baru yang isinya menegaskan lembaganya masih membutuhkan tenaga ke-16 personel.

Yang membikin hati pemimpin KPK mencelos, di tengah usaha mempertahankan belasan orang itu, sebagian diam-diam mendatangi Markas Besar Polri pada Senin pekan lalu. Beredar kabar, mereka diantar Bambang Prapto Sunu. Namun Bambang menyangkal. "Saya hanya mengantarkan surat," katanya. Hingga akhir pekan lalu, KPK belum menerima balasan dari polisi.

Menurut sumber Tempo, Senin siang pekan lalu, 12 penyidik yang baru satu tahun berdinas di KPK menerima pesan di telepon seluler. Isinya ajakan menghadap Biro Pembinaan Karier Polri. Si pengirim pesan kabarnya seorang penyidik senior yang tak diperpanjang masa tugasnya di Kuningan. Sebelas orang memenuhi undangan itu.

Sumber yang sama menyebutkan Kepala Biro Pembinaan Karier Brigadir Jenderal Deden Djuhara meminta mereka meneken surat pernyataan ingin kembali ke Polri. Para penyidik tak langsung membubuhkan tanda tangan. Deden lalu mempersilakan mereka menulis sendiri surat pernyataan pada selembar kertas kosong, plus wilayah dinas yang mereka inginkan setelah kembali ke Kepolisian.

Ditodong dengan cara ini, para penyidik muda goyah. Mereka akhirnya menulis surat pernyataan. Begitu kabar ini sampai ke Kuningan, para pejabat KPK lemas. Upaya mempertahankan penyidik gagal.

Deden Djuhara belum bisa ditemui. Pada Jumat pekan lalu, petugas di depan ruangan Deden tak mengizinkan Tempo menemui bosnya. "Silakan temui Humas. Sekarang informasi kami satu pintu," kata petugas itu. Kepala Bagian Penerangan Umum Komisaris Besar Agus Rianto membantah kabar bahwa polisi telah memaksa sebelas penyidik agar kembali. "Untuk apa memaksa? Mereka sudah bisa memilih," ujarnya.

Agus tak menyangkal kabar bahwa kesebelas penyidik tersebut membuat pernyataan untuk kembali. Surat itu, kata dia, dibuat secara sukarela. "Jika pilihannya kembali ke Polri, silakan memilih posisi atau tempat tugas yang diinginkan," ujarnya. Agus tak keberatan bila ada personel Polri yang ingin bertahan di KPK, asalkan mereka melepaskan status sebagai anggota Polri.

Setelah sebelas penyidik tadi balik kanan, jumlah mereka yang ingin bertahan menyusut tinggal lima orang. Seorang di antaranya penyidik yang baru setahun bertugas di KPK. Empat lainnya penyidik senior—di luar empat orang yang sejak awal tak dimintakan perpanjangan masa dinasnya oleh KPK. Ada desas-desus kelimanya akan dijemput provos bila tak menghadap Markas Besar Polri pada pekan ini.

Kabar serupa beredar sepekan sebelumnya. Provos akan menjemput para penyidik yang membangkang. Ketika itu, kesebelas penyidik masih menyatakan ingin tinggal di KPK. Sebelum provos betul-betul menjemput, mereka memutuskan menghadap ke Markas Besar Polri bersama empat penyidik senior yang tak diperpanjang masa tugasnya.

Salah seorang penyidik senior sejak awal membujuk mereka agar meninggalkan KPK. Malam setelah KPK menerima surat penolakan oleh Polri pada Jumat tiga pekan lalu, 20 penyidik yang namanya ada di lampiran surat berkumpul di lantai 7 gedung Komisi. Tak mempan dibujuk, ketika itu, para penyidik tersebut menyatakan ingin bertahan.

Menenangkan keadaan, pemimpin KPK juga mengumpulkan mereka. Bersama-sama, mereka mencari jalan keluar dari persoalan. Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas antara lain memberi nasihat: "Kepada yang memutuskan kembali, saya pesan, Anda jaga institusi Polri dengan loyalitas pada nilai-nilai kebenaran, profesional, dan independen."

Celakanya, rapat itu tak kedap. Menurut seorang sumber, isi rapat sampai ke telinga Markas Besar Polri. Seorang peserta rupanya merekam seluruh pembicaraan dalam persamuhan. Rekaman itu kemudian diserahkan ke Trunojoyo, Markas Besar Kepolisian.

Kini KPK mencari cara untuk mempertahankan penyidik yang tersisa. Bulan-bulan mendatang, penarikan besar-besaran diperkirakan terjadi lagi. Pada November nanti, ada 12 penyidik yang masa tugasnya habis. Selanjutnya 9 penyidik pada Desember, dan pada Februari dan Maret tahun depan masing-masing 21 dan 1 penyidik. Bila tak ada penyidik pengganti, pada Maret nanti komisi antikorupsi diperkirakan lumpuh.

Polri mengirimkan sinyal bakal menolak permohonan perpanjangan masa dinas penyidik. "Yang sudah habis masa dinasnya kami ganti," kata Kepala Polri Jenderal Timur Pradopo kepada Prihandoko dari Tempo. "Kalau mereka enggak mengikuti ketentuan… ada aturan di polisi."

Anton Septian, Setri Yasra, Ayu Prima Sandi


Merekrut Penyidik Sendiri

Undang-undang tak melarang Komisi Pemberantasan Korupsi merekrut penyidik sendiri.

Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi

Pasal 39 ayat 3
Penyelidik, penyidik, dan penuntut umum yang menjadi pegawai pada Komisi Pemberantasan Korupsi diberhentikan sementara dari instansi kepolisian dan kejaksaan selama menjadi pegawai pada Komisi Pemberantasan Korupsi.

Pasal 45

  • Penyidik adalah Penyidik pada Komisi Pemberantasan Korupsi yang diangkat dan diberhentikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
  • Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat 1 melaksanakan fungsi penyidikan tindak pidana korupsi.

Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2005 tentang Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia KPK

Pasal 2
Pegawai Komisi adalah Warga Negara Indonesia yang karena kompetensinya diangkat sebagai pegawai pada Komisi.

Pasal 7 ayat 2
Pegawai Negeri yang telah diangkat menjadi Pegawai Tetap pada Komisi diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus