Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Antara Restu Dan Nama

Sejumlah cendekiawan berkumpul di universitas krisna dwipayana (unkris). Mereka bermaksud mendirikan organisasi kebangsaan yang tak sektarian. moehono dkk, sepakat dengan nama pcpp sebagai wadah para cendekiawan.

4 Juni 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SAAT pertemuan awal di Universitas Krisna Dwipayana, 29 April lalu, sebuah nama terbersit dari judul makalah Direktur Perguruan Tinggi Swasta Sambas Wirakusumah: Paguyuban Cendekia 2000. Untung saja itu tak jadi nama kelompok cendekiawan baru ini. Sebab ia berkesan hura-hura, seperti nama diskotek. Alamsjah Ratu Perwiranegara, yang juga hadir, mempromosikan nama yang lebih serius: Ikatan Cendekiawan Kebangsaan Indonesia (ICKI). Kata "Kebangsaan" cukup sesuai dengan niatnya untuk menyindir kelompok cendekiawan yang dianggapnya memulaukan diri dalam lingkungan agama. "Kebangsaan" kontan berhadapan dengan kata "Muslim" dari ICMI, "Kristen" dari PIKI, "Katolik" dari ISKA, dan "Hindu" dari FCHI. Reaksi pro-kontra pun marak. Apalagi Alamsjah yang melontarkannya. Tak sedikit yang menilai ICKI cuma kiprah politik bekas Menko Kesra itu. Kadarnya kurang lebih sama dengan "doa politik" dua tahun silam. Bahkan, ICKI terasa berbau "urusan" pribadi Alamsjah, yang belakangan tak lagi sejalan dengan B.J. Habibie. ICKI pun terasa tak simpatik. Menhankam Edi Sudradjat, yang mendukung ide kebangsaan, menawarkan jalan tengah: Ikatan Cendekiawan Indonesia, disingkat ICI. Persis merek cat tembok. Tapi, celakanya, belakangan tercium oleh kelompok Moehono bahwa Alamsjah berjalan sendiri. Nama ICKI belum disepakati Moehono dan kawan-kawan. Agar tak timbul konflik terbuka, Alamsjah dibiarkan. Tapi, diam-diam, saat Alamsjah berusaha menyodorkan ICKI kepada Presiden Soeharto, kelompok Moehono pun membarenginya lewat jalur lain dan menawarkan nama Ikatan Cendekiawan Pembangunan (ICP). Di dalam surat itu, mereka sebutkan bahwa Pancasila mendasari pemilihan nama itu. Sumber TEMPO, dari kelompok Moehono, mengatakan bahwa Pak Harto melingkari kata "Pancasila" lalu mencoretkan garis ke depan kata "Pembangunan". Moehono dan kawan-kawan meyakini bahwa coretan itu berasal dari Pak Harto, lalu mereka mengartikannya sebagai isyarat Pak Harto agar nama wadah ini menjadi Ikatan Cendekiawan Pembangunan Pancasila (ICPP). Kamis siang silam, sebelum rapat penentuan nama, Moehono dan kawan-kawan mampir di rumah Surono. Usul bekas Menko Polkam ini, menurut sumber tadi, kata "ikatan" diganti "persatuan". Agar kesannya tak sok eksklusif. Syahdan, begitulah riwayat munculnya nama PCPP. Namun, ternyata cerita ini dibantah Mensesneg Moerdiono. Itu sejalan dengan pendapat Dawam Rahardjo. Menurut pendiri ICMI ini, Pak Harto tak mungkin menambahkan Pancasila itu. Sebab ia tahu konsekuensinya. Yaitu, bisa menempatkan kelompok cendekiawan yang ada selama ini berada pada posisi "bukan Pancasila". Artinya, khususnya bagi ICMI, itu sama saja dengan merobek luka lama: Pancasila dan Islam adalah konsep yang selalu harus berhadapan. Padahal, sudah lama Pak Harto sendiri menekankan, Pancasila tak bertentangan dengan agama. Dan memang, menurut seorang pejabat tinggi, sejak isu ikatan kebangsaan mulai merebak, Pak Harto sudah agak mendongkol. Sudah ada wadah cendekiawan yang direstui, kok, masih ada lagi yang muncul. Tapi pejabat tinggi yang lain menyebutkan bahwa Pak Harto tak menghalangi upaya kelompok Moehono itu, sekalipun belum tentu merestuinya. Ivan Haris dan Linda Djalil

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus