Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Pekerja Migran Ilegal di Jeddah Nyoblos dengan Jalur DPK karena Takut Dideportasi

Pekerja Migran yang tidak memiliki dokumen resmi di sekitar wilayah Jeddah khawatir dideportasi jika mendaftarkan diri dalam DPT.

1 Maret 2024 | 15.09 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi pemilu. REUTERS

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Jeddah mengungkapkan banyak pekerja migran ilegal yang mencoblos dengan daftar pemili khusus atau DPK karena takut dideportasi. Hal ini diungkapkan PPLN Jeddah saat rapat pleno rekapitulasi penghitungan suara Pemilu 2024 tingkat nasional di Gedung KPU RI, Jumat, 1 Maret 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Awalnya saksi dari Partai Gerindra, Mariyatno Jamim, mempertanyakan margin antara pemilih DPK dan pemilih daftar pemilih tetap (DPT) yang terlalu besar di PPLN Jeddah. DPT di Jeddah berjumlah 54.488, sedangkan hanya 1.916 yang menggunakan hak pilihnya. Adapun pengguna hak pilih berstatus daftar pemilih tambahan (DPTb) sebanyak 5.689 orang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Ini DPK-nya besar sekali lo, 9.576. Itu prosesnya gimana sehingga lebih banyak DPK daripada (DPT)? Bahkan (dibanding) DPT, DPTb, lebih banyak DPK nya," kata Mariyatno di Kantor KPU RI, Jakarta.

Ketua PPLN Jeddah, Yasmi Adriansyah, mengatakan banyak pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal di sana yang tidak mendaftarkan diri saat proses pemutakhiran DPT. Menurut Yasmi, hal serupa juga terjadi pada Pemilu 2019 lalu. PPLN Jeddah, kata dia, telah berusaha untuk melakukan sosialisasi sejak awal agar warga negara Indonesia (WNI) di Jeddah tak masuk DPK.

"Ketika sosialisasi, coklit (pencocokan dan penelitian), sesuai dengan mekanisme dan prosedur yang ditetapkan KPU agar mendaftarkan diri, tapi tidak mudah dalam prosesnya memang," ujar Yasmi.

Sementara anggota PPLN Jeddah, Siti Rahmawati, menuturkan PMI yang tidak memiliki dokumen resmi di sekitar wilayah Jeddah khawatir dideportasi jika mendaftarkan diri dalam DPT. Walhasil, PMI ilegal di Jeddah menggunakan hak pilih pada hari pemungutan suara menggunakan surat perjalanan laksana paspor (SPLP) atau paspor.

"Mereka tidak berani mendaftar, yang khawatir nanti dilaporkan KJRI (Konsulat Jenderal Republik Indonesia), kemudian dideportasi," kata dia.

Eka Yudha Saputra

Eka Yudha Saputra

Alumnus Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Bergabung dengan Tempo sejak 2018. Anggota Aliansi Jurnalis Independen ini meliput isu hukum, politik nasional, dan internasional

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus