Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Sekolah-sekolah di daerah dilaporkan masih melanggar protokol kesehatan.
Kejadian penyebaran Covid-19 di sekolah diminta tak menjadi penyebab sekolah-sekolah lain ditutup.
Pengawasan yang ketat menjadi kunci penyelenggaraan sekolah tatap muka yang aman.
JAKARTA – Munculnya kluster Covid-19 di sekolah-sekolah dinilai menjadi bukti gagapnya pemerintah daerah dalam penanganan penyebaran virus corona selama pelaksanaan pembelajaran tatap muka. Berdasarkan data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, sebanyak 13 ribu siswa terinfeksi Covid-19 dari kluster sekolah sejak awal pandemi hingga Agustus lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Koordinator Nasional Perhimpunan dan Pendidikan Guru, Satriwan Salim, mengatakan pemerintah daerah masih membiarkan pelanggaran protokol kesehatan terjadi di sekolah-sekolah. Padahal pengawasan yang ketat di sekolah-sekolah yang menggelar pertemuan tatap muka terbatas sudah diatur dalam surat keputusan bersama empat menteri, yakni Menteri Pendidikan, Menteri Kesehatan, Menteri Agama, dan Menteri Dalam Negeri, tentang panduan pembelajaran saat pandemi. “Kami mendapat laporan setelah PTM terbatas banyak terjadi pelanggaran protokol kesehatan,” kata Satriwan kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Satriwan mengatakan belum ada kebijakan efektif dalam menanggulangi munculnya kluster Covid-19 di sekolah. Ia khawatir pemerintah daerah dan pemerintah pusat membiarkan penyebaran virus di sekolah demi mengejar sekolah-sekolah segera dibuka lagi.
Di berbagai daerah, proses belajar tatap muka terbatas sudah berlangsung sejak semester ganjil dimulai pada Agustus lalu. Hanya sekolah di daerah dengan status pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di level 1-3 yang dibolehkan menggelar sekolah offline. Berdasarkan data Kementerian Pendidikan, sudah 42 persen sekolah yang berada di daerah PPKM level 1-3 yang sudah menyelenggarakan pertemuan tatap muka terbatas. Kondisi ini mengkhawatirkan karena semakin banyak siswa yang terjangkit virus corona dari kluster sekolah.
Sejumlah guru menyiapkan bangku untuk para siswa belajar di SDN Kenari 08 Pagi di Jakarta, 6 April 2021. TEMPO/Hilman Fathurrahman W.
Kemarin, empat murid Sekolah Dasar Negeri 1 Panggang, Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta, dilaporkan positif Covid-19. Sekolah ini lantas ditutup sementara karena kasus tersebut. Dari hasil pelacakan kontak erat, penyebaran virus bermula dari seorang murid kelas V yang orang tuanya juga mengajar di sekolah lain dan kemudian positif Covid-19. Anak itu lalu mengikuti sekolah tatap muka di kelas yang diisi 24 siswa. Dinas Pendidikan Gunungkidul masih mengevaluasi apakah protokol kesehatan dijalankan atau tidak di sekolah tersebut.
Kondisi serupa, sebanyak 16 siswa di SMAN 1 Modal Bangsa, Aceh, juga dilaporkan positif Covid-19. Sementara itu, di Purbalingga, Jawa Timur, sebanyak 90 siswa di SMP 4 Mrebet dan 60 siswa di SMP 3 Mrebet positif terjangkit Covid-19. Sekolah-sekolah ini menambah titik penyebaran virus. Berdasarkan data Kementerian Pendidikan, sejak awal masa pandemi hingga 19 September, sebanyak 1.296 dari 46.580 sekolah atau 2,8 persen menjadi kluster penyebaran Covid-19.
Rasio 2,8 persen ini dinilai masih aman untuk tetap melanjutkan pembelajaran tatap muka di sekolah-sekolah yang bebas corona. Karena itu, Kementerian Pendidikan berkukuh tetap melanjutkan pembelajaran tatap muka karena sekolah-sekolah dan pemerintah daerah punya langkah penanggulangan setiap kali ada kasus Covid-19 di sekolah. Langkah itu di antaranya menutup sekolah sementara dan kembali melaksanakan belajar jarak jauh, serta melakukan tes, lacak, dan perawatan bagi siswa atau guru yang positif tertular virus corona.
Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia, Heru Purnomo, mengatakan kasus anekdotal penyebaran Covid-19 di satu sekolah jangan sampai menghambat pembelajaran tatap muka di sekolah-sekolah lain. Menurut dia, kerugian akibat ketertinggalan kognitif selama belajar jarak jauh lebih besar dibanding risiko penyebaran Covid-19 di sekolah. “Sekolah yang menjadi kluster kita evaluasi bersama, tapi jangan menghentikan kegiatan tatap muka di sekolah lain,” kata Heru.
Menurut dia, pengawasan yang ketat seharusnya bisa menjadi kunci penyelenggaraan sekolah tatap muka yang aman. Satuan Tugas Penanganan Covid-19 di daerah, pemerintah daerah, dan dinas pendidikan harus rutin mengontrol sekolah yang punya izin menggelar belajar tatap muka.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengatakan sekolah-sekolah sudah boleh dibuka lagi, meski vaksinasi anak belum terpenuhi. Baru 12,8 persen anak berusia 12-17 tahun yang sudah disuntik vaksin satu kali. “Meskipun baru satu suntikan, kalau di kota dan kabupatennya sudah level 3, silakan belajar tatap muka tapi dengan protokol kesehatan yang ketat, utamanya memakai masker,” kata Jokowi.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Organisasi PBB untuk Dana Anak (UNICEF) juga mendesak sekolah-sekolah di Indonesia segera dibuka lagi untuk mengejar ketertinggalan kognitif, memberikan ruang yang aman bagi anak, serta mengembangkan kemampuan sosial anak.
MIRZA BAGASKARA (MAGANG) | INDRI MAULIDAR
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo