Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Pelaporan 3 Pakar Hukum dan Sutradara Dirty Vote ke Polisi, Bambang Widjojanto: Bentuk Kriminalisasi

Bambang Widjojanto sebut pelaporan 3 pakar hukum dan sutradara Dirty Vote ke polisi, sebagai tindakan kriminalisasi melawan hukum dan konstitusi.

14 Februari 2024 | 14.02 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Wakil Ketua KPK Non aktif Bambang Widjojanto berorasi dalam pentas Seni Lawan Korupsi di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, 05 Maret 2015. Sebanyak 23 Lembaga Seni menggelar aktivitas seni saat mendeklarasikan Seni Lawan Korupsi. TEMPO/Nurdiansah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Pimpinan KPK 2011-2015 Bambang Widjojanto memberikan tanggapannya mengenai pelaporan Dewan Pimpinan Pusat Forum Komunikasi Santri Indonesia (DPP Foksi) ke Mabes Polri dengan terlapor tiga pakar hukum tata negara Zainal Arifin Mochtar, Feri Amsari, Bivitri Susanti beserta Dandhy Laksono selaku sutradara Dirty Vote, pada Selasa, 13 Februari 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Kriminalisasi terhadap sutradara dan pemain yang terlibat dalam Dirty Vote adalah tindakan melawan hukum karena melawan konstitusi dan sekaligus kewarasan nurani dan akal sehat,” kata BW, sapaan akrab Bambang Widjojanto kepada Tempo.co, Rabu, 14 Februari 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurutnya, film itu sedang melaksanakan Pasal 22E ayat (1) Konstitusi yang secara tegas menyatakan bahwa pemilu diselenggarakan berlandaskan azas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

“Dirty Vote adalah fakta notoir yang ditulis dalam suatu script yang keren karena tidak hanya menjelaskan fakta kecurangan yang sudah menyergap kehidupan publik dan sudah bersifat sistemik, terstruktur, dan masif. Film itu menjelaskan dengan sangat rinci bahwa dugaan kecurangan itu dilakukan dengan perencanaan yang baik dan sangat teroganisir,” kata dia.

Dosen Paska Sarjana Fakultas Hukum Universitas Djuanda itu mengatakan Dirty Vote harus dimaknai untuk memastikan bahwa pemilu harus dibebaskan dari setiap upaya dan anasir kecurangan agar proses demokratisasi dapat dilakukan secara fairness guna memilih pemimpin terbaik republik tercinta.

“Oleh karena itu, tindakan kriminalisasi itu justru dapat disinyalir sebagai upaya untuk melegitimasi fakta dan potensi kecurangan yang sudah begitu kasat mata, tanpa tedeng aling-aling dan menonjok kesadaran publik karena sudah begitu sistemik dan terstruktur,” katanya.

Menurut Bambang Widjojanto yang menjadi kuasa hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Pemilu 2019, tidak ada pilihan lain bagi penegak hukum untuk segera menolak segala upaya yang mencoba mendeskreditkan upaya patisipasi publik yang ditujukan untuk memastikan dan menjamin pemilu dilakukan secara jujur dan adil seperti yang dilakukan film Dirty Vote.

Ketua Umum Foksi, M. Natsir Sahib menjawab pesan tertulisnya kepada Tempo. "Kami sedang usaha laporkan. Kemarin kami telah laporkan hanya saja kekurangan berkas. Hari ini kami melengkapi berkas," katanya.

Natsir menilai film Dirty Vote yang membahas kecurangan Pemilu 2024 telah merugikan salah satu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang ikut berkontestasi. Dia menduga ada pelanggaran pemilu yang dilakukan oleh keempat orang itu, terlebih film itu dirilis pada masa tenang menjelang hari pencoblosan.

S. Dian Andryanto

S. Dian Andryanto

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus