Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PULUHAN warga Kampung Maesa, Palu, sibuk mencoret-coret kertas putih yang diberikan polisi, Kamis pekan lalu. Tidak semuanya menampilkan gambar bagus. Tetapi tema sketsa mereka seragam: sebuah mobil, sesosok tubuh, dan sebuah sudut di Pasar Maesa. Mereka yang berkumpul di pasar itu semua berusaha mengingat: bagaimanakah posisi mobil dan orang yang mencurigakan itu sesaat sebelum bom mengguncang pasar daging babi, 31 Desember 2005?
”Ya, kami memang fokus untuk mengidentifikasi mobil Panther itu. Pihak Samsat pun sudah kami hubungi,” kata juru bicara Polda Sulawesi Tengah, Ajun Komisaris Besar Polisi Rais Adam, pekan lalu. Polisi memutuskan mengarahkan penyelidikan ke sana setelah sebelumnya memeriksa 53 orang. Dari pemeriksaan itu diperoleh dugaan pelaku menggunakan mobil jenis Panther saat beraksi.
Bom yang pecah di penghujung 2005 itu memang tak dinyana. Pagi sekitar pukul 07.00 Waktu Indonesia Timur, warga sibuk membeli daging untuk perayaan tahun baru. Tiba-tiba, blar! Sebuah bom meledak membikin atap kios berhamburan dan mematahkan tiang bangunan. Orang-orang bergelimpangan, meninggalkan onggokan daging babi di mana-mana. Delapan orang tewas, dan 54 lainnya luka berat.
Polisi bergerak cepat. Hanya dalam dua jam mereka meringkus Mulyono, 60 tahun, yang diduga erat terkait dengan bom laknat itu. Warga Kotaraya, Kabupaten Parigi-Mutong, Sulawesi Tengah, itu ditangkap setelah aparat memeriksa 27 saksi. ”Para saksi melihat Mulyono mondar-mandir dan menanyakan situasi pasar sesaat sebelum bom meledak,” kata juru bicara Mabes Polri, Brigadir Jenderal Anton Bachrul Alam. Hingga Jumat, pekan lalu, Mulyono masih diperiksa di kantor polisi.
Siapakah Mulyono? Seorang anggota intelijen di Mabes Polri mengungkapkan, ia adalah anggota kelompok yang selama ini melakukan aksi teror di Poso. ”Mulyono adalah bagian dari kelompok perusuh yang bermarkas di Morowali,” kata intel berpangkat perwira pertama itu. Sumber tersebut menegaskan, bom Palu tak terpisahkan dari rentetan kejadian di Poso. Memang, serangkaian aksi kekerasan terus mengoyak Poso pada bulan-bulan terakhir. Ada pemenggalan kepala, juga penembakan terhadap warga.
Sementara itu, sumber-sumber lain membeberkan bahwa Mulyono tak sehebat itu. Menurut Subagio, warga Kelurahan Tatura Selatan, Kota Palu, Mulyono hanya seorang penganggur yang terampil mereparasi sofa rusak. Subagio pernah berteman dengan Mulyono ketika keduanya menetap di Kotaraya. Dua pekan sebelum ledakan, Mulyono mengunjungi Subagio dan menyatakan hendak mencari pekerjaan di Palu. ”Dia tak membawa apa-apa kecuali pakaian di badan,” katanya. Subagio lalu menyilakan temannya itu tinggal untuk sementara di rumahnya.
Beberapa hari kemudian, dia membawa Mulyono untuk bekerja pada temannya, seorang pengusaha batako bernama Rusmandi, di Tatura Selatan. Namun, Mulyono hanya sehari bekerja di sana. Pada 27 Desember, dia pamit untuk pulang ke Kotaraya. ”Saya mengantarnya sampai di depan Toko Nusantara, Jalan Hasanuddin, tempat dia menunggu temannya,” tutur Rusmandi.
Persinggungan dua orang itu dengan Mulyono, tak ayal, membuat mereka harus berurusan dengan polisi. Rumah mereka ikut digeledah aparat. Tetapi tak sebiji pun benda-benda yang berkaitan dengan bahan peledak, atau barang mencurigakan lainnya, ditemukan. Subagio dan Rusmandi akhirnya diperbolehkan pulang.
Toh, polisi tak menyerah. Mereka masih yakin Mulyono adalah bagian dari kelompok yang biasa memanaskan Poso selama ini. Menurut intel di Mabes Polri itu, kelompok perusuh tersebut diketahui terus merekrut anggota dari luar Sulawesi—kebanyakan dari Indonesia Timur. Mereka masuk Sulawesi Tengah lewat Morowali yang dianggap aman bagi pendatang. ”Karena penduduknya sangat plural,” kata dia kepada Erwin Dariyanto dari Tempo. Di sinilah para rekrutan itu berhimpun dalam lima kelompok sebelum beraksi.
Ruang gerak kelompok ini belakangan kian sempit dengan beroperasinya Satgas Keamanan Poso Mabes Polri. Lalu, mereka berusaha memindahkan kerusuhan ke Palu. ”Mereka sudah menyiapkan sejak dua bulan terakhir,” kata dia. Palu dipilih karena dinilai sebagai kawasan empuk untuk beraksi. Di sana, misalnya, kata telik sandi itu, jaringan teroris dari Filipina Selatan keluar masuk dengan mudah. Di kawasan ini pula banyak desersi.
Begitukah? Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Inspektur Jenderal Paulus Purwoko, mengakui, pelaku bom Palu masih pemain lama. ”Hal itu diperoleh berdasarkan identifikasi awal,” kata Purwoko.
Purwoko tak bersedia memerinci lebih jauh, tetapi ”pemain lama” yang dia maksud bisa dilacak dari rekam jejak kerusuhan yang melanda Poso enam tahun silam. Waktu itu Poso luluh-lantak oleh konflik yang diwarnai sentimen agama. Akibat benturan amarah itu, 577 jiwa melayang, 7.932 rumah terbakar, 1.378 bangunan rusak berat, dan 690 rusak ringan. Selain itu, 27 masjid dan 55 gereja lumat.
Hanya saja seorang kombatan yang pernah terlibat dalam konflik tersebut menyatakan bahwa saat ini para pemain lama sudah tercerai-berai. Menurut sumber yang memiliki jaringan ke Jemaah Islamiyah ini, jika ada pemain lama yang meledakkan Palu, dipastikan bukan dari kelompoknya. ”Lagi pula ahli peracik bom di Sulawesi Tengah ini banyak, karena mereka rata-rata pintar membuat bom ikan,” kata dia.
Kemungkinan lain diungkap Hamdan Basyar, peneliti utama di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia yang pernah meneliti konflik Poso (2002-2004). Menurut dia pemain yang berperan dalam konflik itu datang dari kalangan elite politik lokal, provinsi, hingga tingkat nasional. ”Masyarakat kedua agama hanya menjadi korban,” kata dia.
Dalam gebalau kerusuhan itulah tertangkap indikasi adanya kepentingan kekuatan lain untuk terus melanggengkan kerusuhan. Hal itu terlihat dari aksi kekerasan yang terjadi berulang kali. ”Dan, pelakunya adalah orang terlatih. Nah, ini maknanya apa?” ujar Kepala Bidang Politik Lokal LIPI tersebut.
Menurut dia, serial kekerasan di Poso ditengarai sebagai upaya untuk menyamarkan praktek pembalakan liar di kawasan itu. Yang dimaksud adalah penebangan kayu eboni yang memang merupakan komoditas utama Sulawesi Tengah selain kakao. Di balik kegiatan haram itulah biasanya terdapat beking oknum aparat keamanan. ”Kalau ada kerusuhan, bisnis ilegal ini bisa jalan terus,” kata Hamdan.
Dia melihat medan aksi para petualang itu kini kian menyempit. Lagi pula, para tokoh dari kedua kubu yang dulu bertikai kini terus mencari jalan damai. ”Maka, para pemain yang tak terlihat itu berusaha memperlebar permainan, seperti kejadian bom di Palu itu,” kata dia.
Hamdan yakin target para petualangan itu untuk membakar Palu tak akan berhasil. Kondisi Palu yang menunjukkan ketidakseimbangan demografis antara muslim dan kristiani justru tak akan meletikkan benturan. ”Rumput keringnya tak terlalu luas untuk dibakar,” kata dia. Lain soalnya jika jumlah kedua pemeluk agama seimbang.
Sebuah lembaga swadaya masyarakat di Palu, Poso Center, membeberkan beberapa kemungkinan siapa saja para ”pemain Poso” itu. Pertama, kekerasan di Poso dan Palu terkait dengan korupsi dana pengungsi Poso senilai Rp 240 miliar. Maka, kekerasan terus dilakukan guna mengalihkan perhatian. Kedua, bom diledakkan oleh mereka yang mencoba balas dendam atas tewasnya ratusan muslimin selama konflik tahun 2000. Ketiga, kekerasan dilakukan aparat keamanan sendiri. ”Kasus pemenggalan tiga siswa SMA Kristen Poso itu diduga melibatkan aparat TNI yang tergabung dalam Tim Bunga,” kata Yusuf Lakaseng, Direktur Poso Center.
Dugaan terakhir itu dibantah tentara. Menurut Kolonel A. Yani Basuki, Kepala Dinas Penerangan Umum Mabes TNI, institusinya tidak pernah memerintahkan prajurit melakukan tindakan menyimpang dari tugas pokoknya. ”Tugas TNI di sana justru membantu menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat,” kata dia kepada Nur Aini dari Tempo.
Setelah sepekan mengubek-ubek informasi, Jumat pekan lalu polisi yakin telah mendapatkan ciri fisik tersangka. Orang tersebut digambarkan tingginya sekitar
160 sentimeter, gemuk, berjenggot, kumis tipis, rambut pendek, dan kulit sawo matang. ”Dia memakai kaos oblong putih dan jaket warna hitam,” kata seorang perwira di Mabes Polri yang enggan disebutkan namanya. Nomor polisi mobil di lokasi kejadian pun sudah diketahui.
Apakah orang ini bagian dari pemain lama? Sayang, untuk soal ini polisi masih bungkam.
Tulus Wijanarko, Maria Ulfah, Darlis Muhammad (Palu)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo