Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Mengapa Pemerintah Ogah Membayar Tunjangan Kinerja Dosen ASN

Pemerintah tak memenuhi kewajiban membayar tukin dosen sejak 2020. Menteri Pendidikan lebih mementingkan Merdeka Belajar. 

9 Februari 2025 | 08.30 WIB

Ratusan dosen berstatus aparatur sipil negara atau ASN menggelar aksi demonstrasi di area depan Monumen Nasional , Jakarta, 3 Februari 2025. Tempo/Martin Yogi Pardamean
Perbesar
Ratusan dosen berstatus aparatur sipil negara atau ASN menggelar aksi demonstrasi di area depan Monumen Nasional , Jakarta, 3 Februari 2025. Tempo/Martin Yogi Pardamean

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Ringkasan Berita

  • Aturan tunjangan kinerja atau tukin dosen ASN sudah lengkap, tapi pemerintah ogah membayar.

  • Eks Menteri Pendidikan Nadiem Makarim punya andil besar tak mengalokasikan anggaran tukin dosen.

  • Para dosen ASN dari berbagai penjuru berunjuk rasa di Jakarta menuntut hak tunjangan kinerja.

RAPAT daring dua jam membahas polemik tunjangan kinerja atau tukin dosen dengan perwakilan pemerintah pada Selasa, 4 Februari 2025, bikin Fatimah mangkel. Selain hak berbicaranya dibatasi oleh forum, anggota Dewan Pembina Aliansi Dosen Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi atau Adaksi itu menganggap diskusi menjadi antiklimaks demonstrasi sehari sebelumnya.

Fatimah bersama dua perwakilan Adaksi lain menghadiri forum itu karena ingin mendapatkan penjelasan tentang penyelesaian piutang tunjangan kinerja dosen dari 2020 hingga 2024. Alih-alih menuntaskan utang periode itu, perwakilan pemerintah malah membahas pencairan tukin tahun ini. “Diskusinya enggak nyambung,” kata Fatimah kepada Tempo, Rabu, 5 Februari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Selain menghadirkan Adaksi dan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, rapat siang itu menghadirkan delegasi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi serta Ombudsman Republik Indonesia. Pesertanya lebih dari 20 orang, termasuk sejumlah tenaga ahli Dewan Perwakilan Rakyat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Dewan Pembina Aliansi Dosen ASN Kemendiktisaintek Seluruh Indonesia (Adaksi) Fatimah dalam aksi damai penuntutan pembayaran tunjangan kinerja yang digelar di area Patung Kuda, Monas, Jakarta Pusat, 3 Februari 2025. Tempo/Hanin Marwah

Fatimah menyenggol pernyataan tenaga ahli Kementerian, Johannes Gunawan, akhir bulan lalu. Saat itu Johannes mensosialisasi pencairan tunjangan kinerja kepada pimpinan kampus secara daring. Ia menyebutkan bahwa Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 447/P/2024 tentang Nama, Kelas Jabatan, dan Besaran Tukin Dosen tak bisa digunakan lagi.

Johannes beralasan keputusan menteri yang ditandatangani oleh Nadiem Makarim pada 11 Oktober 2024 itu melanggar Peraturan Presiden Nomor 136 Tahun 2018 tentang Tukin Pegawai Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Peraturan presiden itu mengamanatkan kewajiban pencairan tunjangan kinerja melalui peraturan menteri, bukan lewat keputusan menteri.

Di dalam forum, Fatimah menilai Johannes keliru. Sebab, dasar hukum pencairan tunjangan kinerja, yaitu peraturan menteri, sudah terbit pada 2020. Yang dimaksud Fatimah adalah Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 49 Tahun 2020 tentang Ketentuan Teknis Pemberian Tukin. “Aturan sudah lengkap,” ujar dosen Politeknik Negeri Tanah Laut, Kalimantan Selatan, itu.

Kepada Tempo pada Jumat, 7 Februari 2025, Johannes tak menjawab dengan gamblang soal aturan yang disebutkan Fatimah. Menurut dia, seharusnya mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim, menganggarkan tunjangan kinerja berdasarkan Peraturan Menteri Nomor 49 untuk anggaran 2021. “Menteri tak menganggarkan tukin dosen tahun 2021-2024,” ucapnya.

Meski begitu, pemerintah belum mencairkan hak 88 ribu dosen ASN atau aparatur sipil negara sepeser pun. Pemerintah pernah berjanji mencairkan tunjangan kinerja pada 1 Januari 2025, tapi rencana itu batal. Karena itu, lebih dari 400 dosen dari Aceh hingga Papua berunjuk rasa di silang Monumen Nasional, Jakarta, Senin, 3 Februari 2025. 

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim berdiskusi tentang program Merdeka Belajar Kampus Merdeka di Tomohon, Sulawesi Utara, Jumat 6 Januari 2023 Antara/HO- Dokumentasi Pribadi.

Mengenakan atasan putih, para dosen membawa pelbagai spanduk tuntutan sembari bernyanyi, “Bayar, bayar, bayar tukinnya. Bayar tukinnya sekarang juga.” Mereka menuntut pencairan tunjangan kinerja dosen 2020-2024. “Tukin hak kami, bayar dong sesuai dengan aturan,” kata dosen Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpinang, Riau, Zaitun, lewat pesan WhatsApp kepada Tempo, Rabu, 5 Februari 2025. 

Bersama empat dosen lain, Zaitun naik pesawat menuju Jakarta pada Senin pagi. Adapun Fatimah berangkat menggunakan donasi dari teman dosen lain yang mendukung aksi tapi berhalangan hadir. Perempuan 51 tahun itu mengatakan tunjangan kinerja bukan sekadar nominal uang, melainkan penghargaan terhadap pendidik. 

Dosen Universitas Sam Ratulangi, Manado, Sulawesi Utara, Adinda Franky Nelwan, turut berunjuk rasa. Ia bergabung dengan Adaksi setelah mendengar penjelasan Fatimah di YouTube pada pertengahan Januari 2025. Selama 30 tahun mengajar di kampus, ia pasrah menerima gaji dosen kecil. “Setelah tahu ada ketidakadilan, saya terusik untuk ikut bergerak,” ujar Franky. 

Sebagai dosen dengan status lektor kepala, Franky memperoleh pendapatan sebulan sekitar Rp 10 juta, terdiri atas gaji Rp 6 juta dan sisanya tunjangan sertifikasi dosen serta remunerasi. Dengan Keputusan Menteri Nomor 447 Tahun 2024, Franky berhak mendapat tunjangan kinerja Rp 10,9 juta per bulan. Ia bersyukur apabila mendapat rapelan tukin sejak tahun 2020.

Namun pemerintah menolak mencairkan rapelan tunjangan kinerja 2020-2024. Penolakan tersebut tertuang dalam Surat Edaran Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Nomor 247/M.A/KU.01.02/2025 untuk pimpinan kampus di seluruh Indonesia. Surat itu diteken Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan Tinggi Togar Mangihut Simatupang pada 28 Januari 2025. 

Sekretaris Jenderal Kemendiktisaintek Togar M Simatupang memberikan keterangan pers di Kompleks Parlemen, Jakarta, 23 Januari 2025. Antara/Tri Meilani Ameliya

Kepada Tempo, Togar menjelaskan bahwa tunjangan kinerja 2020-2024 tak bisa cair karena proses birokrasi atau kepatuhannya bermasalah akibat perubahan nomenklatur. Perubahan itu ia klaim meniadakan aturan yang telah terbit. Seperti yang dikatakan Johannes Gunawan, Togar menyebutkan menteri periode lalu, Nadiem Makarim, tak pernah menganggarkan tukin dosen.

Menurut Togar, Nadiem lebih memprioritaskan program Merdeka Belajar karena keterbatasan anggaran akibat pandemi Covid-19. “Kalau dibilang (tukin dosen) belum prioritas, memang belum prioritas. Saya enggak mungkin bohong,” kata Togar pada Selasa, 4 Februari 2025. Pemerintah pun beralasan tak bisa mencairkan rapelan tunjangan kinerja karena anggaran sudah tutup buku. 

Hingga Jumat, 7 Februari 2025, Nadiem tak merespons pesan dan panggilan telepon Tempo. Adapun Togar mempersilakan para dosen menempuh jalur hukum. Ia mengklaim Kementerian Pendidikan Tinggi terbuka berdiskusi dengan mereka. “Kalau mereka cuma teriak-teriak, kami enggak melayani,” ujarnya.

•••

PERSOALAN tunjangan kinerja dosen mencuat bermula dari kasus Fatimah yang menerima uang tugas belajar Rp 700 ribu tiap bulan saat menempuh program doktoral. Pada Agustus 2023, ia diwajibkan mengembalikan Rp 7 juta karena aturan soal uang tugas belajar telah dicabut tahun sebelumnya. Ia diberi waktu 1 x 24 jam untuk mengembalikan uang yang setara dengan gaji sebulan itu. 

Fatimah yang telah mengajar sepuluh tahun di Politeknik Negeri Tanah Laut kelimpungan. Ia akhirnya meminjam dana koperasi kampus untuk membayar tagihan mendadak itu. Ia bingung terhadap cara negara memperlakukan dosen kampus negeri. “Sudah penghasilan rendah, fasilitas dicabut, tidak mendapatkan tukin,” tutur Fatimah. 

Ia lalu mempelajari seluk-beluk kesejahteraan dosen selama berbulan-bulan. Semua dokumen peraturan mengenai pendapatan dosen ia baca. Fatimah menemukan payung hukum pembayaran tukin dosen, yaitu Peraturan Presiden Nomor 136 Tahun 2018 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Dua tahun setelah peraturan presiden itu terbit, keluar Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 49 Tahun 2020 tentang Ketentuan Teknis Pemberian Tukin. Peraturan itu terbit diiringi Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 1185/M/2020 tentang kelas jabatan unit utama. Kelas jabatan dosen, yang mengatur jabatan fungsional dan besaran tunjangan kinerja, tak masuk aturan ini.

Begitu pula sejumlah keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan lain yang muncul setelahnya tak memasukkan kelas jabatan dosen. Fatimah menilai ketiadaan poin itu sebagai kelalaian pemerintah. Ia lalu mengirim surat elektronik kepada Presiden Joko Widodo, Menteri Nadiem Makarim, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Badan Pemeriksa Keuangan pada periode Mei-Juli 2024. “Hampir semuanya tak membalas,” katanya. 

Pada 19 September 2024, Fatimah mengikuti forum audiensi serikat pekerja kampus dengan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Abdul Haris serta Direktur Sumber Daya Manusia Lukman. Ia pun membeberkan persoalan tunjangan kinerja dosen. “Mereka berdua mengakui lalai,” ujar Fatimah. 

Ia mengklaim bahwa keduanya setuju mengalokasikan anggaran tunjangan kinerja Rp 5 triliun. Sembilan hari sebelum pemerintahan berganti, muncul payung hukum yang menyempurnakan aturan pemberian tukin, yaitu Keputusan Menteri Nomor 447/P/2024 tentang Nama, Kelas Jabatan, dan Besaran Tukin. Diktum ketiga aturan itu menyebutkan pencairan tukin pada Januari 2025. 

Hingga Jumat, 7 Februari 2025, Abdul Haris belum merespons pesan dan panggilan telepon Tempo. Adapun Lukman membenarkan informasi bahwa Keputusan Menteri Nomor 47 menyebutkan pembayaran tunjangan kinerja pada Januari 2025. Tapi realisasinya bisa pertengahan tahun. “Kalau untuk tahun-tahun sebelumnya enggak dibayar,” ucap Lukman.

Namun tunjangan kinerja tak kunjung cair. Pada pertengahan Januari, para dosen yang tergabung dalam Aliansi Dosen Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi atau Adaksi melapor ke DPR dan Dewan Perwakilan Daerah. Kementerian Pendidikan Tinggi akhirnya mengajukan anggaran tambahan kepada DPR dan Kementerian Keuangan untuk pembayaran tukin dosen.

Ada tiga opsi yang mencuat dalam pengalokasian anggaran tunjangan kinerja dosen. Pertama, dana tukin Rp 2,8 triliun akan dicairkan untuk 33.957 dosen. Kedua, Rp 3,6 triliun untuk 64.805 dosen. Terakhir, Rp 8 triliun untuk membayar tukin sekitar 88 ribu dosen. Badan Anggaran DPR dan Kementerian Keuangan menyetujui alokasi dana tukin dosen Rp 2,5 triliun. 

Dampaknya, puluhan ribu dosen lain tak menerima tunjangan kinerja. Dosen Universitas Sam Ratulangi, Adinda Franky Nelwan, salah satunya. “Padahal, sebagai dosen negeri, kami semua berhak mendapat tukin,” katanya. Adaksi tetap menuntut pembayaran tunjangan kinerja semua dosen plus rapelan tukin periode 2020-2024.

Memahami negara sedang bokek, organisasi itu menawarkan tunjangan kinerja dicicil. Anggota Dewan Pembina Adaksi, Fatimah, mengingatkan pemerintah bahwa dosen yang sejahtera akan membuat kampus tak perlu menaikkan uang kuliah tunggal atau merekrut mahasiswa sebanyak mungkin. “Kami tidak hanya menuntut hak, tapi juga berupaya menghilangkan komersialisasi kampus.”  

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Eko Ari Wibowo dan Hanin Marwah berkontribusi dalam tulisan ini. Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Piutang Lama Dosen Negeri"

Erwan Hermawan

Erwan Hermawan

Menjadi jurnalis di Tempo sejak 2013. Kini bertugas di Desk investigasi majalah Tempo dan meliput isu korupsi lingkungan, pangan, hingga tambang. Fellow beberapa program liputan, termasuk Rainforest Journalism Fund dari Pulitzer Center. Lulusan IPB University.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus