ADA yang berubah dari jadwal sidang kabinet belakangan ini. Sidang yang biasanya berlangsung berjam-jam itu akhir-akhir ini cenderung singkat. Tapi sidang yang singkat justru membawa berkah tersembunyi, seperti yang terjadi Sabtu dua pekan silam.
Karena sidang berlangsung supercepat, tim pemeriksa dari Kejaksaan Agung akhirnya bisa datang untuk memeriksa Presiden dalam kasus dugaan penyelewengan dana Bulog. Pemeriksaan dilaksanakan oleh Ketua Tim Penyidik Chaeruman Harahap dan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Bachtiar Fachri Nasution. Dari pukul 14.00, dalam pemeriksaan yang berlangsung dua jam itu, Chaeruman mengajukan 20 pertanyaan. Apa jawaban Presiden?
Menurut juru bicara kepresidenan, Adhie Massardi, acara Sabtu siang itu bukan pemeriksaan melainkan pemberian keterangan. Presiden menjelaskan posisinya dalam kasus dana Bulog dan hibah dari Brunei. Hanya, Adhie mengaku tidak tahu persis apa jawaban bosnya. "Tetapi sudah dibuat semacam berita acara pemeriksaan," ujarnya kepada Purwani D. Prabandari dari TEMPO. Sementara itu, menurut Jaksa Agung Marzuki, Presiden mengaku tak menerima cek dari Yanatera Bulog ataupun dari Sultan Brunei.
Pada situasi seperti sekarang ini?ketika posisi Presiden secara politis tengah terjepit serangan DPR yang berujung di sidang istimewa?acara pemeriksaan semacam itu mudah menerbitkan prasangka. Apalagi, sebetulnya Presiden telah diperiksa oleh polisi. Bahkan, Jaksa Agung sendiri yang ketika itu meminta supaya pemeriksaan tidak dilakukan oleh kejaksaan, melainkan kepolisian.
Anggota dewan dari Partai Amanat Nasional (PAN), Alvin Lie, umpamanya, menganggap apa yang dilakukan Marzuki Darusman tak lain sebagai sandiwara yang jalan ceritanya mudah ditebak. Alvin sangat yakin, dalam waktu singkat akan keluar pernyataan dari Jaksa Agung bahwa tidak cukup bukti untuk menyeret Presiden dalam kasus Bulog dan Brunei.
Menurut Alvin, pemeriksaan itu dilakukan supaya nanti kalau ada sidang istimewa, Kejaksaan Agung mementahkannya lewat surat perintah penghentian penyidikan (SP3). "Bagaimanapun, kejaksaan berada di bawah presiden. Jadi, sebelum tanggal 30 Mei, dugaan saya ada keputusanlah," kata Alvin kepada Adi Prasetya dari TEMPO. Benarkah dugaan ini?
Tentu saja Jaksa Agung Marzuki menolak dugaan itu. "Mana mungkin kami mengeluarkan SP3 sementara kasusnya masih dalam tahap penyelidikan. SP3 dimungkinkan kalau sudah tahap penyidikan," tuturnya. Ia menambahkan, status Presiden dalam pemeriksaan bukan sebagai tersangka, bukan pula saksi, melainkan orang yang dimintai keterangan. Pemeriksaan itu pun belum bersifat proyustisia, tetapi masih dalam tahap pengumpulan keterangan yang merupakan bagian dari penyelidikan. Jika nanti berlanjut, kasus ini bisa ditingkatkan ke penyidikan dan status Presiden bisa saja berubah, tergantung hasil temuan. Acara pemeriksaan di Istana Negara Sabtu lalu bukanlah yang terakhir. Jika diperlukan, menurut Marzuki, pihaknya akan memeriksa Presiden lagi.
Marzuki juga menampik dugaan bahwa pemeriksaan dilakukan sehubungan dengan tekanan yang semakin keras dari DPR kepada Presiden Gus Dur. "Waktunya memang berdekatan, tapi itu cuma kebetulan. Jangan dihubung-hubungkan begitu," katanya.
Pengacara Trimedya Panjaitan, yang dekat dengan Wakil Presiden Megawati Sukarnoputri, juga menyangsikan niat Kejaksaan Agung mengeluarkan SP3. Alasannya, surat perintah baru bisa dikeluarkan bila sudah ada tersangkanya. Nah, seandainya Kejaksaan Agung ngotot mengeluarkan SP3, tentu saja lucu dan aneh, karena Presiden belum menjadi tersangka.
Walaupun demikian, Trimedya menyayangkan tindakan Kejaksaan Agung memeriksa Presiden di Istana. Jaksa yang datang ke Istana, di mata Trimedya, bisa menerbitkan kecurigaan. Meskipun Abdurrahman seorang Presiden, dan Jaksa Agung ada di bawahnya, kalau tersangkut masalah hukum, mestinya bukan jaksa yang datang ke Istana, melainkan sebaliknya.
Walhasil, adakah semua kecurigaan itu cuma pepesan kosong? Tidak juga. Menurut Trimedya, masih ada kemungkinan kasus dana Bulog dengan tersangka utama Sapuan-Suwondo ini akan diputuskan sebagai perkara perdata. Artinya, kasus itu sekadar urusan pinjam-meminjam antara kedua orang itu. Dengan demikian, posisi Presiden aman, karena tak berkaitan dengan kasus itu. "Ini yang harus dimonitor, apakah ada target ke arah sana. Dan itu bisa dimulai dari mengamati perjalanan kasus Sapuan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan," tutur Trimedya. Jika skenario ini benar, berarti Abdurrahman masih punya peluru untuk menghadapi sidang istimewa.
Wicaksono, Andari Karina Anom, Levi Silalahi
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini