Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Strategi Terbaru Hadapi Gelombang Ketiga Pandemi

Pemerintah akan menjadikan tingkat keterisian ruang rawat inap Covid-19 di berbagai fasilitas kesehatan sebagai indikator PPKM. Penularan virus pada gelombang ketiga Covid-19 lebih tinggi dibanding saat gelombang kedua.

 

3 Februari 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Aktivitas tempat pengisian ulang oksigen medis di kawasan Manggarai, Jakarta, 2 Februari 2022. TEMPO/Subekti.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pertambahan kasus harian Covid-19 saat ini lebih tinggi dibanding saat gelombang terdahulu.

  • Lonjakan angka kasus Covid-19 tak disertai dengan kenaikan angka kematian yang signifikan.

  • Epidemiolog mengingatkan bahwa gelombang ketiga Covid-19 akibat varian Omicron tak bisa dianggap main-main.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA – Pemerintah berencana menyesuaikan indikator pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) untuk mengatasi situasi terburuk gelombang ketiga Covid-19 akibat varian Omicron. Selama ini PPKM menjadi acuan pemerintah untuk mengatasi penularan Covid-19 lewat berbagai pembatasan aktivitas masyarakat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Juru bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, mengatakan pemerintah akan menjadikan tingkat keterisian ruang rawat inap Covid-19 di berbagai fasilitas kesehatan sebagai indikator PPKM. Selama ini indikator PPKM mengacu pada pertambahan kasus positif, angka positivitas, dan capaian vaksinasi,

"Dalam pengumuman PPKM selanjutnya, kemungkinan akan ada perubahan di level daerah-daerah berdasarkan indikator tersebut," kata Wiku dalam konferensi pers Rabu, 2 Februari 2022.

Penyesuaian pengetatan mobilitas ini dilakukan karena kasus harian Covid-19 melonjak tajam hingga mencapai 58 kali lipat pada awal pekan ini. Data harian Covid-19 per 2 Januari 2022 bertambah 17 ribu orang. Kasus aktif sendiri hampir mencapai seratus ribu orang.  

Wiku menyebutkan pertambahan kasus harian Covid-19 saat ini lebih tinggi dibanding saat gelombang pertama pandemi di Indonesia pada Desember 2020. Laju penularan ikut mempengaruhi tingkat positivitas di Indonesia yang sudah berada di angka 6 persen atau berada pada level standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Angka positivitas sebelumnya konsisten di 0 sampai 2 persen.

“Kenaikan kasus ini seharusnya menjadi peringatan bagi kita semua untuk kembali merefleksikan kedisiplinan terhadap protokol kesehatan,” kata Wiku.

Meski demikian, kata Wiku, peningkatan kasus positif yang sangat tinggi ini tak dibarengi dengan kenaikan angka kematian. Kenaikan angka kematian per kemarin masih relatif melambat, yaitu naik 14 kali lipat dibandingkan pada 1 Januari 2022. Tapi laju kematian akibat virus corona saat ini lebih rendah dibanding gelombang pertama pandemi.

“Dengan jumlah kasus positif yang sama, nyatanya kematian harian pada saat ini berjumlah 28 orang. Sedangkan pada gelombang pertama lalu, kematian mencapai hingga lebih dari 300 orang dalam satu hari,” katanya.

Selain kenaikan jumlah kasus positif, tingkat keterisian tempat tidur rumah sakit atau bed occupancy rate (BOR) juga mulai merangkak naik. Secara nasional, angka BOR saat ini mencapai 13,89 persen. BOR paling tinggi terjadi di DKI Jakarta yang mencapai 52 persen. "Kabar baiknya, masih ada 30 provinsi yang dapat mempertahankan BOR-nya di bawah 10 persen," ujar Wiku.

Wiku menjelaskan, pemerintah sudah meningkatkan jumlah tempat tidur pasien Covid-19 di ruang isolasi hingga mencapai 10.996 unit. Tujuannya, untuk mengantisipasi lonjakan angka pasien yang membutuhkan perawatan di rumah sakit. Pemerintah juga akan tetap memastikan ketersediaan tempat isolasi maupun karantina bagi pasien positif akibat transmisi lokal varian Omicron dan pelaku perjalanan luar negeri.

Saat ini ada 7.894 tempat tidur di Rumah Sakit Darurat Covid-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta Pusat, untuk pasien pelaku perjalanan luar negeri yang bergejala ringan dan sedang. Lalu, ada 5.796 ruang isolasi di Wisma Atlet Pademangan dan 1.566 ruang isolasi di Rumah Susun Penggilingan untuk pelaku perjalanan luar negeri tanpa gejala.

Pemerintah juga menyiapkan 444 tempat tidur di enam rumah sakit rujukan bagi pelaku perjalanan luar negeri bergejala berat. Selanjutnya, ada 663 tempat tidur di enam hotel dan tempat isolasi terpusat untuk pelaku perjalanan luar negeri tanpa gejala dan bergejala ringan. "Jadi, bila ditotalkan, terdapat 76 ribu tempat isolasi terpusat di seluruh Indonesia," kata Wiku.

Pasien COVID-19 tiba untuk menjalani isolasi di Hotel Singgah COVID-19, Curug, Kabupaten Tangerang, Banten, 31 Januari 2022. ANTARA/Fauzan

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan strategi utama pemerintah dalam mengendalikan lonjakan penularan Covid-19 tetap bertumpu pada pencegahan. Caranya, memperketat pelaksanaan protokol kesehatan, pengetesan yang masif, pelacakan kontak fisik, serta percepatan vaksinasi booster dan primer. "Lalu, aktivasi satuan tugas protokol kesehatan di berbagai tingkatan daerah," kata Nadia.

Menurut Nadia, saat ini infrastruktur pemerintah dalam menangani wabah sudah lebih siap dibanding saat gelombang kedua pandemi pada pertengahan 2021 lalu. Saat itu, berbagai fasilitas rumah sakit nyaris kolaps akibat penularan varian Delta. Kini pemerintah sudah menyiapkan tempat perawatan yang memadai, obat-obatan, oksigen, dan ventilator. "Kita lebih siap karena ada penambahan-penambahan peralatan dan juga kesiapan obat serta oksigen, belajar dari Delta," katanya.

Pakar epidemiologi dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman, berpendapat, secara infrastruktur dan kesiapan laboratorium, saat ini Indonesia memang lebih siap dibanding saat menghadapi varian Alpha pada 2020 dan Delta pada 2021. Namun, kata dia, infrastruktur yang siap tanpa respons yang tepat, cepat, dan kuat tidak akan memberikan dampak signifikan dalam mengendalikan Covid-19.

"Saya lihat saat ini agak-agak telat karena ada yang menganggap enteng. Akhirnya mitigasinya enggak kuat," kata Dicky.

Ia mengingatkan bahwa gelombang ketiga Covid-19 akibat varian Omicron ini tak bisa dianggap main-main. Misalnya, kondisi pandemi di Amerika Serikat akibat penularan varian Omicron hampir serupa dengan ketika varian Delta menjalar di Negeri Abang Sam. "Kita juga sama dengan Amerika posisi potensi risikonya, sehingga saya ingatkan kita enggak boleh terlalu percaya diri. Kita harus ambil skenario terburuk," katanya.

MAYA AYU PUSPITASARI

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus