Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Pemerintah tak akan mendikte

Wawancara tempo dengan mendagri rudini mengenai lsm dan kegiatannya.

4 Mei 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SETELAH "insiden INGI" di Belgia dua tahun silam, Menteri Dalam Negeri Rudini banyak berurusan dengan para tokoh LSM. Selaku pejabat yang menangani pembinaan politik dalam negeri, Rudini tampaknya merasa perlu "membina" LSM. Langkah itu -- seperti mengadakan forum komunikasi Mendagri dengan LSM -- - sampai menimbulkan kekhawatiran bahwa Rudini akan menjinakkan LSM. Sabtu pekan lalu, Rudini menerima Amran Nasution, Ahmed Kurnia Soeriawidjaja, dan Leila S. Chudori dari TEMPO di ruang kerjanya selama satu jam. Berikut petikan wawancara itu: Bagaimana hubungan Pemerintah dengan LSM, terutama sesudah insiden di Belgia dua tahun yang lalu? Untuk menghindari hal-hal seperti itu, diadakan Forum Komunikasi antara LSM dan Pemerintah, tapi tidak struktural ke bawah. Misalnya di pusat ini hubungan langsung dengan Depdagri, jika di tingkat gubernur, ya dengan gubernurnya. Dan hasilnya ya terserah pertemuan itu. Tapi bukan berarti Pemerintah mendikte atau ikut campur urusan LSM. Karena LSM sering mengkritik, ada kesan Pemerintah menganggap LSM "oposan" atau "pengganggu". Sejauh kritik itu masih menyangkut operasionalisasi dari suatu program atau suatu tindakan, tak ada masalah. Tapi kalau kritik itu sifatnya apriori sehingga tampak bertujuan politis, saya anggap itu bukan kegiatan LSM murni. Memang LSM ada yang berkiprah di bidang politik. Tapi janganlah kasus Kedungombo, misalnya, dipakai untuk tujuan politik hingga mendiskreditkan Pemerintah. Maksudnya? Misalnya, kalau LSM menemukan penyimpangan dalam pembangunan hingga merugikan rakyat, ya gunakanlah forum komunikasi itu. Ceritakan dengan fakta-fakta bahwa ada hal-hal yang ndak benar. Jangan langsung mendorong rakyat untuk unjuk rasa atau nuntut ini, nuntut itu. Nuntut ini-itu kan kalau penyelesaian cara musyawarah-mufakat sudah buntu. Ndak usah menuduh bahwa Pemerintah menulisi KTP orang-orang yang menuntut itu dengan ET (Eks Tapol). Padahal, yang ET itu memang ada di daftar Kopkamtib dulu. Jadi, memang mereka itu ET. Nah, ini yang membuat saya berpraduga bahwa ada tujuan politik. Bagaimana kalau komunikasi itu gagal dengan pemerintah setempat? Kalau gagal berkomunikasi dengan bupati, kan masih ada tingkat gubernur. Kalau gagal dengan gubernur ya masih ada mendagri. Nah, kalau masih gagal ke mendagri ya sudah, silakan ke DPR saja. Atau ke pengadilan. Maksud saya, forum komunikasi itu bukannya agar LSM harus selalu membenarkan pemerintah, ndak ndak. Wong malah kita terima kasih kok ada LSM. Dia ikut membangun desa, dia punya dana. Banyak pendapat mengatakan bahwa rakyat kurang diajak serta berpartisipasi dalam pembangunan. Dalam hal apa? Justru Pemerintah merangsang agar rakyat berpartisipasi. Soalnya, LSM itu menilai dengan kaca mata Pancasila atau tidak? Misalnya gagasan Pak Harto itu ditertawakan dan dibilang sinterklas. Padahal, itu maksudnya memancing pemerataan kegiatan pembangunan di semua desa. Tapi bukankah mereka harus obyektif? Tentu, tentu mereka harus obyektif. Tapi LSM juga harus mengerti budaya dan kehidupan bangsa kita. Kalau saya menilai budaya Amerika, kan saya harus mengenal mereka dulu. Kasus Kedungombo yang hingga sekarang berlarut-larut dikritik LSM sebagai contoh rakyat tidak diajak berembuk sejak awal? Itulah saran para LSM yang saya hargai sekali. Itu namanya keterbukaan. Jangan hanya diam kalau Pemerintah dianggap salah, lalu dihantam. Soal LSM di Kedungombo itu memang jadi pengalaman kita. Kelak kalau mau membangun seperti ini LSM akan kita ajak ngomong. Ada kekhawatiran jangan-jangan LSM mau dibikin jadi perpanjangan tangan pemerintah. Saya menjaga betul agar kredibilitas mereka tidak merosot di negara lain. Sebab, LSM di dunia ini ndak ada yang terikat pemerintah. Ya, memang bagusnya tidak terikat pemerintah. Makanya saya ndak mau bilang, "eh. jangan bunyi ini, jangan bunyi itu...." Kalau memang mereka menjelek-jelekkan pemerintah apakah mereka akan terkena "cekal"? Ndak, ndak. Kalau mereka sampai menghina pejabat pemerintah, itu ada undang-undangnya dan bisa dituntut di pengadilan. Tidak langsung dicekal. Ada keputusan pemerintah yang berubah karena kritik LSM. Misalnya, dalam kasus Kedungombo, semula tempat penampungan Kedungmulyo itu tidak ada. Lalu, ada beberapa jenis obat yang diprotes Yayasan Lembaga Konsumen karena membahayakan, langsung dilarang beredar di pasaran. Apakah itu karena tekanan luar negeri? Kedungmulyo itu tadinya belum diizinkan Departemen Kehutanan. Programnya sih sudah ada, lalu belakangan diizinkan. Kalau yang YLK itu memang bagus. Itu yang kami maksud LSM sebagai mitra. Kalau LSM menganggap ada persoalan, mbok ya ditulis, lalu ke Depkes. Kan selesai. Tapi ndak benar bahwa perubahan itu disebabkan karena ditekan luar negeri. Buktinya, setelah ribut-ribut LSM di Brussel itu, permintaan bantuan RI tetap dipenuhi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus