Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal Awi Setiyono mengatakan bahwa Polri membagi jumlah anggotanya untuk mengamankan pelaksanaan Pilkada 2020 berdasarkan indeks potensi kerawanan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Dari 270 daerah yang melaksanakan Pilkada Serentak 2020, tentunya memiliki potensi kerawanan sesuai dengan karakteristik masing-masing daerah, dan itu menjadi catatan kepolisian untuk dijadikan pedoman dalam melakukan deteksi dini dan mencegah gangguan kamtibmas," kata Awi di Kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat 11 September 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pilkada 2020 akan berlangsung di 270 lokasi yang terdiri atas 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota. Dari ratusan lokasi pilkada, kemudian dinilai indeks potensi kerawanan di masing-masing daerah.
Penilaian itu, kata Awi, menjadi catatan kepolisian untuk melakukan deteksi dini dan mencegah gangguan kamtibmas demi suksesnya Pilkada Serentak 2020 yang aman, damai, sejuk, jujur, adil, dan aman dari penularan COVID-19.
Awi menuturkan bahwa indeks potensi kerawanan Pilkada Serentak 2020 adalah alat untuk mengukur tingkat kerawanan suatu wilayah yang melaksanakan pilkada, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota yang diukur menggunakan instrumen dalam bentuk dimensi, variabel, dan indikator.
Dalam indeks potensi kerawanan, kata dia, terbagi tiga kategori, yakni daerah kurang rawan, rawan, dan sangat rawan. "Penilaian indeks potensi kerawanan terdiri atas lima dimensi, 17 variabel, dan 118 indikator," katanya.
Dalam setiap dimensi memiliki beberapa variabel. Dari setiap variabel, memiliki sejumlah indikator yang akan menjadi perhitungan dalam pengamanan polisi.
Awi menyebutkan dimensi penyelenggara atau KPUD terdapat tiga variabel, yakni profesionalitas penyelenggara, profesionalitas bawaslu atau panwas, dan profesionalitas pengamanan.
Disebutkan pula bahwa dimensi peserta terdapat lima variabel, yakni potensi calon, dukungan dari ASN, dukungan partai, politik uang atau sarana prasarana, dan politik identitas.
Adapun dimensi partisipasi masyarakat terdapat dua variabel, yaitu partisipasi masyarakat dan pengaruh paslon.
Selanjutnya, dimensi potensi gangguan kamtibmas ada empat variabel, yakni sejarah konflik, kondisi geografis, media, dan karakteristik masyarakat.
Dimensi ambang gangguan, lanjut dia, memiliki tiga variabel, yaitu potensi kriminalitas, administrasi kependudukan, dan gangguan kamtibmas.