Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemerintah menunggu permohonan resmi dari KPU untuk menerbitkan inpres tentang pengadaan logistik Pemilu 2024.
Tenggat yang diberikan untuk pengadaan logistik lebih singkat dibanding pada pemilu sebelumnya.
KPU perlu melakukan terobosan untuk mempersingkat semua tahapan pengadaan logistik.
JAKARTA – Pemerintah masih menunggu permohonan resmi dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menerbitkan instruksi presiden (inpres) tentang pengadaan logistik Pemilu 2024. Inpres ini akan dijadikan payung hukum dalam pengadaan logistik pemilu setelah terjadi perubahan masa kampanye dari 120 hari menjadi 75 hari. “Permohonan inpres itu akan kami lihat substansinya, seberapa besar itu dibutuhkan,” kata Tenaga Ahli Utama Kedeputian V Kantor Staf Presiden, Sigit Pamungkas, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pengadaan logistik menjadi salah satu tahapan pemilu yang penting dan membutuhkan waktu. Sebab, kata Sigit, pengadaan logistik mesti melalui tiga tahap, yaitu tender, produksi, dan distribusi. KPU juga harus memastikan tahap-tahap yang dilewati sesuai dengan jumlah, ukuran, waktu, ataupun pengiriman. “Jangan sampai saat distribusi nanti salah, misalnya surat suara dapil Jawa Tengah V dikirim ke dapil lain,” ujar anggota KPU periode 2012-2017 itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berkaca pada Pemilu 2019, waktu yang disediakan untuk pengadaan logistik adalah 203 hari. Sedangkan untuk pemilu mendatang, waktunya hanya 75 hari. Karena itu, kata Sigit, dibutuhkan payung hukum agar tender pengadaan logistik bisa dimulai sebelum masa kampanye. Salah satu solusi yang bisa ditempuh adalah membuat adendum bahwa lelang logistik bisa dilakukan sebelum penetapan daftar calon tetap (DCT). “Apalagi percetakan kadang juga error, yang berdampak pada pengulangan tender,” ucap Sigit. “Jadi, skenarionya, tender dilakukan sebelum pelaksanaan penetapan DCT.”
Sumber Tempo di lingkup internal KPU mengatakan penyelenggara pemilu memang membutuhkan payung hukum untuk pengadaan logistik dalam waktu yang singkat. Karena itu, KPU meminta pemerintah menerbitkan inpres. Namun surat permohonan untuk menerbitkan inpres itu belum diserahkan karena masih menunggu kajian dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. “Tender untuk logistik, selain surat suara dan formulir, akan dilakukan sebelum penetapan DCT,” ucapnya. “Tender akan dimulai saat penetapan DCS (daftar calon sementara).”
Sementara itu, pengadaan surat suara dan formulir pendaftaran tengah diusulkan dengan mekanisme penunjukan langsung atau konsorsium. Sebab, surat suara dan formulir pendaftaran baru bisa dicetak setelah penetapan DCT. Namun, jika terdapat sengketa dalam penetapan DCT, kata dia, pencetakan untuk daerah yang bersengketa bakal ditunda. “Jadi, untuk daerah yang tidak ada sengketa, begitu tiga hari setelah penetapan DCT bisa lanjut,” kata dia.
Warga setelah melakukan pemungutan suara di Jalan Cempaka Putih, Ciputat Timur, Tangerang Selatan, 2019. Tempo/Hilman Fathurrahman W
Anggota KPU periode 2017-2022, Pramono Ubaid Tanthowi, mengatakan KPU harus melakukan terobosan dalam pengadaan logistik untuk pemilu mendatang. Tanpa terobosan, penyelenggara pemilu bakal sulit melaksanakan tahap pengadaan logistik. “Kalau pakai metode yang lama, tidak akan bisa memproduksi logistik sesuai dengan waktu yang diputuskan sekarang,” kata Pramono.
Pramono mengatakan pengadaan logistik pemilu memiliki banyak tantangan. Sebab, prosesnya berjalan pada masa kampanye. Mengacu pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, kampanye dilakukan tiga hari setelah penetapan daftar calon tetap peserta pemilu untuk anggota DPR, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan presiden.
Selama masa kampanye itu, kata Pramono, terdapat dua kegiatan yang berpotensi menjadi hambatan dalam pengadaan logistik. Sebab, pada periode itu, terdapat ruang untuk mengajukan sengketa pencalonan. “Misalnya ada anggota DPRD atau DPD yang dicoret, mereka kan diberi ruang mengajukan gugatan,” kata dia. “Kedua logistik ini menjadi muara dari proses penetapan DCT dan sengketa hukum.”
Pengadaan logistik pemilu, Pramono mengimbuhkan, bisa dilakukan setelah keluar surat keputusan (SK) KPU ihwal penetapan DCT. Namun, jika terjadi sengketa pendaftaran peserta pemilu di satu daerah, penetapan KPU untuk nama dalam DCT tersebut tidak bisa dilanjutkan. “SK KPU penetapan DCT bisa keluar kalau daerah tidak ada sengketa,” ucapnya.
Setelah penetapan DCT selesai, penyelenggara juga kerap menemukan hambatan dalam tahap persetujuan dummy surat suara dari liaison officer partai dan DPD. Tidak sedikit liaison officer partai yang justru tidak bersegera menandatangani dummy DCT yang telah ditetapkan karena masalah internal. “Biasanya, orang yang tidak lolos menjadi peserta pemilu tidak terima dan terjadi upaya saling hadang di lingkup internal mereka sendiri,” ucap Pramono. “Padahal, sebelum mencetak, kami butuh approval dari partai dan DPD.”
Pramono berpendapat kebijakan pengadaan logistik dalam Pemilu 2019 tidak bisa lagi diterapkan saat ini. Sebab, waktu yang diberikan untuk pengadaan logistik Pemilu 2024 lebih pendek. “Perlu terobosan untuk mempersingkat semua tahapan,” kata dia. “Saya tidak tahu apakah sekarang KPU sudah punya terobosan itu atau belum.”
IMAM HAMDI
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo