Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Feri Amsari: Tak Ada Konsekuensi Hukum bagi Kepala Daerah yang Tidak Ikut Retret

Retret kepala daerah dinilai tidak sejalan dengan semangat efisiensi yang dikampanyekan Presiden Prabowo Subianto.

22 Februari 2025 | 13.18 WIB

Feri Amsari. TEMPO/M Taufan Rengganis
Perbesar
Feri Amsari. TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah pakar hukum tata negara berpendapat tidak ada konsekuensi atau sanksi bagi kepala daerah yang tidak mengikuti retret kepala daerah di Akademi Militer atau akmil Magelang, Jawa Tengah, 21-28 Februari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, mengatakan retret yang diadakan di Magelang tidak ada dalam undang-undang.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

“Selain tidak ada kata wajib, retret itu tidak ada di undang-undang,” kata Feri kepada Tempo, Sabtu, 22 Februari 2025.

Feri menjelaskan, yang ada adalah pendidikan dan pembinaan. Jenis pendidikan dan pembinaan yang dimaksud juga sudah diatur dalam Pasal 373, 374, dan 375 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam pasal tersebut, materi pembinaan berupa pembagian urusan pemerintahan, kelembagaan daerah, kepegawaian perangkat daerah, keuangan daerah, pembangunan daerah, pelayanan publik di daerah, kerja sama daerah, hingga kebijakan daerah. 

“Jadi pendidikan semi militer itu malah tidak ada. Ini kan akal-akalan untuk membuang uang negara saja,” kata Feri. “Ini tidak ada kewajiban untuk itu karena pembinaan dan pendidikan itu kontinyu sifatnya.“

Setali tiga uang, pakar hukum tata negara dari Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah mengatakan tidak ada konsekuensi bagi kepala daerah yang tidak ikut. 

“Tidak ada konsekuensi karena tidak ada dasar hukumnya,” kata Herdiansyah. 

Herdiansyah juga menolak retret karena menduga untuk menanamkan pola militeristik kepada kepala daerah. Padahal, kata dia, pada hakikatnya kepala daerah adalah pejabat sipil yang tidak boleh memimpin dengan gaya militeristik. 

“Kalau gaya militeristik semacam ini ya pada akhirnya pemerintahan dijalankan dengan tangan besi. Itu bahaya sekali bagi demokrasi,” katanya.  

Di samping itu, Herdiansyah juga mengkritik retret karena dinilai tidak sejalan dengan semangat efisiensi yang dikampanyekan Presiden Prabowo Subianto

“Lucu kan, di tengah kampanye efisiensi anggaran, tetapi justru menghamburkan anggaran hanya untuk acara retret seperti ini,” ujarnya. 

Pendapat lain disampaikan oleh pakar hukum tata negara Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia, Fahri Bachmid. Fahri mengatakan, meski secara hukum tidak ada konsekuensi bagi kepala daerah yang tidak ikut retret, tetapi secara moril akan berdampak dengan pemerintah pusat. 

“Artinya potensial untuk dievaluasi oleh Menteri Dalam Negeri terkait dengan pelaksanaan tugas teknis pemerintahan,” kata Fahri kepada Tempo

Mantan Wakil Ketua Tim Hukum Prabowo-Gibran ini mengatakan, retret memiliki dasar hukum karena semangat retret untuk sinkronisasi antara pemerintah pusat dan daerah. Hal ini, kata dia, sesuai dengan Pasal 373 ayat (1) ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014. Ia mengatakan secara doktriner Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan negara melalui kementerian terkait, secara prinsip melakukan pembinaan dan pengawasan agar penyelenggaraan Pemerintahan Daerah berjalan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Program retret ini tentunya akan mengafirmasi kepala daerah sebagai state organizer, serta memberikan aspek wawasan mendalam terkait tugas dan tanggung jawab kepala daerah selaku top executive,” katanya. 

Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto belum merespons konfirmasi apakah ada sanksi bagi yang tidak mengikuti retret.

Sebelumnya, Bima Arya mengungkapkan sebanyak 48 kepala daerah belum menghadiri retret di Akmil Magelang pada Jumat, 21 Februari 2025. Rencananya 503 kepala daerah dari seluruh Indonesia mengikuti acara yang berlangsung hingga 28 Februari 2025 tersebut.

Dia mengatakan panitia terus menghubungi para kepala daerah yang belum hadir tersebut untuk meminta kejelasan dan alasannya. Selain 48 kepala daerah yang tak hadir itu, ada enam lainnya yang meminta izin tidak mengikuti retret. "Sebanyak lima kepala daerah mengajukan izin karena sakit, dan seorang lagi karena acara keluarga,” kata Bima Arya pada Jumat 21 Februari 2025. 

Sebelumnya, Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri menginstruksikan para kepala daerah yang diusung partainya tidak mengikuti acara pembekalan atau retret di Akademi Militer Magelang, Jawa Tengah, pada 21–28 Februari 2024.

Hal itu termuat dalam surat resmi PDIP bernomor 7294/IN/DPP/II/2025 yang ditandatangani Ketua Umum Megawati Soekarnoputri pada Kamis, 20 Februari 2025, beberapa jam setelah Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto ditahan KPK sebagai tersangka dugaan suap terkait Harun Masiku. Surat ini muncul beberapa jam setelah Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto ditahan KPK sebagai tersangka dugaan suap terkait Harun Masiku.

Juru bicara PDIP Guntur Romli membenarkan surat tersebut. Namun, ia meminta surat tersebut tidak dikaitkan dengan peristiwa lain. 

"Mohon dikutip surat tanpa tambahan info apa-apa," kata Guntur saat dihubungi Tempo, Kamis malam.

Andi Adam Faturahman dan Jamal Abdun Nashr berkontribusi dalam penulisan artikel ini. 


PIlihan Editor: Gerindra Bali Sesalkan 9 Orang dari Pulau Dewata Tak Ikut Retret Kepala Daerah

Eka Yudha Saputra

Eka Yudha Saputra

Alumnus Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Bergabung dengan Tempo sejak 2018. Anggota Aliansi Jurnalis Independen ini meliput isu hukum, politik nasional, dan internasional

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus