DIRJEN Perhubungan Laut Haryono Nimpuno dua tahun lalu membantah
desas-desus seakan-akan pengerukan sungai Mahakam dilakukan
Robin Dradging Group Singapura tidak berhasil. "Sas-sus itu
sengaja ditiupkan dari luar negeri oleh konkurennya kontraktor",
ujarnya waktu itu. Ia pun tetap optimis bahwa pengerukan itu
akan selesai tepat pada waktunya. Kapan?
Meskipun waktu yang ditentukan itu kini sudah lewat satu tahun,
ternyata belum selesai juga. Masih 1,5 juta m3 lagi lumpur yang
harus dihardik dari sungai ahakam. Proyek pengerukan itu
sendiri memang garapan yang besar sebesar biayanya yang US$ 17
juta alias lebih kurang Rp 7.055.000. 000. Dan di saat-saat
terakhirnya justru mengalami keseretan. Konon kontraktor yang
juga menggarap order Pertamina itu kesulitan uang. "Tagihannya
kepada Pertamina yang Rp 150 milyar masih belum dibayar", bisik
seorang staf Dirjen Perla kepada TEMPO buhn lalu.
Menurut rencana, setelah dasar sungai sepanjang 38 Km itu
dikeruk lumpurnya, Mahakam akan mempunyai kedalaman 7 meter pada
saat air surut. Dengan demikian, kapal yang berbobot 6.000 dwt
dapat mondar-mandir di Mahakam selama 24 jam tanpa terganggu
kandas. Hasilnya pun sudah terbayang jelas: pemuatan logs yang
selama ini dilakukan di kawasan pantai bisa dilakukan di sungai
Mahakam.
Karena hasil yang menggiurkan itu paling banyak akan dinikmati
para eksportir kayu, dana pengerukanpun diambil dari sana. Yakni
para eksportir diwajibkan membayar royalties tambahan sebesar
US$ 1,5/m3. Hitung-hitung besar juga hasil royalties tambahan
yang uangnya diblokir oleh Dirjen Kehutanan itu. Penggunaannya
di samping untuk pengerukan Mahakam juga buat pembiayaan proyek
pemukiman kembali (resettlement) penduduk di pedalaman
Kalimantan, dengan izin Presiden langsung.
Sulit Diperkirakan
Kembali ke soal pengerukan tadi, kini memang telah selesai 85%
dan menurut rencana akhir Juli nanti sudah rampung. Tetapi
dengan selesainya pengerukan itu ternyata masih belum bisa
diharapkan sungai Mahakam mempunyai kedalaman 7 meter. "Masih
diperlukan mengeruk lumpur 3 juta m3 lagi", ujar ir J. Manusama,
Kasub- ditpeng Diperla kepada koresponden TEMPO di Samarinda.
Kalau untuk mengeruk 1 m3 lumpur diperlukan biaya Rp 400, maka
berarti masih diperlukan biaya tambahan Rp 1 milyar lebih. "Akan
kita usahakan", ujar Gubernur Kaltim HA Wahab Syahranie. "Sebab
kita semua sudah sependapat dan lagi kesulitan itu memang
akibat keadaan alam" sambung Wahab.
Mengapa target kedalaman yang 7 meter itu tidak dimintakan
pertanggungan jawab kepada pemborong? "Pemborong tidak
berkewajiban mempertanggung jawabkan target kedalaman Sesuai
dengan kontrak, pemborong hanya diwajibkan mengeruk lumpur
sebanyak 11,5 juta m3 dari dasar Mahakam" tutur Haribowo yang
juga menyertai Dirjen Perla ke Samarinda 11 Maret lalu. "Dengan
dikeruknya 11,5 juta m3 lumpur itu sebenarnya diharapkan
kedalaman sungai Mahakam sudah mencapai 7 meter. Tapi nyatanya
belum" tambahnya. Apa ada kekeliruan? "Soal lumpur ini memang
sulit diperkirakan", jawabnya.
Kesulitan itu, menurut J. Manusama disebabkan "sifat-sifat
penyesuaian dasar sungai sebagai akihat pengerukan itu sendiri
seperti pelongsoran (resrttling) dari natural slope dan never-
bed". Mudahnya: karena bagian tengahnya dikeruk, lantas lereng
di kiri-kanan sungai longsor ke tengah, ke tempat yang sudah
dikeruk tadi. Karena itu "diperlukan biaya pemeliharaan tiap
tahun" ujar Manusama. Berapa? "Sekitar 2 - 3 juta m3 lumpur yang
harus selalu dikeruk", katanya. Itu berarti menelan biaya
sekitar Rp 1 milyar pula per tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini