Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Mengapa Kiprah Pensiunan Tentara dan Polisi di Pilkada Tetap Diwaspadai

Banyak prajurit TNI dan Polri memutuskan pensiun dini kemudian berkiprah dalam pilkada. Ada potensi penyalahgunaan kewenangan.

5 Desember 2024 | 12.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Calon gubernur Jawa Tengah nomor urut 1, Andika Perkasa dan calon gubernur Jawa Tengah nomor urut 2, Ahmad Luthfi bersalaman saat mengikuti debat publik pertama Pilgub Jateng 2024 di Semarang, Jawa Tengah, 30 Oktober 2024. ANTARA/Makna Zaezar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ringkasan Berita

  • Pensiunan tentara berkiprah dalam pilkada karena ingin demokrasi tetap berjalan.

  • Pensiunan TNI ditengarai memiliki jarigan internal berdasarkan jiwa korsa.

  • Meski dari pensiunan TNI dan Polri, para calon yang diusung tetap melewati seleksi di sekolah politik internal partai.

PERTEMUAN berlangsung di Mal Botani Square, Bogor, Jawa Barat, pada Juni 2024. Boy Iswarmen masih ingat awal pertemuannya dengan Armen Syahjohan, mantan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat, itu. Boy menuturkan Armen berniat maju sebagai calon bupati pada pemilihan Bupati Solok Selatan dalam pemilihan kepala daerah atau pilkada serentak 2024. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Boy mengatakan Armen mengajak dirinya maju menjadi calon wakilnya. Armen, menurut Boy, menilai dirinya sosok yang pas untuk mendampinginya melawan fenomena kotak kosong dalam pemilihan Bupati Solok Selatan, Sumatera Barat. “Pak Armen Syahjohan mengajak saya karena, katanya, sudah ada pihak yang 'membeli' partai sehingga skenarionya adalah melawan kotak kosong,” kata Boy saat dihubungi pada Rabu, 4 Desember 2024. Namun Boy tidak menjelaskan bagaimana dan siapa yang dimaksudkan membeli partai tersebut.  

Dalam pilkada Solok Selatan kala itu, baru Khairunnas dan Yulian Efi yang menyatakan maju sebagai pasangan calon bupati dan wakil bupati. Pasangan inkumben Bupati Solok Selatan ini mendapat dukungan mayoritas partai, seperti Golkar, Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera, Demokrat, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Amanat Nasional, dan Partai Kebangkitan Bangsa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Warga mengikuti pemungutan suara ulang di TPS, Kota Padang, Sumatera Barat, 24 Februari 2024. TEMPO/Fachri Hamzah

Boy mengatakan tidak ada seorang pun yang mau menjadi pendamping Armen dalam pilkada Solok Selatan. Padahal Armen adalah Ketua Pengurus Cabang Partai Gerindra di Solok Selatan periode 2019-2024. Armen juga Wakil Ketua DPRD Solok Selatan 2019-2024. “Tidak ada yang mau mendampingi Armen dengan alasan uang tidak cukup. Kalau melawan petahana, harus ada uang Rp 50 miliar. Kalau tidak, pasti kalah,” ujar Boy menirukan omongan Armen.

Mendengar cerita itu, Boy memutuskan menerima ajakan Armen. Tapi tentara purnawirawan berpangkat perwira menengah ini mengajukan syarat. Boy menegaskan tidak ingin membayar uang untuk masuk partai. Ia hanya punya uang untuk biaya operasional saat berkampanye. Ia tak memiliki dana jika dipaksa melakukan politik uang. “Mereka setuju. Pak Armen nanti yang mengurus masalah itu,” tutur Boy.

Alasan Boy ingin mendampingi Armen adalah tidak ingin ada fenomena kotak kosong dalam pilkada Solok Selatan. Pria yang lahir di Solok Selatan pada September 1976 ini mengatakan ingin demokrasi tetap berjalan di tanah kelahirannya itu. Ia juga ingin masyarakat bisa sejahtera dan cerdas dalam berpolitik. “Saya ingin bermanfaat bagi Solok Selatan,” ucapnya. 

Komisi Pemilihan Umum menetapkan pasangan calon Armen Syahjohan-Boy Iswarmen dalam pilkada Solok Selatan dengan nomor urut 2. Mereka mendapat sokongan Partai NasDem, Buruh, Gelora, dan Partai Ummat.

Boy memulai karier militernya pada 2000 sebagai komandan peleton di Batalyon Arhanudse 13, Pekanbaru, Riau. Ia pernah menjabat Komandan Baterai R pada 2005. Setelah itu, ia melanjutkan karier di Rindam I/BB sebagai guru militer muda intelijen pada 2006.

Pada 2010, Boy melanjutkan pendidikan di Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat sebelum akhirnya ditempatkan di Pusat Teritorial TNI AD di Jakarta. Ia juga pernah menjabat Kasiter Korem 012 Teuku Umar di Aceh pada 2020 sebelum pensiun pada 1 Desember 2022. “Saya ingin pensiun agar lebih banyak waktu dengan anak dan istri. Tapi, karena diajak menjadi calon wakil bupati, ya, saya ikut,” tutur Boy.

Selama tahapan pilkada, Boy menuturkan kerap berkampanye dengan mendatangi langsung masyarakat. Dia mengklaim sudah dikenal di Solok Selatan sebagai anggota TNI. Namun masyarakat tidak pernah bertemu dengan Boy secara langsung. “Jadinya saya memperkenalkan diri,” kata Boy.

Selama berkampanye di depan warga, Boy menyampaikan visi-misi serta sejumlah program bila terpilih menjadi Bupati Solok Selatan. Boy membantah anggapan bahwa dia berupaya memobilisasi anggota TNI aktif atau jaringannya untuk kemenangannya. “Saya tidak pernah memanfaatkan institusi asal saya.”

Namun Boy kecewa atas hasil hitung cepat beberapa jam setelah pencoblosan surat suara pada 27 November 2024. Hasil penghitungan pilkada 2024 di situs web resmi KPU Solok Selatan menempatkan kandidat nomor urut 1, Khairunas-Yulian Efi, memperoleh 45.327 suara atau 55,15 persen. Adapun Armen Syahjohan-Boy Iswarmen mendapatkan 36.869 suara atau 44,85 persen.

Boy menuding rivalnya melakukan kecurangan secara sistematis, seperti menggunakan politik uang serta mengintimidasi para pendukung Armen-Boy. “Saya merasa masyarakat masih belum sadar karena memilih hanya karena uang Rp150 ribu,” ujarnya. Meski begitu, Boy mengaku pasrah terhadap hasil penghitungan surat suara. Ia pribadi tidak ada niat mengumpulkan bukti dugaan kecurangan dan membawanya ke sengketa pilkada. 

Pilkada serentak 2024 dilaksanakan di 545 wilayah di seluruh Indonesia. Tepatnya di 37 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota. Pilkada 2024 diikuti lebih dari 1.000 pasangan calon kepala daerah, baik gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, maupun wali kota dan wakil wali kota. Tahapan pemungutan dan perhitungan suara sudah berlangsung pada 27 November 2024.

Calon Gubernur Sumatera Utara nomor urut 2, Edy Rahmayadi, menunjukkan jari yang telah dicelup tinta setelah mencoblos di TPS 44 Karya Bakti, Medan Johor, Medan, Sumatera Utara, 27 November 2024. ANTARA/Veri Ardian 

Boy merupakan satu di antara 35 prajurit purnawirawan TNI yang ikut menjadi calon kepala daerah dalam pilkada 2024. "Terdapat 35 bakal calon kepala daerah yang merupakan prajurit TNI, baik aktif maupun purnawirawan," ujar Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto dalam rapat kerja bersama Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, pada Senin, 25 November 2024.

Agus mengatakan 35 prajurit TNI yang ikut mencalonkan diri dalam pilkada ada yang berpangkat perwira tinggi, perwira menengah, perwira utama, hingga tamtama. Dia memastikan prajurit aktif yang ikut menjadi calon kepala daerah sudah mengundurkan diri. Hal ini, kata dia, bentuk komitmen tentara untuk tetap bersikap netral.

Kekuatan Politik Infrastruktur di Institusi Asal 

Direktur Imparsial Ardi Manto Adiputra mengatakan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia dan Undang-Undang Kepolisian memang membolehkan prajurit berkiprah sebagai peserta pilkada, asalkan sudah pensiun atau mengundurkan diri. Namun, kata pegiat demokrasi dan hak asasi ini, prajurit TNI dan Polri dalam banyak kasus memutuskan pensiun dini hanya untuk menjadi peserta pilkada. Menurut Ardi, cara seperti itu diduga sudah melanggar netralitas karena sebelum pensiun sudah melakukan lobi-lobi untuk kepentingan politik praktis. 

Koordinator Badan Pekerja Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Dimas Bagus Arya, mengatakan hal yang sama. Menurut Dimas, purnawirawan diduga masih memiliki kekuatan politik infrastruktur di institusi asal, meski sudah tidak menjabat atau punya keterkaitan langsung. Hal itu berpotensi mempengaruhi mobilisasi dalam kampanye.

Dimas juga menyoroti tidak adanya mekanisme vetting dalam pilkada. Vetting adalah mekanisme yang melarang pelaku kejahatan serius untuk menjadi pejabat negara. Menurut dia, banyak pensiunan TNI dan Polri yang diduga memiliki rekam jejak pelanggaran pidana, seperti pelanggaran hak asasi manusia dan kode etik, tetap bisa mendaftarkan diri sebagai peserta pilkada. "Hal ini menunjukkan sistem tata negara Indonesia belum menerapkan mekanisme vetting. Dari sisi penuntasan kasus HAM, ini juga bisa berdampak pada adanya upaya impunitas pelanggaran hukum dan etika," ujar Dimas saat dihubungi pada Rabu, 4 Desember 2024.

Dihubungi secara terpisah, Direktur Eksekutif PARA Syndicate Virdika Rizky Utama mengatakan partai politik memiliki sejumlah alasan untuk mengusung pasangan calon dalam pilkada yang berasal dari pensiunan TNI. Menurut dia, pensiunan tentara yang memiliki jabatan tinggi kerap dianggap memiliki popularitas dan kredibilitas.

Pensiunan TNI memiliki citra tegas yang dianggap menguntungkan. Sebab, militer dianggap lebih disiplin. Di daerah yang rawan konflik, pensiunan militer tetap dianggap sosok yang mampu menjaga stabilitas dan menciptakan rasa aman. “Militer juga punya citra tegas, terutama mengambil keputusan di bawah tekanan,” kata Virdika kemarin.

Pensiunan TNI juga memiliki modal sosial yang tinggi. Mereka disebut punya jaringan yang stabil di lingkup internal maupun eksternal. Militer memiliki jaringan dari tingkat bawah, seperti bintara pembina desa atau babinsa sampai tingkat elite. Ia juga memiliki jaringan dari kalangan masyarakat. “Apalagi kalau punya teritorial. Bukan cuma alat militer, tapi juga masyarakat, seperti direktur perusahaan, bisa jadi simpatisan,” tutur Virdika.

Menurut Virdika, kalangan partai tertarik mengusung figur TNI karena sudah memiliki modal-modal seperti itu. Modal tersebut juga bisa memperkuat kompetisi elektoral. Namun, kata Virdika, partai yang memilih figur eksternal menunjukkan gagalnya kaderisasi internal. 

Virdika menjelaskan, cara itu hanya menguntungkan partai untuk jangka pendek, yaitu memenangi elektoral tanpa adanya keberlanjutan. Cara seperti itu menimbulkan ketidakadilan dan menurunkan semangat kaderisasi internal partai. “Ini menjadi pekerjaan rumah bagi demokrasi karena ketergantungan pada figur eksternal,” ucap Virdika.

Dia menuturkan partai yang mengusung pasangan calon dari pensiunan tentara atau polisi, lalu menggunakan jaringan dan kelompok militer, dalam pelaksanaannya berpotensi terjadi pelanggaran pilkada. Menurut Virdika, masuknya pensiunan TNI dalam jumlah besar dalam perhelatan pilkada serentak 2024 menunjukkan infiltrasi nilai-nilai militer ke dalam politik sipil. Keadaan seperti ini, kata dia, jelas berbahaya bagi politik demokratis. "Berbahaya karena seharusnya berbasis pada diskusi, negosiasi, dan partisipasi masyarakat. Bukan sekadar ketegasan ala militer,” ujar Virdika.

Dalam kesempatan terpisah, pengamat pertahanan dan keamanan dari Institute for Security and Strategic Studies (ISSES), Khairul Fahmi, menilai pensiunan TNI memiliki jaringan internal berdasarkan jiwa korsa. Semangat soliditas tersebut diharapkan bisa menjadi modal untuk memobilisasi kemenangan. 

Dia menjelaskan, meski harus bersikap netral, TNI memiliki keluarga, kerabat, dan tetangga yang memiliki hak memilih dalam pilkada. "Dengan bisa disebarluaskan, hal itu bagian dari jaringan,” kata Khairul saat dihubungi, kemarin. 

Menurut Khairul, partai menjadikan hal tersebut sebagai salah satu alasan tertarik mengusung calon militer. Namun belum tentu modal itu menjadi penentu kemenangan. Sebab, kemenangan itu didasari berbagai macam faktor, seperti logistik, strategi kampanye, dan kompetensi. 

Tempo sudah mencoba meminta keterangan Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Hariyanto perihal kiprah tentara yang mengikuti pilkada. Pertanyaan juga diajukan kepada Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Sandi Nugroho. Namun, hingga berita ini ditulis, pesan berupa pertanyaan yang dikirim melalui aplikasi perpesanan WhatsApp kepada keduanya belum direspons.

Tempo juga mencoba menghubungi Ketua Umum Persatuan Purnawirawan Warakawuri TNI-Polri Jenderal Purnawirawan Agum Gumelar. Namun ia belum merespons pesan hingga berita ini diterbitkan.

Adapun Wakil Ketua Komisi I DPR Dave Laksono mengatakan, selama mengikuti aturan yang berlaku tidak menjadi kendala bagi siapa pun, termasuk pensiunan tentara dan polisi, untuk maju dalam pilkada. Lagi pula, kata Dave, tahap pemungutan suara pilkada 2024 sudah selesai. 

Menurut Dave, hasil pilkada serentak 2024 sudah merefleksikan keinginan masyarakat. “Demokrasi sudah bertumbuh cukup baik di Indonesia. Semua warga negara memiliki hak untuk berperan aktif dalam penentuan masa depan bangsa,” ujar Dave dalam keterangannya, kemarin.

Anggota Komisi I DPR, T.B. Hasanuddin. Dok. DPR RI

Anggota Komisi I DPR, T.B. Hasanuddin, mengklaim memantau para purnawirawan TNI yang menjadi peserta pilkada 2024. Ia mengatakan tidak menemukan ada pelanggaran pilkada, misalnya memobilisasi prajurit TNI. 

Hasanuddin pun membantah anggapan bahwa sejumlah partai memilih figur dari pensiunan tentara karena popularitas. Purnawirawan dengan pangkat terakhir mayor jenderal ini menjelaskan bahwa pemilihan figur calon kepala daerah didasarkan pada mekanisme partai. Meskipun berasal dari pensiunan TNI dan Polri, para calon akan tetap melewati sekolah partai yang digelar secara internal. “Sehingga kaderisasi internal partai tetap berjalan,” kata Hasanuddin. 

Dalam sejarah militer Indonesia, tradisi militer terjun ke gelanggang politik dimulai pada pemerintahan Presiden Sukarno. Kala itu Sukarno bertopang pada gagasan Jenderal Abdul Haris Nasution, yang merupakan konseptor Dwifungsi ABRI pada 1958. Nasution menawarkan wacana bahwa ABRI harus mengambil posisi “jalan tengah” sebagai sikap politik militer. Prajurit diberi kewenangan secara aktif untuk ikut menentukan arah kebijakan pemerintah pada level eksekutif dan yudikatif. 

Gagasan ini berlanjut di era Presiden Soeharto selama 33 tahun. Bahkan pemerintah Orde Baru makin banyak mengangkat perwira militer dalam jabatan sipil, dari anggota kabinet, pejabat di lembaga negara, hingga kepala daerah. 



Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Annisa Febiola dan Avit Hidayat berkontribusi dalam tulisan ini.

Hendrik Yaputra

Hendrik Yaputra

Bergabung dengan Tempo pada 2023. Lulusan Universitas Negeri Jakarta ini banyak meliput isu pendidikan dan konflik agraria.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus