RIBUT-ribut perkara "Mafia Peradilan" ternyata mmbawa buntut.
Boedi Soetrisno, 50 tahun, bekas Jaksa Tinggi Jawa Tengah dan
Jawa Timur yang kini dikenal sebagai pembela yang punya
"hubungan baik" dengan pihak Kejaksaan dan Pengadilan -- dan
karenanya cukup laris -- kini muncul sebagai "tokoh" baru.
Sementara pengacara Soenarlo Soerodibroto yang sebelumnya
dihebohkan kini "mundur" dari permulaan.
Rabu kemarin Boedi meresmikan berdirinya Himpunan Penasehat
Hukum Indonesia (HPHI). Personalianya baru 5 orang: Boedi
sendiri sebagai Ketua Umum, Ketua I Sugito, Ketua II Sumadi,
Sekretaris Bangun Sucipto dan Bendahara Djuremi.
Seperti juga Soenarto, Boedi adalah bekas anggota Peradin'
Januari lalu ia keluar dari organisasi ini karena menganggap
Peradin sudah keluar dari garisnya semula dengan pernyataan
Peradin sebagai "organisasi perjuangan". Contohnya? "Misalnya
dengan datangnya pengurus Peradin ke DPR dan memintanya
melakukan ini dan itu," katanya pada TEMPO Senin lalu. Selana
setahun menjadi anggota Peradin, Boedi merasa tidak mendapat
manfaat apa-apa. "Paling saya cuma bayar iuran dan terima
majalah saja."
HPHI yang didirikannya, katanya, "bukan organisasi perjuangan
seperti diikrarkan Peradin dalam kongresnya di Yogyakarta
(1978), tapi organisasi pofesi." Perhatian utama profesi
pengacara menurut Boedi adalah pembelaan bagi yang dibela. HPHI
tidak menggunakan Istilah advokat atau pengacara, melainkan
"penasehat hukum" yang baginya lebih sesuai dengan UU Pokok
Kehakiman.
HPHI jelas bermaksud menandingi Peradin. Apakah banyak minat
para pengacara pada organisasi baru ini? "Sudah banyak pengacara
yang menghubungi saya dan menanyakan tentang organisasi ini,"
ujar Boedi tanpa menjelaskan berapa orang yang kini sudah masuk
HPHI. Untuk menarik peminat, Boedi agaknya ingin memperingan
persyaratan keanggotaan HPHI: bukan hanya penasehat hukum saja
yang boIeh masuk, tapi juga penasehat hukum perusahaan serta
pengacara praktek yang lazim dikenal sebagai pokrol bambu. "Bagi
anggota Peradin harus melepaskan keanggotaannya lebih dulu,"
kata Boedi.
Bagaimana tanggapan Peradin pada rencana Boedi? "Itu adalah
haknya karena tidak ada undang-undang yang melarang mendirikan
organisasi demikian," kata Ketua Umum Peradin S.Tasrif pekan
lalu. Tapi ia meragukan apakah organisasi saingan ini bakal
mendapat tanggapan dari para advokat. "Kecuali kalau organisasi
tersebut mempunyai anggota bukan advokat," ujarnya. Namun Tasrif
juga sudah siap kalau ada anggota Peradin yang mau masuk HPHI.
"Mereka harus memilih salah satu, Peradin atau organisasi itu.
Karena tidak mungkin seorang menjadi anggota dua organisasi yang
sejenis."
Pokrol Bambu
Menurut Tasrif, Peradin sudah mendapat pengakuan pemerintah.
Waktu pimpinan Peradin menghadap Wakil Presiden, Adam Malik
mengatakan sebenarnya ia telah diminta Presiden Soeharto untuk
memanggil dan berbicara dengan Peradin mengenai bantuan hukum
dalam rangka pemerataan pengadilan. Hal ini dianggap Tasrif
sebagai pengakuan pemerintah pada eksistensi Peradin. Tapi untuk
menjadikan Peradin satu-satunya organisasi advokat Indonesia,
menurut Tasrif, harus menunggu disahkannya Rencana Undang-undang
Tentang Bantuan Hukum yang diajukan pemerintah beberapa waktu
yang lalu.
Senjata lain Peradin adalah melalui Mahindo (Majelis Hukum
Indonesia) yang merupakan himpunan 5 organisasi yang terlibat
dalam bidang hukum Peradin, Ikatan Hakim Indonesia, Persatuan
Jaksa, Ikatan Notaris Indonesia serta Persatuan Sarjana Hukum
Indonesia. "Peradin akan keluar dari Mahindo seandainya
organisasi baru itu diterima sebagai anggota," ancam Tasrif. Ia
sendiri yakin Mahindo tidak bakalan akan menerima HPHI.
Keyakinan ini tampaknya tidak salah. Sekjen Mahindo sendiri,
Harjono Tjitrosubono sudah menyatakan sikap Mahindo. "Saya kira
mereka tidak akan diterima," katanya. Tasrif juga yakin HPHI
tidak akan bisa menandingi Peradin. "Tiap orang memang boleh
saja membuat perkumpulan apapun. Tapi yang jelas kan orang
melihat nama dari mereka yang ada di belakang perkumpulan itu,"
tuturnya.
Apa pendapat pengacara lain? Pengacara kawakan yang menjabat
Ketua Peradin cabang Surakarta, Soemarno P. Wirjanto cenderung
menyalahkan Peradin. Organisasi ini dianggapnya terlalu lemah
dalam mengambil tindakan pada anggotanya yang menyeleweng. Ia
mengambil contoh kasus Soenarto. Peradin dianggapnya telah
melakukan kesalahan besar dengan hanya menskorsnya. "Mustinya
Peradin memecatnya dan sekaligus minta pada Mahkamah Agung agar
advokat itu tidak diizinkan lagi berpraktek," ucapnya.
Yang juga disesalkan Soemarno adalah "sikap Peradin yang adem
ayem" menghadapi rencana beberapa advokat non-Peradin untuk
mendirikan organisasi tandingan. Seharusnya Peradin berusaha
mendapat pengakuan pemerintah sebagai satu-satunya organisasi
advokat dan semua advokat harus menjadi anggotanya. Soemarno
khawatir kalau Peradin tetap seperti sekarang, profesi advokat
di Indonesia akan makin mundur kwalitasnya karena tidak ada yang
mengawasi praktek mereka. "Coba kalau tiap anggota yang dipecat
karena melanggar kode etik bisa mendirikan organisasi baru atau
pindah organisasi lain. Lantas siapa yang menjamin kwalitas,
mental dan moral advokat itu," ujarnya bersemangat. Kwalitas
seorang advokat, menurut dia sangat ditentukan oleh kwalitas
organisasinya.
Ada sas-sus bahwa Boedi mendapat bantuan pemerintah untuk
mendirikan organisasi HPHI-nya. "Kita memang mengharapkan, tapi
belum dapat," jawab Boedi. Pengacara ini juga sudah merencanakan
langkahnya yang kedua HPHI akan mendirikan lembaga pembelaan
hukum semacam Lembaga Bantuan Hukum (LBH)-nya Buyung Nasution.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini