Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Peradin Mendapat Tandingan

Berdirinya himpunan penasehat hukum indonesia (HPHI) dianggap untuk menandingi Peradin. Disesalkan sikap Peradin yang adem ayem & sudah keluar dari garisnya. Mahindo tak akan menerima HPHI. (nas)

14 April 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RIBUT-ribut perkara "Mafia Peradilan" ternyata mmbawa buntut. Boedi Soetrisno, 50 tahun, bekas Jaksa Tinggi Jawa Tengah dan Jawa Timur yang kini dikenal sebagai pembela yang punya "hubungan baik" dengan pihak Kejaksaan dan Pengadilan -- dan karenanya cukup laris -- kini muncul sebagai "tokoh" baru. Sementara pengacara Soenarlo Soerodibroto yang sebelumnya dihebohkan kini "mundur" dari permulaan. Rabu kemarin Boedi meresmikan berdirinya Himpunan Penasehat Hukum Indonesia (HPHI). Personalianya baru 5 orang: Boedi sendiri sebagai Ketua Umum, Ketua I Sugito, Ketua II Sumadi, Sekretaris Bangun Sucipto dan Bendahara Djuremi. Seperti juga Soenarto, Boedi adalah bekas anggota Peradin' Januari lalu ia keluar dari organisasi ini karena menganggap Peradin sudah keluar dari garisnya semula dengan pernyataan Peradin sebagai "organisasi perjuangan". Contohnya? "Misalnya dengan datangnya pengurus Peradin ke DPR dan memintanya melakukan ini dan itu," katanya pada TEMPO Senin lalu. Selana setahun menjadi anggota Peradin, Boedi merasa tidak mendapat manfaat apa-apa. "Paling saya cuma bayar iuran dan terima majalah saja." HPHI yang didirikannya, katanya, "bukan organisasi perjuangan seperti diikrarkan Peradin dalam kongresnya di Yogyakarta (1978), tapi organisasi pofesi." Perhatian utama profesi pengacara menurut Boedi adalah pembelaan bagi yang dibela. HPHI tidak menggunakan Istilah advokat atau pengacara, melainkan "penasehat hukum" yang baginya lebih sesuai dengan UU Pokok Kehakiman. HPHI jelas bermaksud menandingi Peradin. Apakah banyak minat para pengacara pada organisasi baru ini? "Sudah banyak pengacara yang menghubungi saya dan menanyakan tentang organisasi ini," ujar Boedi tanpa menjelaskan berapa orang yang kini sudah masuk HPHI. Untuk menarik peminat, Boedi agaknya ingin memperingan persyaratan keanggotaan HPHI: bukan hanya penasehat hukum saja yang boIeh masuk, tapi juga penasehat hukum perusahaan serta pengacara praktek yang lazim dikenal sebagai pokrol bambu. "Bagi anggota Peradin harus melepaskan keanggotaannya lebih dulu," kata Boedi. Bagaimana tanggapan Peradin pada rencana Boedi? "Itu adalah haknya karena tidak ada undang-undang yang melarang mendirikan organisasi demikian," kata Ketua Umum Peradin S.Tasrif pekan lalu. Tapi ia meragukan apakah organisasi saingan ini bakal mendapat tanggapan dari para advokat. "Kecuali kalau organisasi tersebut mempunyai anggota bukan advokat," ujarnya. Namun Tasrif juga sudah siap kalau ada anggota Peradin yang mau masuk HPHI. "Mereka harus memilih salah satu, Peradin atau organisasi itu. Karena tidak mungkin seorang menjadi anggota dua organisasi yang sejenis." Pokrol Bambu Menurut Tasrif, Peradin sudah mendapat pengakuan pemerintah. Waktu pimpinan Peradin menghadap Wakil Presiden, Adam Malik mengatakan sebenarnya ia telah diminta Presiden Soeharto untuk memanggil dan berbicara dengan Peradin mengenai bantuan hukum dalam rangka pemerataan pengadilan. Hal ini dianggap Tasrif sebagai pengakuan pemerintah pada eksistensi Peradin. Tapi untuk menjadikan Peradin satu-satunya organisasi advokat Indonesia, menurut Tasrif, harus menunggu disahkannya Rencana Undang-undang Tentang Bantuan Hukum yang diajukan pemerintah beberapa waktu yang lalu. Senjata lain Peradin adalah melalui Mahindo (Majelis Hukum Indonesia) yang merupakan himpunan 5 organisasi yang terlibat dalam bidang hukum Peradin, Ikatan Hakim Indonesia, Persatuan Jaksa, Ikatan Notaris Indonesia serta Persatuan Sarjana Hukum Indonesia. "Peradin akan keluar dari Mahindo seandainya organisasi baru itu diterima sebagai anggota," ancam Tasrif. Ia sendiri yakin Mahindo tidak bakalan akan menerima HPHI. Keyakinan ini tampaknya tidak salah. Sekjen Mahindo sendiri, Harjono Tjitrosubono sudah menyatakan sikap Mahindo. "Saya kira mereka tidak akan diterima," katanya. Tasrif juga yakin HPHI tidak akan bisa menandingi Peradin. "Tiap orang memang boleh saja membuat perkumpulan apapun. Tapi yang jelas kan orang melihat nama dari mereka yang ada di belakang perkumpulan itu," tuturnya. Apa pendapat pengacara lain? Pengacara kawakan yang menjabat Ketua Peradin cabang Surakarta, Soemarno P. Wirjanto cenderung menyalahkan Peradin. Organisasi ini dianggapnya terlalu lemah dalam mengambil tindakan pada anggotanya yang menyeleweng. Ia mengambil contoh kasus Soenarto. Peradin dianggapnya telah melakukan kesalahan besar dengan hanya menskorsnya. "Mustinya Peradin memecatnya dan sekaligus minta pada Mahkamah Agung agar advokat itu tidak diizinkan lagi berpraktek," ucapnya. Yang juga disesalkan Soemarno adalah "sikap Peradin yang adem ayem" menghadapi rencana beberapa advokat non-Peradin untuk mendirikan organisasi tandingan. Seharusnya Peradin berusaha mendapat pengakuan pemerintah sebagai satu-satunya organisasi advokat dan semua advokat harus menjadi anggotanya. Soemarno khawatir kalau Peradin tetap seperti sekarang, profesi advokat di Indonesia akan makin mundur kwalitasnya karena tidak ada yang mengawasi praktek mereka. "Coba kalau tiap anggota yang dipecat karena melanggar kode etik bisa mendirikan organisasi baru atau pindah organisasi lain. Lantas siapa yang menjamin kwalitas, mental dan moral advokat itu," ujarnya bersemangat. Kwalitas seorang advokat, menurut dia sangat ditentukan oleh kwalitas organisasinya. Ada sas-sus bahwa Boedi mendapat bantuan pemerintah untuk mendirikan organisasi HPHI-nya. "Kita memang mengharapkan, tapi belum dapat," jawab Boedi. Pengacara ini juga sudah merencanakan langkahnya yang kedua HPHI akan mendirikan lembaga pembelaan hukum semacam Lembaga Bantuan Hukum (LBH)-nya Buyung Nasution.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus