Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Perang Kandidat di Layar Kaca

5 Oktober 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sejumlah petinggi tiga televisi swasta ”menggerebek” kantor Komisi Penyiaran Indonesia, Kamis pagi pekan lalu. Bukan untuk protes, melainkan untuk menjelaskan persoalan yang dituduhkan lembaga tersebut kepada tiga pengelola siaran televisi itu.

Senin sebelumnya, Komisi pusat mengirimkan surat imbauan kepada Metro TV, TV One, dan ANTV atas tayangan yang kerap tampil menjelang perebutan kursi ketua umum pada Musyawarah Nasional Partai Golkar. Dalam suratnya, Komisi mengingatkan mereka tentang pasal-pasal dalam Undang-Undang Penyiaran dan Pedoman Perilaku Penyiaran serta Standar Program Siaran yang mewajibkan pengelola televisi menjaga netralitas isi siarannya.

Surat imbauan dan pendapat senada datang juga dari Komisi Jawa Barat dan anggota Dewan Pers, Leo Batubara. Menurut pemimpin Komisi Jawa Barat, Dadang Rahmat Hidayat, lembaga penyiaran harus menyajikan berita, fakta, dan opini secara netral dan berimbang. ”Lembaga penyiaran itu menggunakan frekuensi milik publik, jadi tidak boleh digunakan seenaknya oleh pemilik televisi atau radio,” kata komisioner Komisi, Nursyawal, kepada koresponden Tempo di Bandung, Alwan Ridha Ramdani.

Sanksi atas pelanggaran tersebut, menurut Leo Batubara, berdasarkan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, mulai sanksi administrasi, denda, penyetopan siaran, hingga pencabutan izin siaran. ”Malah, kalau pelanggaran akumulasi dan berat bisa berakibat pembatalan izin penyiaran,” ujarnya.

Jika melihat tayangan ketiga televisi ini, pemirsa disodori puja-puji sang pemilik yang sedang bertarung memperebutkan kursi ketua umum partai warisan Orde Baru yang berlambang pohon beringin itu. Metro TV menampilkan kunjungan Surya Paloh ke berbagai daerah dan dukungan orang-orang Partai Golkar, seperti di Papua. Ada juga cara Metro TV menampilkan berita ”miring” kasus gagal bayar klaim perusahaan asuransi jiwa Bakrie.

Dalam talk show Kick Andy yang dipandu Andy F. Noya juga ditonjolkan korban lumpur yang belum dibayar PT Minarak Lapindo Jaya, perusahaan yang menjadi juru bayar perusahaan pengeboran Lapindo itu. Direktur Pemberitaan Metro TV Suryopratomo, yang hadir di kantor Komisi, membantah acara Kick Andy itu untuk menjatuhkan lawan bosnya. ”Ini sebuah realita, ada korban yang belum dibayar, bukan karena konteksnya berdekatan dengan pemilihan Ketua Umum Golkar. Sama sekali tidak,” katanya.

Teguran Komisi, menurut Suryopratomo atau Tommy, tidak berkaitan dengan acara Kick Andy, tapi dengan berita menjelang Musyawarah Nasional Partai Golkar. ”Surya Paloh itu rapat di Metro TV saja tidak perah ikut,” katanya. Tommy juga membantah Metro TV dipakai Surya untuk memenangi kursi Ketua Umum Golkar. ”Kami akan meliput Munas Golkar sebagai event. Tugas media mengkritisi, mengikuti jalannya, dan memberikan masukan agar parpol di Indonesia menjadi parpol yang sehat,” ujarnya.

Sedangkan TV One dan ANTV menayangkan Aburizal Bakrie dan para pendukungnya. Dalam kasus lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur, misalnya, kedua TV milik Ical—panggilan akrab Aburizal Bakrie—menonjolkan korban yang puas atas pembayaran ganti rugi. Bahkan tayangan itu memuji-muji Bakrie membayar 60 kali nilai jual obyek pajak (NJOP) tanah para korban. Soal Lapindo, Pemimpin Redaksi TV One Karni Ilyas membantah menonjolkan tuannya. ”Kami imbangkan, opini yang dikembangkan selama ini terhadap Lapindo berat sebelah,” katanya.

Intervensi soal penonjolan Aburizal yang sedang bertarung memperebutkan kursi Ketua Umum Partai Golkar juga dibantah Karni. ”Ini soal policy pemberitaan, tidak mungkin intervensi,” ujarnya. Karni mengakui ada teguran dari Komisi Penyiaran. ”Bukan teguran, tapi imbauan. Ya, kami terima sebagai imbauan supaya kami tidak dipakai untuk kampanye,” katanya kepada Akbar Tri Kurniawan dari Tempo.

Ahmad Taufik, Iqbal Muhtarom, Ismi Wahid

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus