Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

<font face=verdana size=1>Perpeloncoan</font><br />Tidur Terakhir Si Buah Hati

Mahasiswa baru Sekolah Tinggi Sandi Negara diduga tewas karena dihajar seniornya. Ada lebam di tengkuk, punggung, lutut, dan telinga.

5 Oktober 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mata Siti Fatimah sembap. Air mata wanita 53 tahun itu berlinang mengenang Wisnu Anjar Kusumo, anaknya. Remaja 17 tahun ini meninggal ketika mengikuti orientasi mahasiswa baru Sekolah Tinggi Sandi Negara, Ciseeng, Bogor, subuh Ahad dua pekan lalu.

Siti ingat terakhir Wisnu pamit untuk menjalani orientasi tiga hari sebelum hari kematiannya. Wisnu, kata dia, tampak tampan berkemeja putih dan bercelana panjang hitam. ”Bahkan dia sempat nyanyi-nyanyi,” ujar Siti, Senin pekan lalu. Keluarga ini tinggal di Kelurahan Abadi Jaya, Sukmajaya, Depok.

Rabu malam itu, Wisnu minta Siti mengeloninya. Kata Wisnu, itulah malam terakhir ia tidur di rumah, sebelum besoknya tidur di asrama hingga lulus empat tahun kemudian. Tepat pukul empat subuh, Siti membangunkan anak kedua dari tiga bersaudara ini. Siti membantu Wisnu beres-beres beberapa keperluan orientasi.

Ada dua jenis barang yang bakal dibawa: barang tugas grup dan barang pribadi. Untuk grup, Wisnu diwajibkan membawa kornet dan setrika. Sedangkan buat keperluan pribadi, ia mencangking sepuluh eksemplar koran, dua potong kaus merah polos, tiga celana panjang hitam, dan tiga kemeja putih lengan panjang. Ia juga membawa kaus kaki, sandal jepit ungu, dan beberapa barang lain.

Pukul lima pagi, Kusmanto, 53 tahun, ayah Wisnu, mengantar anaknya ke kampus dengan mobil. Pukul tujuh pagi peserta orientasi harus sudah tiba di kampus. Sejam kemudian, orang tua berkumpul di auditorium untuk menerima undangan pelantikan mahasiswa di akhir acara orientasi.

Sebelum masuk auditorium, Kusmanto melihat Wisnu berbaris bersama calon mahasiswa lain di lapangan. Tapi, saat keluar dari auditorium, Kusmanto sudah tak melihat anaknya lagi. ”Peraturan melarang mahasiswa baru berkomunikasi dengan keluarga sejak orientasi hingga tiga bulan berikutnya,” kata Kusmanto.

Sejak itu, keluarga Kusmanto tak tahu kabar Wisnu. Hingga akhirnya Kusmanto mendapat kabar kematian sang anak.

Informasi itu sampai melalui telepon dari seorang anggota panitia orientasi. Jenazah Wisnu saat itu berada di Rumah Sakit Citra Insani, Bogor. Kusmanto, Siti, dan sejumlah tetangga segera menuju ke sana.

Kusmanto melihat ada lebam di telinga, punggung, dan lutut mayat anaknya. Ada juga luka lecet di siku kanan dan kiri. Petugas rumah sakit menyatakan Wisnu tiba pukul tiga dini hari dalam keadaan tak bernyawa. Seorang dokter di rumah sakit itu menyarankan jenazah diotopsi di Rumah Sakit Palang Merah Indonesia, Bogor.

Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Bogor Ajun Komisaris M. Santoso mengatakan Wisnu tewas akibat penganiayaan. Pukulan gulungan koran padat berlilit lakban menyerupai pentungan polisi bertubi-tubi menghajar tubuh Wisnu.

Insiden tragis ini bermula pada pukul 12 siang Kamis dua pekan lalu. Ketika itu, Wisnu hendak masuk barisan, tapi tiba-tiba topinya jatuh tertiup angin. Ia segera memungut kembali topi itu. Saat ia mengambil topi, seorang anggota panitia berinisial NF—mahasiswa tingkat tiga—menubruk Wisnu. Adegan ini terekam kamera CCTV yang kini dipegang polisi. ”NF melakukannya dengan sengaja,” kata Santoso.

Ketika Wisnu jatuh, NF memukulinya menggunakan pentungan tadi. Setidaknya empat kawan NF nimbrung menghajar. Saat polisi meminta kesaksian, sejumlah anggota panitia orientasi menyatakan bahwa memukul dengan pentungan dari gulungan koran dibolehkan. Tapi Ketua Sekolah Tinggi Sandi Negara Kolonel Angkatan Udara Tuhu Trimurnianto menampik. ”Panitia dilarang memukul menggunakan pentungan,” kata Tuhu.

Kamis pekan lalu, polisi menetapkan NF sebagai tersangka. Menurut Santoso, lima mahasiswa senior lain bisa juga jadi tersangka. ”Kami masih menyelidiki,” katanya. Polisi juga meminta keterangan sebelas mahasiswa baru teman seangkatan Wisnu. Mereka menyatakan sering dihajar senior pada perut, leher, dada, iga, dan tangan.

Sehari setelah dianiaya, Wisnu mengeluh sakit meski tetap mengikuti orientasi. Pada Sabtu, Wisnu ikut kegiatan hingga saat makan siang. Lepas makan siang, kesehatan Wisnu terus turun. Ahad pukul tiga, Wisnu dilarikan ke rumah sakit.

Mayat pemuda itu dikuburkan Ahad siang dua pekan lalu. Kepastian penyebab meninggalnya Wisnu menunggu hasil pemeriksaan. ”Otopsi sudah selesai, tinggal tanda tangan dokter dan pimpinan rumah sakit,” kata juru bicara Rumah Sakit PMI, Yudha W. Waspada, Jumat pekan lalu.

Sunudyantoro (Jakarta), Deffan Purnama (Bogor), Tia Hapsari (Depok)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus