Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Dua Jalur Menjadi Kepala Daerah

KPU menyiapkan mekanisme pemilihan kepala daerah (pilkada)serentak 2024. Pendaftaran calon independen didahulukan.

3 April 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Warga menggunakan hak suaranya saat Simulasi Pemungutan Suara Pilkada serentak di halaman Polresta Sidoarjo, Jawa Timur, 2020. ANTARA/Umarul Faruq

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pilkada 2024 akan digelar di 545 daerah di seluruh Indonesia pada 27 November 2024.

  • KPU dan Bawaslu sejatinya menyiapkan antisipasi terjadinya pelanggaran dan kecurangan pilkada. 2024.

  • Praktik politik uang akan tetap ada karena seakan-akan sudah menjadi impunitas.

KOMISI Pemilihan Umum tengah menyusun peraturan pendaftaran calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) 2024. Komisioner KPU Idham Holik mengatakan KPU segera berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat untuk menyusun peraturan pendaftaran calon kepala daerah jalur perseorangan atau calon independen.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Kami akan konsultasi dengan pembentuk undang-undang tersebut (DPR) soal peraturan teknis sekaligus penyerahan dukungan pendaftaran calon kepala daerah perseorangan,” ujar Idham saat ditemui di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa, 2 April 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Suasana rapat Komite I DPD dengan KPU dan Bawaslu membahas persiapan pemilu dan pilkada serentak 2024 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 24 Mei 2022. TEMPO/M. Taufan Rengganis

Pilkada 2024 akan digelar di 545 daerah di seluruh Indonesia pada 27 November 2024. Pilkada serentak itu berlangsung di 37 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota. Idham mengatakan KPU telah meluncurkan tahapan pilkada di Candi Prambanan, Sleman, Yogyakarta, pada Kamis, 31 Maret lalu. Peluncuran ini menandakan tahapan pilkada sudah dimulai pada April 2024.

Dia menjelaskan, ada dua jalur pendaftaran calon kepala daerah dalam pilkada 2024: pendaftaran jalur independen atau perseorangan dan jalur kandidat yang dicalonkan atau diusung partai politik atau gabungan parpol.

Berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 2 Tahun 2024 tentang Tahapan dan Jadwal Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tahun 2024, pendaftaran pencalonan perseorangan atau calon independen akan mulai lebih dulu. Pendaftaran jalur perseorangan dimulai pada 5 Mei-19 Agustus 2024. Adapun pengumuman pendaftaran pencalonan dimulai pada Sabtu, 24 Agustus 2024. Kemudian, pendaftaran pasangan calon akan dilakukan pada Selasa, 27 Agustus 2024.

Ketua KPU Hasyim Asy'ari, seperti dilansir Antara, menjelaskan alasan pendaftaran jalur perseorangan dilakukan lebih awal. Menurut dia, calon perseorangan hanya perlu memenuhi syarat dukungan jumlah penduduk dalam daftar pemilih tetap. Dengan begitu, mereka tak perlu menunggu hasil sidang sengketa perselisihan hasil pemilihan umum yang saat ini digelar di MK. Sidang sengketa pemilihan presiden dan pemilihan legislatif diperkirakan diumumkan pada April ini. Aturan tersebut terangkum dalam Pasal 41 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Adapun syarat pencalonan jalur parpol atau gabung parpol memiliki paling sedikit 20 persen kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau memperoleh 25 persen suara sah dalam pemilihan anggota DPRD setempat. Hal tersebut diatur dalam Pasal 40 ayat 1 Undang-Undang Pilkada. Karena sidang sengketa pemilu di MK belum selesai, KPU menunggu dulu putusan sidang. Setelah itu, KPU baru bisa segera menyusun peraturan pendaftaran calon kepala daerah jalur parpol.

Idham Holik menambahkan khusus pendaftaran jalur perseorangan, KPU sudah mensosialisasi syarat dukungan jumlah penduduk dalam daftar pemilih tetap kepada bakal calon perseorangan. Selain mempersiapkan aturan pendaftaran, menurut Idham, pemerintah daerah sudah mempersiapkan anggaran untuk pelaksanaan pilkada. Kepala daerah di 508 kabupaten/kota serta 37 provinsi sudah menandatangani naskah perjanjian hibah daerah. “Dana hibah itu digunakan untuk pelaksanaan pilkada 2024,” ujarnya. 

Menurut Idham, KPU tidak menyiapkan antisipasi pelanggaran dan kecurangan pemilu daerah 2024. Menurut dia, KPU tidak perlu melakukannya karena semua pelanggaran penyelenggaran pilkada ditangani Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakumdu). Bawaslu akan  menangani dugaan pelanggaran teknis pilkada. Sedangkan Gakumdu menangani dugaan tindak pidana pilkada. “Masalah seperti itu ditangani oleh Bawaslu karena Undang-Undang Pilkada sama saja dengan Undang-Undang Pemilu,” kata Idham.

Idham menegaskan, KPU memegang prinsip transparansi dan keterbukaan informasi dalam penyelenggaraan pilkada 2024. KPU akan meningkatkan pelayanan informasi di seluruh tahapan, termasuk hasil pilkada. 

Mahkamah Konstitusi tengah menyidangkan sengketa pemilihan presiden dan pemilihan legislatif 2024. Tim hukum kedua kubu calon presiden, yakni Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md., menduga ada kecurangan terstruktur, sistematis, dan masif selama pelaksanaan Pemilu 2024. Beberapa dugaan kecurangan tersebut di antaranya politisasi bantuan sosial, pengerahan aparat desa untuk memenangkan pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, serta dugaan pengelembungan suara.

Potensi Kecurangan

Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta mengatakan KPU dan Bawaslu sejatinya sejak awal menyiapkan langkah-langkah antisipasi terjadinya pelanggaran dan kecurangan pilkada 2024. Sebab, dugaan kecurangan tersebut masih akan berlanjut. “Masih ada irisan-irisan dengan hasil pilpres 2024,” ujarnya saat dihubungi pada Senin, kemarin.

Kaka menduga pemerintah berperan hingga terjadinya kecurangan pada pilpres 2024. Strategi tersebut berpotensi kembali dilakukan pada pilkada 2024. Pemerintah pusat akan berupaya memenangkan calon sesuai dengan keinginannya dengan menggerakan aparat. “Peran pemerintah pusat krusial karena pemerintah daerah tidak otonom,” ujarnya.

Simulasi rekapitulasi penghitungan suara dengan menggunakan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) pilkada di Bandar Lampung, Lampung, 2020.. ANTARA/Ardiansyah

Belum lagi, Kaka melanjutkan, pemerintah ditengarai sudah memiliki modal untuk melakukan kecurangan. Pemerintah pusat sudah mengangkat ratusan penjabat kepala daerah pada 2022-2023. Pengangkatan penjabat kepala daerah itu dikritik karena tidak transparan.

Penjabat kepala daerah itu, kata Kaka, bisa saja dimanfaatkan untuk melakukan kampanye guna memenangkan kandidat tertentu. Mereka pasti patuh karena diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah pusat. “Mereka makin memperkuat intervensi pemerintah pusat."

Tidak hanya itu, pilkada juga dilakukan di masa transisi pemerintahan Presiden Joko Widodo alias Jokowi dengan calon presiden selanjutnya. Partai pendukung Jokowi, seperti Gerindra dan Golkar, akan bersaing dengan PDI Perjuangan untuk merebut kekuasaan di daerah. “Dalam situasi itu, praktik-praktik kecurangan bisa saja terjadi,” kata Kaka.

Potensi kecurangan lainnya adalah praktik politik uang. Menurut Kaka, politik uang akan tetap ada. Sebab, seakan-akan sudah menjadi impunitas karena Bawaslu tak pernah menindak tegas pelakunya. “Politik uang akan tetap masif,” katanya.

Kaka menegaskan, penyelenggara pilkada perlu memetakan daerah rawan terjadinya kecurangan. Menurut Kaka, daerah yang berpotensi terjadi kecurangan adalah Papua Pegunungan dan Papua Tengah. Di Papua Tengah, misalnya, sempat mencuat kasus pembakaran kotak suara satu hari sebelum pemungutan suara pada 14 Februari lalu. “Selain pemetaan, harus diantisipasi juga,” kata Kaka.

Kaka mengatakan pilkada 2024 harus tetap dilakukan tepat waktu. Penjabat kepala daerah tidak boleh dibiarkan menjabat dalam waktu yang lama. Proses demokrasi melalui pemilu tetap harus dijalankan. “Pemerintah pusat juga tidak perlu cawe-cawe dalam urusan pilkada 2024,” ujarnya.

Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Neni Nur Hayati juga mensinyalir potensi pelanggaran bisa terjadi di seluruh tahapan, dari pencalonan, kampanye, daftar pemilih, dana kampanye, logistik, pemungutan dan penghitungan suara, hingga rekapitulasi.

Selain itu, kata Neni, adanya kekhawatiran penjabat kepala daerah kembali cawe-cawe untuk memenangkan kandidat kepala daerahnya. Penjabat kepala daerah berpotensi kuat menyalahgunaan anggaran dan kewenangannya yang makin tidak terkontrol. “Ini menunjukkan netralitas aparat sipil negara diragukan,” ucapnya.

Menurut Neni penyelenggara pilkada harus mengevaluasi secara komprehensif pelaksanaan Pemilu 2024. Evaluasi itu perlu dilakukan sehubungan dengan lemahnya mitigasi dan risiko pada Pemilu 2024. Lemahnya mitigasi tersebut membuat penyelenggara tergagap dalam melaksanakan pilkada. “Jangan sampai terulang. Jika terulang, akan menjadi preseden buruk,” ujarnya.

Dalam kesempatan terpisah, Ketua Bawaslu Rahmat Bagja mengatakan pihaknya belum memetakan daerah yang rawan terjadi kecurangan dan pelanggaran. Bawaslu masih menyiapkan pembekalan bagi jajarannya perihal perubahan perspektif pidana Pemilu 2024 ke pilkada 2024. “Pada April ini kami mulai melakukan pembekalan,” ujarnya saat ditemui di gedung MK, Jakarta, kemarin.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus