PARA petani kol di Kecamatan Lembang, Cisarua dan Pengelangan,
kini sedang megap-megap ketiban jatuhnya harga kol. Sejak akhir
Maret lalu, harga 1 kg cuma Rp 5 saja. Tak mau beranjak-anjak
lagi. Justru ketika panen tetap berlangsung baik dan tak ada
gangguan hama. Meski jauhnya harga boleh jadi karena pengaruh
musim panen. Tapi tak pernah begitu curam meluncurnya seperti
sekali ini. Padahal menurut cerita seorang petani di Lembang,
biaya yang dihabiskan untuk mendapatkan 1 kg kol, tak kurang Rp
15. "Bayangkan berapa kerugian kami. Jangankan untung, kembali
modal saja tidak", keluh Mirta.
Itu harga di tempat. Artinya di pinggir jalan, tempat terjadinya
jual-beli. Sedangkan untuk sampai ke tepi jalan itu, paling
sedikit harus dikeluarkan Rp 4 per kg. Pembelinya, tentu sana
tengkulak. Yang bisa menjualnya kembali di Bandung (20 Km dari
Lembang) Rp 30. Atau mungkin Rp 50 di Jakarta. Dan tempat
pelemparan kol dari 3 Kecamatan tersebut sebagian kecil Bandung,
lainnya Jakarta. Konon tengkulak Jakarta itulah yang biasa
mempermainkan harga. Dugaan ini timbul karena ternyata harga
sayuran lainnya seperti tomat dan kentang tetap, misalnya
sekarang ini masing-masing Rp 75 dan p 50 setiap kg. Bagaimana
cara permainan harga itu tentulah di luar pengetahuan para
petani itu.
Ali Sadikin
Yang mereka rasakan sekarang ialah membusuknya 2 juta kol di
Kecamatan Pangalengan. Atau 10.870 ton kol (hasil sekali panen
1087 ha kebun kol) di kecamatan Lembang dan Cisarua yang tak
habis terjual. Sebab mereka berpendirian, "lebih baik dijadikan
pupuk dari pada dijual dengan rugi". Masih untung, di ketiga
kecamatan itu tak dikenal "panen besar" bersama. Karena mereka
memetik hasil kebun biasanya dalam waktu yang berbeda.
Tapi tentu saja goncangan harga seperti itu--yang bukan sekali
dua terjadi - tak boleh didiamkan. Dan ini kabarnya sudah
dipikirkan Wedana Lembang Suherman. Caranya? "Mendirikan Pusat
Penjualan", tutur Suherman kepada TEMPO . Di tempat ini
penjualan (petani) dan pembeli (para tengkulak) akan bertemu.
Hingga harga yang terjadi, sesuai "hukum permintaan dan
penawaran". Menurut Suherman, ide ini sudah terfikir olehnya
sejak tahun 1968 sewaktu ia menjabat Camat Lembang. "Kini akan
dilaksanakan Bupati Bandung. Kami gembira". Tapi kapan, Suherman
belum dapat berkisah. Namun tanah dan segala sesuatunya katanya
sudah siap. "Tinggal menunggu biaya bangunan". Dan sementara
menunggu. Suherman minta Gubernur DKI Ali Sadikin menindak para
tengkulak asal Jakarta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini