Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Petani kol terguncang

Petani di kec. lembang, cisarua dan pengalengan, bandung mengeluh soal harga kol yang turun tajam. mereka menuduh tengkulak mempermainkan harga. akan dibuat pusat penjualan kol oleh bupati bandung. (dh)

15 Mei 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PARA petani kol di Kecamatan Lembang, Cisarua dan Pengelangan, kini sedang megap-megap ketiban jatuhnya harga kol. Sejak akhir Maret lalu, harga 1 kg cuma Rp 5 saja. Tak mau beranjak-anjak lagi. Justru ketika panen tetap berlangsung baik dan tak ada gangguan hama. Meski jauhnya harga boleh jadi karena pengaruh musim panen. Tapi tak pernah begitu curam meluncurnya seperti sekali ini. Padahal menurut cerita seorang petani di Lembang, biaya yang dihabiskan untuk mendapatkan 1 kg kol, tak kurang Rp 15. "Bayangkan berapa kerugian kami. Jangankan untung, kembali modal saja tidak", keluh Mirta. Itu harga di tempat. Artinya di pinggir jalan, tempat terjadinya jual-beli. Sedangkan untuk sampai ke tepi jalan itu, paling sedikit harus dikeluarkan Rp 4 per kg. Pembelinya, tentu sana tengkulak. Yang bisa menjualnya kembali di Bandung (20 Km dari Lembang) Rp 30. Atau mungkin Rp 50 di Jakarta. Dan tempat pelemparan kol dari 3 Kecamatan tersebut sebagian kecil Bandung, lainnya Jakarta. Konon tengkulak Jakarta itulah yang biasa mempermainkan harga. Dugaan ini timbul karena ternyata harga sayuran lainnya seperti tomat dan kentang tetap, misalnya sekarang ini masing-masing Rp 75 dan p 50 setiap kg. Bagaimana cara permainan harga itu tentulah di luar pengetahuan para petani itu. Ali Sadikin Yang mereka rasakan sekarang ialah membusuknya 2 juta kol di Kecamatan Pangalengan. Atau 10.870 ton kol (hasil sekali panen 1087 ha kebun kol) di kecamatan Lembang dan Cisarua yang tak habis terjual. Sebab mereka berpendirian, "lebih baik dijadikan pupuk dari pada dijual dengan rugi". Masih untung, di ketiga kecamatan itu tak dikenal "panen besar" bersama. Karena mereka memetik hasil kebun biasanya dalam waktu yang berbeda. Tapi tentu saja goncangan harga seperti itu--yang bukan sekali dua terjadi - tak boleh didiamkan. Dan ini kabarnya sudah dipikirkan Wedana Lembang Suherman. Caranya? "Mendirikan Pusat Penjualan", tutur Suherman kepada TEMPO . Di tempat ini penjualan (petani) dan pembeli (para tengkulak) akan bertemu. Hingga harga yang terjadi, sesuai "hukum permintaan dan penawaran". Menurut Suherman, ide ini sudah terfikir olehnya sejak tahun 1968 sewaktu ia menjabat Camat Lembang. "Kini akan dilaksanakan Bupati Bandung. Kami gembira". Tapi kapan, Suherman belum dapat berkisah. Namun tanah dan segala sesuatunya katanya sudah siap. "Tinggal menunggu biaya bangunan". Dan sementara menunggu. Suherman minta Gubernur DKI Ali Sadikin menindak para tengkulak asal Jakarta.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus