TEPUK tangan meriah mengiringi seruan "setuju . . . " menggema
di ruang sidang pleno DPR Senin pagi. Secara aklamasi, 274
anggota yang hadir menyetujui pengesahan Rencana Undang-undang
Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara. Pemandangan umum
keempat fraksi yang dibacakan sebelumnya menganggap Rencana
Undang-undang itu sebagai "karya besar" menjelang masa akhir
tugas DPR bulan ini.
Mulusnya pembahasan RUU Pokok Hankam yang disodorkan pemerintah
31 Mei lalu --dengan surat pengantar presiden 13 Mei --
terutama karena di tunjang kerja sama baik antara pemerintah dan
DPR. "Pemerintah membiarkan perombakan, dan terbuka bagi saran
dari DPR," kata H. Chalid Mawardi, Wakil Ketua Panitia Khusus
(Pansus) RUU itu dari FPP.
Dari segi jumlah, 10 bab dan 47 pasal dalam RUU yang baru saja
disepakati DPR itu memang lebih banyak dibanding RUU yang
dipersiapkan pemerintah (9 bab dan 30 pasal). "Isinya, boleh
dibilang, RUU ini benar-benar baru," kata Nasrudin Hars, Wakil
Ketua Pansus dari FKP kepada TEMPO.
Memang ada perbedaan cukup mendasar antara kedua RUU itu. Yang
disodorkan pemerintah lebih menekankan pada koreksi UU no.
29/1954 tentang lankam. "Sedang RUU yang baru selesai lebih
mengarah kepada pertahanan negara," kata Nasrudin, anggota
Komisi I yang membidangi Hankam.
Sebagai contoh, judul baru "RUU Ketentuan Pokok Pertahanan
Keamanan Negara" merupakan penyempurnaan atas judul "RUU Pokok
Pertahanan (tanpa Keamanan) Negara" yang disodorkan pemerintah.
Pansus juga tidak menyetujui rencana pemerintah untuk mencabut
UU no. 13/1961 tentang Ketentuan Pokok Kepolisian Negara. DPR
menolak pendapat pemerintah bahwa RUU yang baru akan
menampungnya. "Akhirnya disepakati, UU itu tidak dicabut.
Hal-hal yang tidak bertentangan dengan RUU yang baru jadi ini,
masih bisa berlaku sampai ada UU baru yang mengaturnya," tamhh
Nasrudin Hars.
Dalam proses pembahasan, Menhankam Jenderal M. Jusuf yang
didampingi Letjen J. Henuhili -- ketua panitia kerja (panja RUU
tampaknya tidak pasang "tarif tinggi" seperti layaknya
penyusunan RUU besar yang lain. Pembicaraan oleh 36 anggota
pansus, kecuali soal polisi, kedudukan ABRI sebagai kekuatan
sosial dan judul yang makan waktu agak panjang, boleh dibilang
berjalan tanpa ganjalan. Namun, untuk mengejar batas waktu yang
dijadwalkan 31 Agustus, mereka toh memerlukan "kerja lembur".
Pansus tetap bersidang selama masa reses 5 - 14 Agustus di Wisma
Elang Laut Jakarta. Di samping itu, Menhankam juga mengadakan
"lobby udara", sambil meninjau beberapa daerah, ke Surabaya,
Madura, Bali, Ujungpandang dan Natuna (7 - 9 Agustus). Anggota
tim inti sebanyak 17 orang berhasil merampungkan pembahasan
materi batang tubuh ketika mereka bermalam di Pertamina Cottage
Bali. Terakhir, tim perumus menuntaskan tugasnya 24 Agustus dan
disahkan seluruh anggota pansus dua hari kemudian.
Istilah dwifungsi sendiri tidak disebul secara terang. Dengan
agak hati-hati, RUU itu menyebut: "ABRI merupakan unsur kekuatan
pertahanan dan sekaligus unsur kekuatan sosial." RUU karya DPR
itu akhirnya hanya mengambil alih rumusan GBHN 1978: ABRI
sebagai kekuatan sosial bertindak selaku dinamisator dan
stabilisator, bersama kekuatan sosial lainnya, berjuang mengisi
kemerdekaan dan ikut dalam pengambilan keputusan mengenai soal
kenegaraan dan pemerintahan.
Masalah kedudukan Menhankam dan Pangab, yang ketika RUU itu
masuk DPR santer disebutkan bakal dipisahkan, nampaknya tidak
beranjak dari yang sekarang. Baik Menhankam sebagai pengelola
hankam maupun Pangab selaku pemegang komando, keduanya adalah
pembantu Presiden. "Soal dipisah atau tidak, itu hak prerogatif
Presiden," kata Nasrudin Hars.
SEDANG keikutsertaan masyarakat dalam pertahanan keamanan
negara, RUU belum terlalu jauh memperincinya, kecuali sekedar
menyebutkan asasnya "pertahanan rakyat semesta" seperti dalam
UUD 45. Untuk pelaksanaannya, ada empat komponen: rakyat
terlatih, ABRI dan Cadangan TNI (sebagai komponen utama),
perlindungan masyarakat, sumber daya alam dan buatan. Porsi
orang awam untuk ikut mempertahankan negara agaknya masih
terbatas pada rakyat terlatih dan perlindungan masyarakat --
yang nampaknya masih jauh dari tingkat milisi. "Artinya, hanya
mempersenjatai rakyat dengan ideologi Pancasila untuk menanamkan
khubbul wathon, kecintaan kepada negara dan bangsa," kata Chalid
Mawardi.
Seperti diakui M. Jusuf sendiri, RUU yang baru itu hanya memuat
pokok-pokok. "Sebagai induk, masih memerlukan UU lainnya yang
mengatur lebih lanjut," katanya dalam sambutannya seusai
pengesahan. Tiga RUU yang pernah diajukannya bersama RUU Pokok
Hankam Negara yang disetujui itu -- RUU ABRI Sukarela, ABRI
Wajib dan Cadangan TNI yang belum sempat dibahas -- akan
diajukan lagi kepada DPR hasil Pemilu 1982. Di samping itu,
pemerintah juga merencanakan mengajukan beberapa RUU tentang
rakyat terlatih, Polri, perlindungan masyarakat, mobilisasi dan
demobilisasi. Kapan? "Terserah Menhankam," kata J. Henuhili
kepada TEMPO.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini