Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Pokoknya lancar

Ruu pokok hankam selesai dibahas dan disetujui untuk disahkan, ada kekhawatiran terjadi pelembagaan dwi fungsi dan mengecilnya fungsi sipil, belum ada ketentuan untuk milisi.

11 September 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEPUK tangan meriah mengiringi seruan "setuju . . . " menggema di ruang sidang pleno DPR Senin pagi. Secara aklamasi, 274 anggota yang hadir menyetujui pengesahan Rencana Undang-undang Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara. Pemandangan umum keempat fraksi yang dibacakan sebelumnya menganggap Rencana Undang-undang itu sebagai "karya besar" menjelang masa akhir tugas DPR bulan ini. Mulusnya pembahasan RUU Pokok Hankam yang disodorkan pemerintah 31 Mei lalu --dengan surat pengantar presiden 13 Mei -- terutama karena di tunjang kerja sama baik antara pemerintah dan DPR. "Pemerintah membiarkan perombakan, dan terbuka bagi saran dari DPR," kata H. Chalid Mawardi, Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU itu dari FPP. Dari segi jumlah, 10 bab dan 47 pasal dalam RUU yang baru saja disepakati DPR itu memang lebih banyak dibanding RUU yang dipersiapkan pemerintah (9 bab dan 30 pasal). "Isinya, boleh dibilang, RUU ini benar-benar baru," kata Nasrudin Hars, Wakil Ketua Pansus dari FKP kepada TEMPO. Memang ada perbedaan cukup mendasar antara kedua RUU itu. Yang disodorkan pemerintah lebih menekankan pada koreksi UU no. 29/1954 tentang lankam. "Sedang RUU yang baru selesai lebih mengarah kepada pertahanan negara," kata Nasrudin, anggota Komisi I yang membidangi Hankam. Sebagai contoh, judul baru "RUU Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara" merupakan penyempurnaan atas judul "RUU Pokok Pertahanan (tanpa Keamanan) Negara" yang disodorkan pemerintah. Pansus juga tidak menyetujui rencana pemerintah untuk mencabut UU no. 13/1961 tentang Ketentuan Pokok Kepolisian Negara. DPR menolak pendapat pemerintah bahwa RUU yang baru akan menampungnya. "Akhirnya disepakati, UU itu tidak dicabut. Hal-hal yang tidak bertentangan dengan RUU yang baru jadi ini, masih bisa berlaku sampai ada UU baru yang mengaturnya," tamhh Nasrudin Hars. Dalam proses pembahasan, Menhankam Jenderal M. Jusuf yang didampingi Letjen J. Henuhili -- ketua panitia kerja (panja RUU tampaknya tidak pasang "tarif tinggi" seperti layaknya penyusunan RUU besar yang lain. Pembicaraan oleh 36 anggota pansus, kecuali soal polisi, kedudukan ABRI sebagai kekuatan sosial dan judul yang makan waktu agak panjang, boleh dibilang berjalan tanpa ganjalan. Namun, untuk mengejar batas waktu yang dijadwalkan 31 Agustus, mereka toh memerlukan "kerja lembur". Pansus tetap bersidang selama masa reses 5 - 14 Agustus di Wisma Elang Laut Jakarta. Di samping itu, Menhankam juga mengadakan "lobby udara", sambil meninjau beberapa daerah, ke Surabaya, Madura, Bali, Ujungpandang dan Natuna (7 - 9 Agustus). Anggota tim inti sebanyak 17 orang berhasil merampungkan pembahasan materi batang tubuh ketika mereka bermalam di Pertamina Cottage Bali. Terakhir, tim perumus menuntaskan tugasnya 24 Agustus dan disahkan seluruh anggota pansus dua hari kemudian. Istilah dwifungsi sendiri tidak disebul secara terang. Dengan agak hati-hati, RUU itu menyebut: "ABRI merupakan unsur kekuatan pertahanan dan sekaligus unsur kekuatan sosial." RUU karya DPR itu akhirnya hanya mengambil alih rumusan GBHN 1978: ABRI sebagai kekuatan sosial bertindak selaku dinamisator dan stabilisator, bersama kekuatan sosial lainnya, berjuang mengisi kemerdekaan dan ikut dalam pengambilan keputusan mengenai soal kenegaraan dan pemerintahan. Masalah kedudukan Menhankam dan Pangab, yang ketika RUU itu masuk DPR santer disebutkan bakal dipisahkan, nampaknya tidak beranjak dari yang sekarang. Baik Menhankam sebagai pengelola hankam maupun Pangab selaku pemegang komando, keduanya adalah pembantu Presiden. "Soal dipisah atau tidak, itu hak prerogatif Presiden," kata Nasrudin Hars. SEDANG keikutsertaan masyarakat dalam pertahanan keamanan negara, RUU belum terlalu jauh memperincinya, kecuali sekedar menyebutkan asasnya "pertahanan rakyat semesta" seperti dalam UUD 45. Untuk pelaksanaannya, ada empat komponen: rakyat terlatih, ABRI dan Cadangan TNI (sebagai komponen utama), perlindungan masyarakat, sumber daya alam dan buatan. Porsi orang awam untuk ikut mempertahankan negara agaknya masih terbatas pada rakyat terlatih dan perlindungan masyarakat -- yang nampaknya masih jauh dari tingkat milisi. "Artinya, hanya mempersenjatai rakyat dengan ideologi Pancasila untuk menanamkan khubbul wathon, kecintaan kepada negara dan bangsa," kata Chalid Mawardi. Seperti diakui M. Jusuf sendiri, RUU yang baru itu hanya memuat pokok-pokok. "Sebagai induk, masih memerlukan UU lainnya yang mengatur lebih lanjut," katanya dalam sambutannya seusai pengesahan. Tiga RUU yang pernah diajukannya bersama RUU Pokok Hankam Negara yang disetujui itu -- RUU ABRI Sukarela, ABRI Wajib dan Cadangan TNI yang belum sempat dibahas -- akan diajukan lagi kepada DPR hasil Pemilu 1982. Di samping itu, pemerintah juga merencanakan mengajukan beberapa RUU tentang rakyat terlatih, Polri, perlindungan masyarakat, mobilisasi dan demobilisasi. Kapan? "Terserah Menhankam," kata J. Henuhili kepada TEMPO.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus