Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
HOTEL Oria Menteng di Jakarta Pusat, pertengahan Desember lalu, riuh oleh 78 calon legislator. Mereka antre meneken perjanjian politik dengan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). Calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat pusat dan daerah serta Dewan Perwakilan Daerah itu akan bersaing dalam pemilihan umum pada 9 April nanti.
Pasal pertama "kontrak politik" adalah janji dukungan dari jaringan AMAN di seluruh Indonesia untuk memberikan suara kepada calon legislator menurut daerah pemilihannya. Sampai pekan lalu, dari 180 calon legislator, belum semua meneken kontrak. "Ini amanat Kongres AMAN 2012," kata Rukka Sombolingi, Deputi Bidang Politik AMAN, pekan lalu. "Mereka adalah utusan masyarakat adat di parlemen."
Menurut Rukka, ide mencari wakil legislator yang akan menyuarakan kepentingan masyarakat adat digagas sejak 2007. Bentuknya dengan mendirikan Partai Perserikatan Rakyat. Tapi partai ini tak lolos verifikasi Pemilihan Umum 2009. Maka cara paling rasional adalah membonceng partai yang sudah lolos verifikasi Komisi Pemilihan Umum dan sedang menjaring calon legislator.
Pengurus AMAN lalu meminta organisasi jaringannya di Jakarta dan daerah mengusulkan nama calon yang layak. Ada banyak nama yang masuk. Rukka dan teman-temannya memverifikasi ke pengusul sebelum mendaftarkannya ke partai. Salah satunya Idham Arsyad, yang diusulkan oleh bekas organisasinya, Konsorsium Pembaruan Agraria.
Idham diajukan ke Partai Kebangkitan Bangsa untuk daerah pemilihan Jawa Barat V, yang meliputi Kota Bogor. Sebelum resmi masuk PKB, Idham menjajaki Partai Gerakan Indonesia Raya. Mahasiswa pascasarjana Institut Pertanian Bogor ini tak melanjutkannya karena tak sanggup membayar iuran Rp 300 juta.
Selain Idham, ada 15 calon legislator utusan AMAN yang tersebar di 12 partai peserta pemilihan. Nur Amalia, pengacara dan Wakil Ketua Asosiasi Perempuan Indonesia, maju melalui Partai Nasional Demokrat untuk daerah Banten. Sebelum memilih partai bentukan Surya Paloh ini, Amalia ditawari bergabung dengan PDI Perjuangan.
Idham dan Amalia optimistis lolos ke Senayan. Dengan jaringan lembaga swadaya yang akrab dengan pelbagai komunitas masyarakat di tingkat pemilih, menurut Rukka Sombolingi, para calon ini sudah mengantongi suara sebelum bertarung. "Saya sudah punya 30 ribu pemilih," kata Idham. Ia menargetkan 80 ribu suara.
Dengan cara ini, ongkos kampanye para calon legislator itu menjadi murah. Idham hanya menyediakan Rp 100 juta untuk bergerilya mendapat dukungan. Amalia menyiapkan Rp 50 juta untuk ongkos transportasi relawan menjenguk basis-basis pemilihnya. Rukka menyatakan ongkos ini jauh lebih sedikit dibanding politikus lain yang tak mendapat dukungan aliansi.
Gerakan pertama para politikus jika lolos adalah menggagas konsorsium agraria di parlemen untuk meloloskan undang-undang yang mewajibkan 60 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk masyarakat adat. Ini mirip gerilya politikus periode 2009-2014 yang berhasil membuat Undang-Undang Desa, sehingga setiap desa kini mendapat dana Rp 1,5 miliar setahun.
Jika para politikus "berkhianat", AMAN akan mencabut dukungan dan tak memilih mereka untuk Pemilu 2019. Menurut Rukka, kecil kemungkinan para politikus ini berpaling karena AMAN sudah menyeleksinya dari usulan organisasi dan komunitas di daerah yang akan menjadi pemilih mereka.
Yang merisaukan AMAN justru urutan nama "politikus titipan" ini di kertas suara. Mereka mendapat nomor buncit karena urutan atas ditempati elite partai. Mereka tak hanya bersaing dengan lawan dari partai lain, tapi juga dengan kolega separtai di daerah pemilihan yang sama. "Dan nomor urut ini biasanya sangat menentukan kemenangan," kata Eustobio Renggi, pengurus AMAN.
Kartika Candra
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo