Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pengadaan surat suara diatur di tingkat provinsi.
Potensi cuaca buruk karena sudah memasuki musim hujan mesti diperhatikan dalam distribusi logistik.
KPU butuh dukungan berbagai pihak dalam distribusi logistik.
KETUA Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Badung, Bali, Yusa Arsana Putra khawatir akan pengadaan surat suara untuk pemilihan kepala daerah atau pilkada di Badung, tahun ini. Sebab, pilkada 2024 ini berbeda dengan pemilihan sebelumnya. Pilkada kali ini tak berselang lama dengan pelaksanaan Pemilu 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Banyak tahapan yang beririsan. Di satu sisi, kita kampanye dua bulan, tapi kita juga menyiapkan logistik segalanya di hari itu,” kata Yusa kepada Tempo, Senin, 15 Juli 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pemungutan suara dalam pilkada serentak tahun ini dijadwalkan berlangsung pada 27 November mendatang. Dua bulan sebelum pemungutan suara, KPU RI sudah menjadwalkan penetapan pasangan calon peserta pemilihan kepala daerah. Setelah penetapan pasangan calon itu, KPU daerah baru dapat memulai proses pengadaan logistik, khusus kertas suara dan berbagai jenis formulir yang berhubungan dengan pemungutan suara.
Saat ini KPU pusat tengah menggodok peraturan tentang perlengkapan pemungutan suara dan dukungan perlengkapan lainnya menjelang pilkada 2024. Jumat pekan lalu, KPU menguji publik rancangan peraturan tersebut.
"Pada prinsipnya, uji publik rancangan PKPU tentang perlengkapan pemungutan suara pilkada tidak terdapat banyak perubahan karena rancangan PKPU tersebut menyesuaikan dengan PKPU logistik dalam pemilu,” kata komisioner KPU, Yulianto Sudrajat, Senin kemarin.
Aturan tersebut yang menjadi pijakan secara teknis dalam proses pengadaan dan distribusi logistik pilkada. Dalam pengadaan logistik pemilu, KPU berpijak pada mekanisme pengadaan logistik dalam Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.
Dalam pengadaan logistik ini, kata Yulianto, KPU pusat akan membuat strategi agar KPU daerah tidak berebut vendor dan mendapat rekanan yang memiliki kemampuan produksi. Strategi tersebut sangat penting karena pilkada tahun ini digelar secara bersamaan di 37 provinsi dan 508 kabupaten-kota.
Setiap KPU provinsi akan melakukan proses pelelangan logistik melalui e-katalog. Proses lelang akan mendapat pendampingan dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP). “Melalui metode tersebut, masing-masing satuan kerja akan mendapat penyedia logistik pemilihan yang memiliki kemampuan memproduksi berdasarkan kapasitas produksi yang dimiliki,” ujar Yulianto.
Petugas pemutakhiran data pemilih KPU melakukan pencocokan dan penelitian data pemilih di kawasan Jalan Muwardi, Semarang, Jawa Tengah, 9 Juli 2024. ANTARA/Makna Zaezar
Yusa Arsana Putra mengaku belum mengetahui bahwa pengadaan surat suara pilkada di kabupaten-kota akan tersentralisasi di KPU provinsi. Jika pengadaan kertas surat suara dilakukan secara terpusat dalam provinsi, ia mengingatkan KPU pusat agar mengantisipasi potensi surat suara tertukar di lapangan. Jika tertukar, otomatis akan mempengaruhi proses distribusi kertas suara ke setiap tempat pemungutan suara (TPS).
Masalah lain adalah alamat vendor pengadaan logistik. Waktu yang dibutuhkan untuk proses distribusi logistik ikut dipengaruhi oleh domisili rekanan logistik KPU.
Yusa berpendapat, KPU akan mudah memantau ketika vendor percetakan surat suara berada di Bali. Di samping itu, pihaknya akan kesulitan mengurus perizinan apabila lokasi percetakan surat suara berada di luar Bali.
“Kalau dapatnya di luar Bali, kami harus ada izin dari KPU provinsi, bahkan dari KPU RI jika ingin ke luar wilayah. Ini juga menimbulkan kendala walaupun tidak signifikan, tapi butuh waktu untuk urus izinnya,” katanya.
Permasalahan dalam urusan pengadaan dan distribusi logistik kerap berulang sejak pemilu pertama kali dilaksanakan sampai Pemilu 2024. Mengutip hasil riset KPU Sumatera Barat pada 2021, pada pemilu pertama sampai 2020, selalu terjadi berbagai masalah dalam urusan logistik. Misalnya, keterlambatan distribusi, kekurangan logistik, kualitas logistik yang buruk, dan logistik tidak tepat sasaran.
Penyebabnya, proses monitoring distribusi logistik dilakukan secara manual dan komunikasi yang tidak efektif menyebabkan kekurangan logistik tidak dapat dipantau secara real time. Lalu ketidakmampuan penyelenggara dalam membuat mekanisme manajemen logistik terintegrasi secara otomatis, dari perencanaan, pengadaan, distribusi logistik, hingga arus balik. Selanjutnya keterlambatan penyelenggara menetapkan kebutuhan logistik serta faktor cuaca buruk dan bencana alam.
Saat Pemilu 2019, KPU Nusa Tenggara Barat sempat kekurangan 88 ribu surat suara atau setara dengan 0,4 persen. Di Jember, Jawa Timur, sempat terjadi kekurangan sekitar 10 ribu surat suara hingga menjelang H-10.
Bawaslu juga menemukan sejumlah masalah pada pendistribusian logistik dalam Pemilu 2024. Misalnya, Bawaslu mendapati kotak suara rusak dalam pendistribusian tahap pertama di 177 kabupaten dan kota. Skala kerusakannya mencapai 34,5 persen.
Lalu Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menemukan bilik pencoblosan rusak di 61 kabupaten dan kota serta adanya salah tempat pendistribusian logistik di 10 kabupaten-kota.
Anggota Bawaslu, Herwyn J.H. Malonda, mengakui berbagai persoalan dalam pengadaan hingga distribusi logistik pada pemilu-pemilu sebelumnya. Pada pilkada tahun ini, kata dia, pengawas pemilu di tingkat pusat, provinsi, dan kelurahan hingga desa akan mengawasi setiap tahapan pengadaan sampai distribusi logistik.
Namun, kata dia, saat ini Bawaslu masih menunggu peraturan KPU mengenai pengadaan logistik. Setelah itu, Bawaslu akan membuat aturan pengawasan logistik pilkada. “Bawaslu masih menunggu PKPU tentang logistik yang kini masih proses tahap uji publik,” kata Herwyn.
Gedung Komisi Pemilihan Umum di Menteng, Jakarta Pusat. Dok. TEMPO/Muhammad Ilham Balindra/Magang
Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia Neni Nur Hayati mengatakan KPU harus cermat dalam pengadaan logistik dan perlengkapan lainnya. Sesuai dengan catatan DEEP pada Pemilu 2024, hal yang paling krusial dalam logistik adalah perencanaan. Perencanaan logistik, kata dia, ada pada akurasi data pemilih.
Ia mengatakan daftar pemilih yang tidak akurat akan berdampak pada kekurangan surat suara seperti yang terjadi dalam Pemilu 2024. Meski ada tambahan surat suara sebesar 2 persen sebagai cadangan, angka itu tidak akan menutupi kekurangan. Sebab, tambahan itu untuk surat suara rusak ataupun salah mencoblos.
“Akhirnya banyak pemilih di pemilu lalu yang tidak bisa mencoblos untuk beberapa pemilihan karena surat suaranya habis,” kata Neni.
Ia menyayangkan masalah logistik yang terus berulang dalam setiap pemilihan. Padahal KPU memiliki aplikasi Sistem Informasi Logistik (Silog)—aplikasi pengelolaan logistik milik KPU. Tapi aplikasi ini tidak bisa difungsikan dalam mengontrol kondisi logistik di lapangan. “Padahal seharusnya dengan Silog ini bisa membantu efektivitas, dari perencanaan sampai distribusi ke KPPS,” katanya.
Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kaka Suminta mengatakan KPU seharusnya bisa mengidentifikasi masalah distribusi karena ini sudah terjadi berulang kali. Ia mengatakan KPU bisa memilah vendor yang memiliki kapasitas dan kapabilitas untuk menyediakan logistik.
Dalam urusan distribusi logistik, kata Kaka, KPU seharusnya memperhatikan dua hal, yaitu ketersediaan kapasitas dan keterjangkauan. KPU juga mesti memperhatikan potensi cuaca buruk karena sudah memasuki musim hujan.
“Kemarin, saat pencoblosan pada 14 Februari, di beberapa tempat juga terjadi hujan besar sehingga pelaksanaan terlambat karena banjir atau tenda pemungutan suara roboh dan sebagainya,” ujar Kaka.
Kaka juga menyoroti keamanan distribusi logistik. Ia mengatakan konflik kepentingan kandidat dan timnya di daerah berpotensi menimbulkan gangguan logistik. Ia mencontohkan pembakaran kotak suara di Paniai, Papua, pada pemilu lalu.
“Jadi pemilihan daerah ini lebih dekat potensi konflik kepentingannya terkait dengan keamanan, distribusi, dan pengadaan logistik,” kata Kaka.
Yulianto Sudrajat mengatakan urusan distribusi logistik memang bakal menjadi tantangan sendiri dibanding pengadaan logistik. Sebab, spesifikasi logistik pilkada 2024 akan sama dengan Pemilu 2024. Ia mengatakan KPU akan terhambat dalam distribusi logistik karena faktor cuaca, kondisi geografis, serta ketersediaan moda transportasi di daerah 5T (terdepan, terluar, tertinggal, terlama, dan tersulit).
“KPU tentu membutuhkan dukungan penggunaan pesawat, helikopter, speedboat, moda transportasi yang mampu menembus medan berat, yang semuanya kadang juga sangat bergantung pada cuaca,” kata Yulianto.
KPU akan mengatasi kendala itu dengan menggandeng Kementerian Perhubungan, TNI dan Polri, serta pemerintah daerah. KPU juga akan membuat garis waktu proses produksi yang harus dipatuhi oleh setiap penyedia logistik, khususnya bagi daerah prioritas yang jauh dari lokasi percetakan.
“Sehingga dapat memitigasi jika terjadi kekurangan atau kerusakan logistik dalam proses distribusi,” katanya.
Ia melanjutkan, distribusi logistik dari gudang KPU ke TPS akan menjadi masalah krusial. Sebab, ada TPS yang sulit dijangkau dan moda transportasi terbatas. “Karena itu, KPU menyusun peta jalur distribusi untuk langkah preventif agar tidak terjadi keterlambatan pengiriman logistik,” katanya.
Civilia Ocha, Muhammad Iqbal, Adam Prireza, dan Ihsan Reliubun berkontribusi dalam penulisan artikel ini