Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Protes dan api di kampus nommensen

Mahasiswa universitas hkbp nommensen didukung sebagian rektor dan dekan protes dengan terpilihnya d.p. tampubolon sebagai rektor baru. berakhir setelah gedung laboratorium terbakar.

14 Juli 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ADA aksi protes, ada kebakaran di kampus Universitas Nommensen, Medan. Kebetulan unjuk rasa berhenti setelah terjadi kebakaran di gedung laboratorium kampus itu, 30 Juni lalu. Adakah kaitan antara kedua peristiwa itu? Orang pun lantas mencoba menduga-duga. Universitas milik Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) itu dilanda kemelut protes sejak awal Mei lalu. Peristiwa itu menyusul pengangkatan Prof. Dr. D.P. Tampubolon sebagai rektor oleh Dewan Pimpinan Yayasan. Aksi protes mahasiswa itu, yang didukung sejumlah dosen dan dekan, berlangsung dua gelombang. Poster yang digelar pun kelihatan galak. Misalnya:. "Peristiwa berdarah akan berlangsung bila Tampubolon jadi rektor". Ada lagi yang mempertanyakan apakah Tampubolon sudah siap dengan nyawa cadangan. Memang. Ketika mahasiswa unjuk rasa, poster-poster itu dianggap "gertak sambal". Tapi, setelah Gedung H -- sebutan untuk bangunan yang menampung perabotan laboratorium Fakultas Peternakan, Teknik Elektro, Pertanian, dan kantor Lembaga Bantuan Hukum Universitas -- terbakar, poster-poster itu dianggap bermakna. Paling tidak oleh polisi dan pimpinan Universitas Nommensen. Api berkobar melahap bangunan berdinding papan dan atap seng seluas 16 kali 60 meter itu. Bangunan seharga Rp 75 juta dan perabotan senilai Rp 981 juta ludes. Satpam dan mobil pemadam kebakaran tak mampu menyelamatkan apa-apa. Apa penyebabnya? Ketua Dewan Presidium Universitas Nommensen, Prof. Dr. F.H. Sianipar, mengatakan bahwa menurut hasil pemeriksaan ahli listrik dari universitas itu -- bekerja sama dengan Poltabes Medan -- kebakaran bukan karena korsluiting listrik. "Bangunan itu pasti dibakar orang," kata Sianipar. Untuk itu, kata Kadispen Polda Sum-Ut Letkol. Yusuf Umar, puluhan dosen dan mahasiswa telah dimintai keterangan. Tapi Koordinator Pengamanan Universitas itu, Sintua T.M. Sihombing, menduga dalang pembakaran kemungkinan adalah sejumlah dekan dan dosen, dibantu mahasiswa. Mereka tak senang atas keputusan pimpinan HKBP mengenai rektor baru. Sesudah Dr. Amudi Pasaribu dipecat sebagai rektor pada 1989 karena dituduh korupsi, universitas itu mencari rektor baru. Dewan Pimpinan Yayasan Universitas Nommensen kemudian menunjuk Drs. Biliater Napitupulu, Pembantu Rektor II, sebagai pejabat sementara rektor. Tugas utamanya mengelola kampus secara rutin. Ia juga ditugasi mempersiapkan serah terima rektor definitif. Menurut Statuta 1979, rektor dipilih dalam musyawarah Parhalado Pusat -- semacam lembaga legisaltif yang dipimpin Ephorus -- atas usul Dewan Pimpinan Yayasan. Menjelang Musyawarah Parhalado Pusat, senat mengajukan empat calon. Dewan Pimpinan Yayasan juga menjagokan empat orang. Yayasan kemudian menyeleksi delapan calon itu sampai kemudian tinggal lima orang. Mereka yang dicalonkan adalah Prof. Dr. Sahala Nababan dari ITB, Prof. Dr. Rudolf Sinaga dari IPB, Dr. S.M. Siahaan dari unsur teolog, dan Prof. Dr. D.P. Tampubolon, guru besar IKIP Negeri Medan -- keempatnya dari Dewan Pimpinan Yayasan. Satu-satunya usulan senat yang masuk adalah Drs. Biliater Napitupulu, penjabat rektor. Akhirnya Prof. Dr. D.P. Tampubolon bekas Atase Pendidikan RI di Australia, terpilih menjadi rektor. Ephorus HKBP pun setuju. Rangkaian aksi protes, sejak 1 Mei 1990, merambah kampus itu. Poster ditempel di mana-mana. Tampubolon ditolak karena dianggap bukan orang dalam. Aksi-aksi ini kemudian memaksa Dewan Pimpinan Yayasan berapat 9 Juni lalu. Dalam forum itu, Drs. Biliater Napitupulu dan Pembantu Rektor I dan III mundur dari jabatannya. Mereka merasa tersinggung, karena dituduh mendalangi aksi poster mahasiswa. Praktis kampus tak punya komandan. Dewan Pimpinan Yayasan membentuk tim untuk membujuk mereka yang mundur agar kembali ke jabatannya. Karena gagal, Yayasan membentuk Dewan Presidium (DP). Tugasnya menggantikan kedudukan rektor. DP akan bubar setelah rektor definitif dilantik kira-kira akhir Juli ini. Menurut Maju Tobing, salah seorang anggota DP, program DP yang penting adalah melaksanakan ujian semester genap, yang jatuh pada pertengahan Juni lalu. Program ini ternyata ditentang empat dekan. Juliana Tobing, Dekan Fakultas Ekonomi, misalnya, dengan suratnya 12 Juni 1990 telah menunda ujian Strata I. Tindakan ini kemudian diikuti Dekan Fakultas Teknik dan Dekan Fakultas Ilmu Administrasi. Para dekan itu menunda ujian, katanya, karena tak ada lagi rektor atau pembantu rektor yang akan menandatangani ijazah. Tapi, menurut Pendeta Dr. F.H. Sianipar, Ketua DP, alasan kedua dekan itu tak logis. Sebab, dekan tak punya wewenang membatalkan ujian. Mereka, 15 Juni 1990, bahkan meminta ketua panitia ujian untuk menunda seluruh ujian di kampus Universitas Nommensen, sampai keadaan normal. "Ini tidak akan merugikan manasiswa," tulis keempat dekan itu kepada ketua panitia ujian. Gerakan keempat dekan tadi memang berpengaruh. Ada 42 dosen yang sudah ditunjuk menjadi pengawas ujian mengikuti jejaknya. Mereka menolak menjadi pengawas ujian. Agaknya DP tak mau kalah. "Kalau ujian batal, mahasiswa akan dirugikan," kata Humas Universitas HKBP Nommensen, V.S.M. Napitupulu. "Bagaimana kami mau mengamankan 12 ribu mahasiswa yang mau ujian itu?" Dengan kesadaran itu pulalah, tiga dari empat dekan tadi akhirnya mau menyerahkan soal-soal ujian kepada bank penggandaan soal. Sedang Dekan Fakultas Teknik, Dr. Ir. Farel Napitupulu, tetap menolak menyerahkan soal. Ia pun lantas ditendang dari kursinya. Ujian memang berlangsung dan baru berakhir 7 Juli lalu. Ada gangguan pelemparan batu bata dan tong sampah dari sejumlah mahasiswa yang tak mau ujian. Kini kampus tersebut dijaga ketat polisi. Hanya kebetulan, bila kampus itu kini sepi dari aksi protes setelah terjadi kebakaran. Monaris Simangunsong dan Sarluhut Napitupulu (Medan)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus