Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Putusan Mahkamah Konstitusi Jadi Pemantik Revisi Undang-Undang Pilkada

Partai-partai siap menjalankan putusan uji materi itu dalam pemilihan kepala daerah serentak tahun depan.

13 Desember 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Sidang pembacaan amar putusan nomor perkara 56/PUU-XVII/2019 dan 58/PUU-XVII/2019 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

JAKARTA - Partai politik di Dewan Perwakilan Rakyat menerima putusan Mahkamah Konstitusi yang memperketat syarat bekas narapidana untuk maju dalam pemilihan kepala daerah. Bahkan partai berencana menjadikan putusan uji materi itu sebagai landasan untuk merevisi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politikus Golkar, Ahmad Doli Kurnia, mengatakan putusan uji materi tersebut akan menjadi pertimbangan baru bagi DPR untuk merevisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah, tahun depan. Badan Legislasi DPR memang memasukkan revisi undang-undang pemilihan ini ke dalam daftar Program Legislasi Nasional Prioritas 2020. "Ini menjadi bagian semangat untuk merevisi Undang-Undang Pilkada," kata Ahmad Doli, kemarin.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ketua Komisi II DPR yang membidangi urusan kepemiluan itu mengatakan Dewan menerima putusan uji materi Pasal 27 ayat 2 Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah tersebut. Ia menganggap Mahkamah Konstitusi sudah menimbang dengan matang, sehingga memperketat syarat bekas narapidana untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah.

Menurut Ahmad Doli, putusan uji materi ini tetap menghargai hak-hak konstitusional bekas narapidana. Buktinya, kata dia, Mahkamah memutuskan tetap membolehkan bekas narapidana maju dalam pemilihan kepala daerah dengan syarat ada masa jeda lima tahun setelah bebas dari penjara.

Ia juga mengatakan Golkar menerima putusan tersebut. Bahkan, kata dia, sejak awal partainya tidak mencalonkan mantan narapidana kasus korupsi dalam pemilihan kepala daerah. "Semangat untuk menghasilkan pemerintahan bersih harus dimulai dari pemilihannya," katanya.

Dua hari lalu, Mahkamah Konstitusi membacakan putusan uji materi atas Pasal 7 ayat 2 huruf g Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah. Mahkamah mengubah ketentuan dalam huruf g itu. Mahkamah menambahkan beberapa syarat bagi mantan narapidana yang hendak mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Syarat itu di antaranya mantan narapidana baru bisa mencalonkan diri setelah tenggat lima tahun, terhitung sejak narapidana itu bebas dari penjara, serta bukan pelaku kejahatan yang berulang-ulang.

Ketua DPR Puan Maharani mengatakan PDI Perjuangan-tempatnya berkecimpung-menghormati putusan tersebut. Puan mengatakan selama ini partainya selalu mencari calon kepala daerah yang memiliki rekam jejak baik. "Kami carilah yang ada rekam jejak baik. Kami hormati (putusan itu)," kata dia.

Politikus Gerindra, Habiburokhman, pun sependapat dengan Puan. Ia mengatakan Gerindra juga membuat kebijakan tidak akan mencalonkan mantan narapidana korupsi dalam kontestasi pemilihan kepala daerah serentak tahun depan. Ia mengatakan pengurus pusat partainya langsung mensosialisasi putusan Mahkamah Konstitusi itu kepada kader Gerindra di daerah. "Pengurus daerah sudah paham. Tapi nanti keputusannya tetap ada di tangan Pak Prabowo Subianto (Ketua Umum Gerindra)," kata dia.

DIKO OKTARA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus