Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Quraish Shihab: Sebutan Koruptor Bagi Pelaku Korupsi Terlalu Halus

Quraish Shihab menganggap terpidana korupsi lebih pantas disebut pencuri daripada koruptor.

29 Agustus 2021 | 17.13 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Presiden Jokowi bergandengan tangan dengan Quraish Shihab saat jalan bersama di Pondok Pesantren Bayt Al Quran, Pamulang, Tangerang Selatan, Banten, Jumat, 25 Januari 2019. Turut menyambut rombongan Jokowi, istri Quraish Shihab, Fatmawati Assegaf; putri pertama Quraish, Najeela Shihab dan suaminya, Fikri Assegaf; serta besannya, Ali Ibrahim Assegaf dan Sakinah. TEMPO/Subekti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Cendekiawan muslim Indonesia, Quraish Shihab, menilai sebutan koruptor bagi terpidana korupsi terlalu halus. Menurut dia, sebutan yang tepat bagi mereka adalah pencuri

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Kenapa orang miskin yang mengambil bukan haknya dinamai pencuri, sementara pejabat atau pegawai, kita namai koruptor. Dia itu pencuri,” katanya dalam tayangan Shihab & Shihab seperti dikutip dari laman NU Online, Ahad, 29 Agustus 2021.

 

Data sejak 2004 hingga Juli 2020 menunjukkan ada 1.032 kasus tindak pidana korupsi di Indonesia, dengan rincian 683 kasus penyuapan, 206 kasus pengadaan barang atau jasa, dan sisanya kasus penyalahgunaan anggaran dan perizinan.

 

Meskipun telah dijatuhi hukuman, banyak terpidana korupsi yang masih bisa berlenggang-kangkung. Sebabnya, kata Quraish, para koruptor wajib dipermalukan.

 

Menurut dia, tindakan penyadaran tidak cukup dilakukan dengan mengambil apa yang telah dicuri saja, melainkan juga harus memiskinkan anggota keluarga. Jika tindakan tersebut tidak dilakukan, maka terpidana tetap bisa merasakan keuntungan dari harta yang diinvestasikannya.

 

Quraish menjelaskan harta yang terkumpul dari korupsi adalah haram dan buruk, sehingga dampaknya juga berlaku jika diberikan pada anak atau keluarga.

 

Ia menceritakan kisah seorang ibu yang dianugerahi anak-anak sukses. Ketika ditanya apa rahasianya, ibu itu menjawab, tidak pernah sekalipun memberi makan haram pada anaknya. “Kata nabi, setiap daging yang tumbuh dari makanan haram maka neraka tempatnya,” tuturnya.

 

Salah satu faktor yang menurut dia penting digalakkan dalam masyarakat adalah peranan istri dan anak. Tidak sekedar mendorong suami agar tidak korupsi, keluarga juga memiliki peran untuk menghalangi anggota keluarga lain agar tidak melakukan tindakan tersebut.

 

Dalam kasus keluarga yang tidak mengetahui hartanya adalah hasil korupsi, Quraish Shihab menerangkan jika Tuhan tidak membebani terhadap apapun yang tidak diketahui makhluk-Nya. Namun, dalam Al-Quran disebutkan bahwa orang tua memiliki kewajiban untuk mencari tahu setiap penghasilan lebih yang diperoleh anakanya.

 

“Ayah atau ibu kalau melihat anaknya mempunyai kelebihan, dia harus bertanya dari mana sumbernya ini. Istri juga begitu kalau dia tahu gaji suaminya hanya terbatas sekian,” kat Quraish Shihab. Hal itu diupayakan agar tercipta kenyamanan dalam keluarga.

 

SITI NUR RAHMAWATI

Baca juga:

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus