Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosial

Quran

Banyak diketemukan Al Qur'an yang salah cetak akibat keteledoran para penerbitnya (PT al ma'arif dan pt bumi restu). Isu tentang quran israel belum diketemukan bukti. (ag)

9 Juli 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"BILA datang kepada kamu orang fasik dengan satu berita, hendaklah kamu cek". Demikian satu bagian ayat Quran dalam Surah Al-Hujurat. Tapi berita tentang "Quran zionis", yang banyak mengandung pemalsuan dan konon masuk pula ke Indonesia, tidak datang dari orang fasik. Hanya saja setelah dicek di mana-mana memang tak ada. Yang ada bahkan Quran kita sendiri, bukan bikinan Israel, yang banyak kekurangan ayat. Kebetulan pula hadiah Rabithah Alam Islami -- organisasi dunia yang berpusat di Mekah, yang menyumbang lima juta kitab Quran kepada muslimin Indonesia. Jumlah sebanyak itu disebutkan oleh H.M. Baharthah, direktur PT Al-Ma'arif, Bandung, Yang mencetak pesanan Rabithah sejak 1980 dan telah menyebarkannya sebanyak dua juta. Dua kitab Quran yang sama-sama kehilangan 173 ayat itu, yang ditemukan oleh H. Ahmad Syahid, pemimpin pesantren Quran Al-Fatah di Cicalengka, Bandung (TEMPO 2 Juli), memang Quran Rabithah. Bahkan, seperti dituturkan dr. Syamsuddin, kepala Bagian Penerbitan PT Al-Ma'arif tersebut, di awal Juli juga datang kiriman dari seseorang bernama Mohammad Ichsan di Bengkulu, yang menunjuk kesalahan Quran Rabithah tersebut dari segi lain: kekacauan halaman di beberapa tempat. Masih tentang Al-Ma'arif, dalam edisinya yang lain -- Quran 11 x 17 cm, bertahun 1977 -- juga terdapat kesalahan satu kata. Dalam Surah Thaha ayat 43, thagha ditulis dengan tha'a. Dalam bahasa Arab, perbedaannya hanya pada ada atau tidak adanya titik pada huruf kedua ('ain atau ghain), yang bisa membawa perbedaan arti. Tapi ternyata tidak hanya Al-Ma'arif. PT Bumi Restu, milik Departemen Agama, tahun 1977 mengeluarkan Quran yang banyak kekurangan ayatnya: empat ayat dari Surah Yasin, 45 dari Surah Fathir, 54 dari Surah Saba, misalnya. Sedang edisi Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Quran, didapati ada yang kehilangan juz IX sementara memuat dua kali juz X. Tapi masalahnya ternyata "hanya" salah cetak -- atau bahkan salah jilid. "Itu bisa terjadi ketika pegawai penjilidan memasukkan vel demi vel, lalu ada yang luput," kata dr. Syamsuddin yang tadi. "Atau bisa juga satu kateren luput, dan itu bertepatan dengan 173 ayat yang hilang itu". Juga bisa terjadi pendobelan, akibat keteledoran pada proses itu. Dengan kata lain kesalahannya selalu terletak pada perpindahan halaman. Pada Quran Rabithah maupun yang lain-lain, menurut penyaksian TEMPO di Bandung, memang tidak ada satu ayat yang, misalnya, meloncat dengan melewati beberapa ayat lain pada satu halaman yang sama. Kekacauan halaman juga bisa terjadi dalam contoh Quran Rabithah yang dikirimkan dari Bengkulu itu: halaman 279 loncat ke halaman 276, dan seterusnya. Yang ini, seperti diterangkan Syamsuddin, "adalah keteledoran karyawan ketika melipat". Seharusnya melipat ke kanan, malah ke kiri. "Dalam kasus ini kekacauan pasti terjadi pada kesatuan 32 halaman." Sedang kemungkinan kesalahan berupa kekurangan titik, pada edisi Al-Ma'arif yang lain itu, menurut Baharthah karena film yang dijadikan pelat kebetulan kotor. "Lalu ketika membersihkan, si tukang hapus tak sengaja menghilangkan titik di atas huruf ghain". Tapi yang penting, semua Quran yang dicetak, seperti dituturkan pihak Ma'arif, sudah melewati Lembaga Tashih Departemen Agama -- pihak yang berwewenang mengesahkan konsep ayat-ayat yang berasal dari tulisan tangan itu. Juga Quran Rabithah yang memakai konsep ber-tashih tanggal 1 September 1977. Sedang menurut Lajnah Tashih sendiri, tidak ada kitab Quran bikinan dalam negeri yang tidak bertanda tashih, sementara yang dari luar -- impor -- pun diperiksa dan diberi surat izin edar. Termasuk Quran terbitan Darul Fikr Beirut yang diributkan sebagai "zionis" itu. Sedang bila ada yang membawanya secara perorangan, tentu jumlahnya tak banyak (TEMPO, 25 Juni). Pihak Kantor Wilayah Departemen Agama Jawa Barat dalam pada itu telah menghubungi Al-Ma'arif mengenai Quran Rabithah -- "dan telah mafhum, setelah kami jelaskan duduk perkaranya," kata Syamsuddin. Baharthah sendiri menyatakan, beredarnya Quran yang salah itu dimungkinkan oleh "pihak yang iseng menjual barang afkir yang seharusnya tidak bisa lolos dari Al-Ma'arif." Yang seperti ini memang pernah terjadi, beberapa tahun lalu, pada kasus dipakainya lembaran-lembaran Quran -- yang ternyata berasal dari Al-Ma'arif -- untuk pembungkus barang-barang. Rupanya dijual secara kiloan -- dan sampai ke Aceh. Di gudang Al-Ma'arif sendiri, penerbit buku agama yang konon terbesar di Asia Tenggara, di samping termurah harganya, kini masih tersimpan sekitar 30.000 Quran yang salah. Ini edisi lain lagi: pesanan Yayasan Pengembangan Al-Quran (YPA) yang dipimpin Dr. Ibnu Sutowo. "Sampai dua kali dicetak, masih saja ada yang salah. Akhirnya pencetakannya disetop atas persetujuan kedua pihak," kata Baharthah. Quran yang kekurangan satu titik itu sendiri sudah dicetak kedua kali, 50.000 eksemplar. Tapi karena ketahuan salah, "kami sekali lagi mengoreksi -- buku demi buku," tutur Syamsuddin. Sampai sekarang katanya sudah selesai koreksian 15.000 buku -- "dan 10.000 sudah kami pasarkan." Bagaimana terhadap cetakan pertama sendiri? Tak ada jalan lain rupanya "Kami hanya bisa menyurati berbagai pihak, seperti pesantren di Cicalengka itu, untuk menambahkan titik yang hilang itu." Hanya satu titik. Tapi Quran memang kitab yang "peka". Bukan sekadar dibaca untuk dipahami, melainkan pembacaannya sendiri -- dengan lafal aslinya -- diyakini sebagai ibadat. Sebagian muslimin, misalnya, berpendapat bahwa kesalahan membaca, khususnya yang mengubah arti, bisa punya implikasi dosa. Bahkan kertas Qurannya itu sendiri bisa menerbitkan ketersinggungan umat bila, misalnya, diperlakukan tidak semestinya. Tak heran bila terhadap Quran Ibnu Sutowo yang 30.000 itu pun, yang tersimpan di gudang, Baharthah menyatakan belum tahu mau berbuat apa. "Mau dibakar, susah cari tempatnya yang besar. Jika dilebur lagi menjadi bahan baku, misalnya -- takut ribut nantinya." Di atas segala-galanya, yang sudah jelas memang ada Quran yang salah cetak itu dan usaha penanggulangannya. Dan belum, atau bukan, "Quran zionis". Seperti kata Sawabi Ihsan M.A., yang mengepalai Lajnah Tashih Departemen Agama, terhadap Quran terbitan Beirut itu: "Tak ada bukti, kok kita mau menuduh." Tenang-tenang sajalah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus