Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Raden Said Soekanto Kapolri Pertama, Penggagas Markas Polri di Trunojoyo Kebayoran Baru

Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo diangkat Kapolri oleh Presiden Soekarno pada 29 September 1945. Ia penggagas markas Polri di Trunojoyo, Kebayoran.

1 Juli 2022 | 16.55 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Jenderal Pol. (Purn.) Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo merupakan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri; dulu bernama Kepala Djawatan Kepolisian Negara) pertama. Sejak dilantik, Soekanto mengonsolidasi aparat kepolisian dengan mengemban pesan Presiden Soekarno membentuk Kepolisian Nasional. Wikipedia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo diangkat sebagai Kepala Polisi Negara Republik Indonesia atau Kapolri oleh Presiden Soekarno pada 29 September 1945. Sejarah mencatat R.S. Soekanto sebagai sosok pertama yang menjabat kedudukan Kapolri.

Profil Kapolri Pertama Raden Said Soekanto

Raden Said Soekanto lahir di Bogor, pada 7 Juni 1908. Ia adalah anak sulung dari pasangan R. Martomihardjo dan Kasminah. Ayahnya merupakan seorang pamong praja dari Purworejo, Jawa Tengah. Belum genap setahun usia R.S. Soekanto, keluarganya harus berpindah ke Balaraja, Serang lantaran ayahnya diangkat sebagai wedana di sana.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kedudukan ayahnya sebagai wedana berperan penting bagi pendidikan yang ditempuh Raden Said Soekanto. Kala itu pendidikan Belanda hanya terbuka untuk kaum priyayi. Namun berkat kedudukan sang ayah, sebagai pribumi, kala R.S. Soekanto kecil dapat bersekolah di Froben School, Europeesche Lagere School (ELS), dan Hoogere Burger School atau HBS.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sedari kecil, R.S Soekanto telah dididik menjadi pribadi yang disiplin dan teguh bersikap. Karena keteguhan sikapnya, dia bahkan menolak pemberian nama dari orang Belanda semasa mengenyam pendidikan dasar di ELS, dan saat tinggal di asrama HBS di Bandung. R.S. Soekanto memilih tetap menggunakan nama Indonesia pemberian kedua orang tuanya.

Menurut G. Ambar Wulan dalam Polisi dan Politik: Intelijen Kepolisian Pada Masa Revolusi Tahun 1945-1949, menyebutkan setelah lulus dari HBS, R.S. Soekanto sempat menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Hukum (Recht Hoogere School) Jakarta pada akhir 1920-an. Namun lantaran kondisi perekonomian keluarga menurun setelah ayahnya pensiun, Soekanto terpaksa berhenti dari RHS.

Setelah berhenti dari RHS, R.S. Soekanto masuk ke lembaga pendidikan tinggi kepolisian Comissarisen Cursus. Dia diterima sebagai siswa Aspirant Commisaris Van Politie di Sukabumi pada 1930. Di sanalah karier kepolisiannya bermula. Setelah tiga tahun menempuh pendidikan, pada 1933 R.S. Soekanto lulus dan berpangkat Komisaris Polisi Kelas III. Dia kemudian ditugaskan untuk kali pertama di Semarang.

R.S. Soekanto diangkat sebagai Kapolri oleh Presiden Soekarno pada 29 September 1945. Sekaligus diangkat kembali sebagai Kepala Jawatan Kepolisian Negara Republik Indonesia Serikat pada masa Pemerintahan Darurat RI yang diketuai Sjafrudin Prawiranegara berkedudukan di Sumatera Tengah. Pengangkatan tersebut berdasarkan hasil Konferensi Meja Bundar antara Indonesia dan Belanda yang menghasilkan pembentukan Republik Indonesia Serikat.

Setelah pembentukan negara kesatuan pada 17 Agustus 1950 dan pemberlakuan UUDS 1950, R.S. Soekanto tetap menjabat sebagai Kepala Kepolisian Negara. Saat kedudukan Polri kembali ke Jakarta, karena Polri belum memiliki kantor, R.S. Soekanto menggunakan bekas kantor Hoofd van de Dienst der Algemene Politie di Gedung Departemen Dalam Negeri sebagai markas. R.S. Soekanto kemudian merencanakan kantor sendiri di Jalan Trunojoyo 3, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, dengan sebutan Markas Besar Djawatan Kepolisian Negara RI (DKN). Kantor tersebut menjadi Markas Besar Kepolisian hingga sekarang.

R.S Soekanto diberhentikan Sebagai Kapolri pada 1959 oleh Presiden Soekarno. Pada 1961, Soekanto mendapat penghargaan berupa Satya Lencana berdasarkan Keputusan Presiden RI tertanggal 18 Mei 1961, yaitu Satya Lencana Peringatan Perjuangan, Satya Lencana Karya Bhakti, Satya Lencana Jana Utama dan Satya Lencana Karya Setia Kelas I.

Menjelang peringatan Hari Bhayangkara 1 Juli 1968, Sekretaris Presiden, Moehono menemui R.S. Soekanto di kediamannya untuk menyampaikan Keputusan Presiden No.168/ABRI/1968 tanggal 28 Juni 1968 tentang Kenaikan Pangkat Kehormatan bagi dirinya menjadi Jenderal Polisi. Juga Keputusan Presiden No.025/TK/1968 tanggal 1 Juni 1968 tentang penganugerahan Bintang Mahaputra Adipradana bagi jasa-jasa R.S. Soekanto.

Moehono menyampaikan bahwa penyematan bintang akan dilaksanakan bertepatan dengan Hari Bhayangkara 1 Juli 1968. Namun, R.S. Soekanto menyatakan bahwa ia sudah tak memiliki baju dinas dan sipil yang layak untuk dikenakan dalam upacara besar. Ketika hal itu disampaikan kepada Presiden Soeharto, Soeharto mengatakan bahwa dirinya juga akan menggunakan baju dinas lama dalam upacara tersebut.

Raden Said Soekanto meninggal pada usia 85 tahun di RS Polri Kramat Jati Jakarta pada 24 Agustus 1993. Dia dimakamkan pada 25 Agustus 1993 di Pemakaman Tanah Kusir Jakarta Selatan. Namanya diabadikan sebagai nama Rumah Sakit Polri Soekanto di Kramat Jati, Jakarta Timur. Pada Peringatan Hari Pahlawan 10 November 2020, Presiden Joko Widodo menganugerahi gelar pahlawan nasional kepada sejumlah tokoh, termasuk Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo, Kapolri pertama itu.

HENDRIK KHOIRUL 

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus