Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Recall

Bisakah anggota DPRD dari FKP di-recall oleh menteri dalam negeri? karena itu ritonga menggugat.

4 Juni 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DICOPOT dari jabatan itu tak enak, apalagi dengan sebab yang belum jelas. "Maling ayam saja, sebelum divonis, diberi tahu salahnya," kata bekas anggota FKP DPRD I Sumatera Selatan, M.H. Ritonga, yang dicopot itu. Maka, Ritonga menggugat ke PTUN Jakarta, menuntut pembatalan surat keputusan Menteri Dalam Negeri yang memberhentikannya dari keanggotaan DPRD I. Kamis pekan lalu, sidang dibuka, mendengarkan penjelasan yang beperkara. Menurut Ritonga, Menteri Dalam Negeri mengeluarkan surat keputusan, Februari lalu, tanpa mengecek masalahnya. Padahal, ia sudah mengirim surat penjelasan kepada Ketua Dewan Pembina Golkar, dan tembusannya dikirim kepada Menteri Dalam Negeri. Sebab, tak satu pun pasal dalam UU keanggotaan DPRD dapat dipakai sebagai alasan pemberhentiannya, katanya. Prosedur pemecatan itu pun menyalahi Anggaran Dasar Golkar. Awalnya, Gubernur Mayjen (Purn.) Ramli Hasan Basri, sebagai ketua jalur B (Birokrasi), mengusulkan pemberhentian itu. Alasannya, Ritonga lebih dibutuhkan sebagai staf di pemerintahan daerah. Tapi kata Ritonga, "Tak ada hak Gubernur mengusulkan seperti itu." Sebab, ia duduk di DPRD lewat jalur Golkar, bukan Korpri. Kewenangan Gubernur hanya sebatas memberi izin, sebab dirinya pegawai negeri golongan II B. Dan soal prosedur itu, mestinya, DPD I Golkar tak boleh "mengamini" saja usulan Gubernur Ramli tanpa rapat persiapan. Yang terjadi, DPD I langsung membuat rapat pleno setelah berkonsultasi hanya dengan Ketua Dewan Pertimbangan DPD I. Yang jelas, Ritonga memang dikenal sebagai anggota komisi pengawasan pembangunan yang sering mengkritik kebocoran pembangunan di Sumatera Selatan. Dan sejauh itu, DPD Golkar sendiri tak pernah menegur kevokalannya. Apa komentar Menteri Dalam Negeri? Menurut H.S.A. Yussac dari Biro Humas Departemen Dalam Negeri, Menteri menilai gugatan itu salah alamat. Keputusan pemberhentian itu, setahu Menteri, dicapai lewat rapat DPRD I Sumatera Selatan, dan disetujui oleh DPP Golkar, baru diteruskan ke Menteri. Jadi, Menteri hanya meresmikannya setelah "semua prosedur dipenuhi." Selain menggugat Menteri Dalam Negeri ke PTUN, Ritonga juga memasukkan gugatan perdata yang kini diproses Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Ia menuntut ganti rugi lebih dari Rp 10 miliar kepada semua pihak yang memproses pemecatannya: DPD Golkar Sum-Sel, DPP Golkar, Ketua Dewan Pertimbangan DPD I, Gubernur Sum-Sel, dan Menteri Dalam Negeri. Gubernur Ramli, sebagaimana Menteri Dalam Negeri, pun merasa tak menyalahi prosedur. "Lebih dari itu, keputusan recall bukan hanya oleh gubernur, tapi juga oleh semua instansi terkait," kata Ramli. Tergugat perdata yang lain, pihak DPP Golkar, tak mencoba menghalangi upaya anggotanya ini. Kata Abdul Gafur, "Ini negara hukum. Silakan saja ...." Ritonga, dengan gugatan perdatanya, memang tak bermaksud menjelekkan Golkar, tapi sebaliknya. "Saya cuma meluruskan yang bengkok. Dengan gugatan ini, saya membela nama baik Golkar." Benar juga Ritonga, nama Golkar akan terjaga. Adapun nama orang-orangnya, itu soal lain. Indrawan (Jakarta) dan Hasan Syukur (Palembang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus