Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Kampus Diusulkan Dapat Izin Kelola Tambang, Dekan Pertambangan ITB: Pendanaannya dari Mana?

Dekan Fakultas Teknik Pertambangan ITB mengungkap sejumlah kesulitan jika kampus diberi izin mengelola tambang seperti dalam draf revisi UU Minerba

23 Januari 2025 | 07.58 WIB

Image of Tempo
material-symbols:fullscreenPerbesar
Ilustrasi pertambangan. Shutterstock

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Bandung - Badan Legislatif Dewan Perwakilan Rakyat mengusulkan perguruan tinggi bisa mendapat izin tambang dalam rancangan revisi Undang-undang Mineral dan Batubara (UU Minerba).

Dekan Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan Institut Teknologi Bandung atau FTTM ITB, Ridho Kresna Wattimena mengatakan kampus punya kemampuan teknis seperti merancang hingga menjalankan tambang. Namun, ia menyebut kampus akan kesulitan soal pendanaan. “Yang perlu kita hati-hati itu pendanaan, darimana uangnya, kalau dari kampus nggak punya duit,” ujarnya kepada Tempo, Rabu 22 Januari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut guru besar di Kelompok Keahlian Teknik Pertambangan FTTM ITB itu, bisnis tambang tergolong sulit karena banyak faktor yang mempengaruhi. Contohnya terkait dengan fluktuasi harga komoditas barang tambang yang dipengaruhi oleh pasokan dan permintaan, semisal batubara. “Sanggup nggak perusahaan kampus bertahan dengan kondisi kalau 3-4 tahun harga komoditas tambangnya turun terus misalnya,” kata Ridho.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dia mengatakan sepanjang peradaban manusia membutuhkan bahan tambang, bisnis tambang masih menjanjikan. Yang jadi masalah, kata dia, berkaitan dengan upaya mempertahankan dan keberlanjutan bisnis tambang dari faktor fluktuasi harga atau perubahan politik yang terjadi. Menurut Ridho sepanjang perusahaan tambang bisa menerapkan kaidah Good Mining Practice, bisnisnya bisa berkelanjutan.

Adapun lokasi tambang yang bisa dikelola kampus yaitu jika data lahannya sudah lengkap. Seperti area tambang yang sebelumnya dikelola perusahaan namun tidak berjalan lalu diambil pemerintah. Kelengkapan data itu seperti jumlah deposit bahan tambangnya, dan kadar logamnya diketahui, sehingga bisa dilakukan perancangan dan penambangan. “Jangan lagi kampus dibebani mulai dari awal, melakukan penyelidikan umum, harus ngebor, dan lain-lain,” ujarnya.

Jika harus dari awal pada lahan tambang yang baru, menurut Ridho, harus dilakukan eksplorasi seperti riset, perencanaan, studi kelayakan, membuat izin analisis mengenai dampak lingkungan. Lama waktu eksplorasi itu berkisar antara 5-10 tahun dan hasilnya bisa kurang dari harapan. Mengenai sumber daya manusia perusahaan tambang milik kampus, bisa melibatkan dosen sebagai supervisor atau penasehat dan alumni sebagai pekerjanya.

Namun begitu ada kekurangan lain dari kampus jika ingin terjun mengelola tambang. “Pengalaman bisnis kampus kan boleh dibilang sangat minim,” ujar Ridho. Karena itu perguruan tinggi harus belajar dulu bisnis tambang misalnya dengan mencontoh perusahaan tambang yang sudah berjalan baik. “Dari aspek bisnis, risikonya, dan mencari uang itu yang kita belum punya.”

Anwar Siswadi (Kontributor)

Anwar Siswadi (Kontributor)

Kontributor Tempo di Bandung

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus