Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Kampus Makin Represif kepada Mahasiswa

Sejumlah aksi mahasiswa direspons negatif pihak kampus. Pengekangan ini dinilai menjadi ancaman terhadap nalar kritis mahasiswa.

10 Agustus 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Polisi menangkap mahasiswa yang berunjuk rasa di depan Kampus I Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), 5 Agustus 2024. Dok. Humas Polsek Tamalate

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Sejumlah mahasiswa yang melakukan aksi mengalami kekerasan di lingkungan kampus.

  • UIN Alauddin Makassar mengeluarkan surat edaran yang mengatur ketentuan penyampaian aspirasi mahasiswa.

  • Pengekangan yang terjadi di lingkungan kampus dinilai menjadi sinyal bahwa demokrasi di Indonesia kian buruk.

KETUA Umum Unit Kegiatan Mahasiswa Pengenalan Hukum dan Politik (UKM PHP) Universitas Andalas Habli Alhakiki mendapat intimidasi dari pihak kampus seusai berorasi di depan mahasiswa baru pada Selasa, 6 Agustus 2024. Orasi menyerupai demonstrasi mahasiswa itu dilakukan oleh Habil dalam kegiatan Bimbingan Aktivitas Kemahasiswaan dalam Tradisi Ilmiah (BAKTI) 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dalam orasi, UKM PHP menyoroti dugaan korupsi dana kemahasiswaan di Universitas Andalas yang hingga kini belum terungkap secara transparan. Namun pihak keamanan kampus dan panitia menghentikan aksi mereka. Spanduk dan bendera yang digunakan sebagai alat peraga disita. Anggota UKM PHP diminta turun dari panggung.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Saat Ketua UKM PHP menyampaikan sumpah mahasiswa, sekelompok petugas satpam mendatangi penampilan tersebut, menarik spanduk, dan membubarkan orasi kami," kata Habli pada Selasa, 6 Agustus 2024.

Habli mengatakan, setelah aksinya dibubarkan, ia dipanggil pihak kampus. Saat itulah dia mendapat ancaman bahwa UKM PHP akan dibubarkan dan surat keputusan sebagai unit kegiatan mahasiswa bakal dicabut. UKM PHP juga dilarang ikut serta dalam penampilan batch 2 BAKTI 2024 dan tahun-tahun berikutnya.

Sekretaris Universitas Andalas Aidinil Zetra berdalih bahwa tindakan yang dilakukan UKM PHP tidak sesuai dengan aturan dan standar pelaksanaan BAKTI 2024. "Waktu yang diberikan itu untuk pengenalan organisasi tingkat universitas. UKM PHP tidak menyampaikan struktur organisasinya, malah opini," kata Aidinil pada Selasa, 6 Agustus 2024.

Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Yogyakarta (BEM UNY) melakukan orasi saat Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) di UNY, Sleman, Yogyakarta, 6 Agustus 2024. Dok. Pers Rilis Garda Biru UNY

Pada hari yang sama, dugaan kekerasan terhadap mahasiswa juga terjadi di lingkungan Universitas Negeri Yogyakarta. Peristiwa itu terjadi saat acara pengenalan kehidupan kampus bagi mahasiswa baru (PKKMB) berlangsung.

Video dugaan kekerasan itu viral di media sosial. Dalam narasi yang beredar, tampak sejumlah mahasiswa yang menggunakan jaket almamater UNY warna biru bersitegang dengan petugas keamanan dan dosen. Di bagian akhir video yang terpotong, seorang mahasiswa tampak sedang ditindih di lantai oleh dua-tiga orang.

Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa UNY Farras Raihan mengatakan peristiwa itu terjadi di gedung olahraga UNY, tempat PKKMB dilangsungkan. "Saat itu kami datang ketika acara PKKMB sudah selesai. Kami hanya ingin menyampaikan orasi kebangsaan kepada para mahasiswa baru," ujar Farras saat dimintai konfirmasi pada Rabu, 7 Agustus 2024.

Farras mengatakan orasi itu dilakukan sebagai bentuk edukasi tentang gerakan mahasiswa sebelum para mahasiswa baru menempuh masa kuliah. Terlebih, pada tahun ini, pihak kampus meniadakan sesi pengenalan gerakan mahasiswa dari BEM.

Saat mulai berorasi, anggota BEM mengalami kekerasan. "Kami dihadang, didorong, sampai ada yang ditindih," kata Farras. Dia tak luput dari serangan fisik. Farras merasa dicekik oleh salah seorang dosen dari belakang.

Di media sosial, seorang dosen bernama Arwan Nur Ramadan disebut-sebut sebagai pencekik Farras. Saat dimintai konfirmasi, Arwan membenarkan bahwa dialah yang terekam dalam video amatir itu. Tapi dia membantah tudingan telah melakukan kekerasan kepada mahasiswa.

“Itu sudut pandang kamera saja yang menggambarkan seolah-olah saya telah memukul, mencekik. Padahal saya tidak melakukan itu semua,” kata Arwan.

Lain lagi dengan langkah yang diambil Rektor Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar Hamdan Juhannis. Dia mengeluarkan Surat Edaran Nomor 259 Tahun 2024 tentang Ketentuan Penyampaian Aspirasi Mahasiswa di Lingkungan Kampus pada 26 Juli 2024.

Dalam surat edaran itu di antaranya disebutkan bahwa mahasiswa harus mendapatkan izin tertulis lebih dulu dari pimpinan universitas atau fakultas. Jika mahasiswa melanggar aturan-aturan dalam surat edaran itu, kampus akan mengeluarkan sanksi tegas, baik sanksi administrasi, skors, maupun pemecatan atau drop out.

Mahasiswa UIN Alauddin menilai surat edaran itu bertentangan dengan hak kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Karena itu, mahasiswa menggelar aksi di kampus II UIN Alauddin, Jalan Yasin Limpo, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, pada 31 Juli 2024.

Sekretaris Jenderal Dewan Eksekutif Mahasiswa UIN Alauddin Muhammad Reski mengatakan ada tiga tuntutan aksi, selain mendesak pencabutan surat edaran tersebut. “Pertama, kekerasan seksual di kampus, persoalan uang kuliah tunggal, dan jam malam kampus,” kata Reski kepada Tempo pada Kamis, 1 Agustus 2024.

Sejumlah pihak menyesali pengekangan berpendapat di lingkungan kampus. Mereka menilai kampus semestinya menjadi ruang akademik yang bebas dan dapat menampung semua pendapat, alih-alih mengebiri nalar-nalar kritis mahasiswa.

Anggota Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik, Herdiansyah Hamzah, mengatakan penerbitan surat edaran di UIN Alauddin merupakan bentuk represi terhadap kebebasan akademik. “Ini jelas tak sejalan dengan konstitusi yang menjamin hak kebebasan berpendapat,” kata Herdiansyah saat dihubungi, Jumat, 9 Agustus 2024.

Menurut Herdiansyah, penerbitan surat edaran tersebut jelas mengebiri hak mahasiswa mengembangkan nalar kritis dan hak atas kebebasan berpendapat. Dia menilai kampus semestinya mengakomodasi nalar kritis mahasiswa untuk menciptakan iklim akademik yang demokratis.

Ketua Badan Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Julius Ibrani mengatakan pengekangan yang terjadi di lingkungan kampus menjadi sinyal bahwa demokrasi di Indonesia makin buruk. Ia bahkan curiga pengekangan ini memang sengaja dilakukan untuk membendung perkembangan nalar-nalar kritis mahasiswa yang berpotensi mengganggu jalannya pemerintahan.

“Seperti ada kooptasi dari pemerintah kepada kampus untuk mencegah lahirnya gerakan mahasiswa yang solid,” kata Julius.

Kooptasi yang dimaksudkan Julius adalah adanya potensi transaksional antara pimpinan kampus dan pemerintah. Hal ini dapat terjadi dalam momentum pemilihan rektor, saat Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi memiliki porsi cukup besar untuk menentukan figur yang bakal diusulkan menjadi pemimpin perguruan tinggi. “Jadi bukan hal yang pelik jika pimpinan kampus cenderung membentengi kepentingan politik pemerintah,” tuturnya.

Pakar Hukum Tata Negara, Feri Amsari di Gedung Tempo, Jakarta, 13 Februari 2024. Dok. TEMPO/ Hilman Fathurrahman W

Hal senada diungkapkan pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari. Ia meradang saat mengetahui bahwa kampusnya menghentikan paksa orasi yang disampaikan UKM PHP. Feri menyayangkan sikap kampus yang cenderung reaktif dalam merespons hak berekspresi dan berpendapat mahasiswa.

Direktur Pusat Studi Anti-Korupsi Universitas Andalas itu melanjutkan, represi yang dilakukan Universitas Andalas dengan membungkam orasi mahasiswa harus dijadikan refleksi oleh kampus lain guna memupuk kekuatan demokrasi di institusi pendidikan. “Karena dampaknya akan menjadi masalah serius bagi nilai-nilai konstitusi kita,” kata Feri. “Selagi tidak merusak, mengganggu keamanan orang lain, itu sah-sah saja.”

Herdiansyah Hamzah mengatakan pengekangan yang terjadi di lingkungan kampus dilatari oleh sejumlah faktor. Relasi kekuasaan, kata dia, menjadi salah satu faktor yang mendorong pengekangan hak atas demokrasi dan kebebasan berpendapat di lingkungan kampus. Misalnya Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 21 Tahun 2018 yang mengubah Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 19 Tahun 2017 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Pemimpin Perguruan Tinggi Negeri. Perubahan aturan itu memberikan ruang politik transaksional dalam pemilihan rektor di kampus. Pasal 9 ayat 3 huruf a mengatur bahwa menteri memiliki 35 persen hak suara dari total pemilih yang hadir.

Herdiansyah mengatakan, dengan ketentuan tersebut, pemilihan rektor akan sangat ditentukan oleh selera subyektif kekuasaan. “Faktor inilah yang memberikan kekuasaan ruang untuk mengintervensi kampus, termasuk mencegah aksi protes mahasiswa,” katanya.

Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kementerian Pendidikan Abdul Haris serta pelaksana harian Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kemendikbudristek, Anang Ristanto, belum menjawab pertanyaan Tempo ihwal pengekangan hak kebebasan berpendapat di lingkungan kampus. Hingga semalam, pesan yang dikirim melalui aplikasi perpesanan WhatsApp hanya menunjukkan notifikasi terkirim.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Fachri Hamzah, Pribadi Wicaksono, dan Aisyah Wakang berkontribusi dalam penulisan artikel ini

Andi Adam Faturahman

Andi Adam Faturahman

Berkarier di Tempo sejak 2022. Alumnus Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mpu Tantular, Jakarta, ini menulis laporan-laporan isu hukum, politik dan kesejahteraan rakyat. Aktif menjadi anggota Aliansi Jurnalis Independen

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus