Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEKRETARIAT Gabungan, yang berisi partai-partai penyokong pemerintah, ibarat rumah tangga dengan pernikahan yang retak tapi tak kunjung bercerai karena tak direstui orang tua. Partai Demokrat, yang dipimpin Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, secara sepihak sudah mendepak Partai Keadilan Sejahtera dari Sekretariat.
Sebabnya adalah sikap PKS yang tak setuju pemerintah memangkas subsidi bahan bakar minyak dari Rp 297 triliun menjadi Rp 200 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2013. Kebijakan yang berakibat naiknya harga bensin dan solar ini sudah diajukan sejak pertengahan tahun lalu. "Sikap mereka sudah mengganggu koalisi," kata Sekretaris Sekretariat Gabungan Amir Syamsuddin, Selasa pekan lalu.
Dalam rapat-rapat koalisi, Demokrat sudah tak mengajak PKS. Misalnya pada rapat lobi sebelum Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat, Senin pagi pekan lalu. Ketua-ketua fraksi anggota koalisi, yakni Demokrat, Golkar, Partai Amanat Nasional, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Persatuan Pembangunan, berkumpul di ruang kerja Ketua DPR Marzuki Alie—politikus Demokrat.
Mereka mengantisipasi jalannya sidang, termasuk strategi jika sidang paripurna itu berujung pada voting. PDI Perjuangan, yang beroposisi, punya 95 kursi dari 560 anggota Dewan. Ada partai lain di luar koalisi, seperti Hanura, yang juga menolak pemangkasan subsidi. Mengenai pertemuan di ruang Marzuki Alie itu, "Kami tak tahu ada rapat karena tak diundang," kata Ketua Fraksi PKS Hidayat Nur Wahid.
Selama dua pekan menyongsong sidang paripurna, PKS getol menguarkan penoÂlakan atas kebijakan pemerintah itu. Di pelbagai daerah, mereka bahkan memasang spanduk berisi penolakan pengurangan subsidi yang berakibat pada kenaikan harga bahan bakar minyak. Bersama Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, mereka menyorongkan APBN Perubahan yang tak berisi pengurangan subsidi, tapi mengalokasikan anggaran bantuan tunai.
Dengan sikap PKS seperti itu, politikus Demokrat, seperti Amir Syamsuddin, bersuara agar partai tersebut keluar dari Sekretariat Gabungan. "Pilihannya mengundurkan diri atau dimundurkan," kata Syariefuddin Hasan, Menteri Koperasi dan Ketua Harian Demokrat. Menurut dia, dengan tak diajak dalam pelbagai rapat-rapat koalisi, sebetulnya PKS sudah didepak.
Masalahnya, yang didepak masih merasa menjadi penghuni Sekretariat Gabungan. Alasannya, "pemecatan" hanya keluar dari politikus anggota koalisi, sementara Presiden Yudhoyono sebagai ketua belum menerbitkan surat resmi. "Dulu kami menikah baik-baik. Sebagai laki-laki yang bertanggung jawab, semestinya dia berbicara baik-baik juga ketika ada masalah," ucap Wakil Sekretaris Jenderal PKS Fahri Hamzah.
Sikap kedua kubu bersandar pada kesepakatan yang ditandatangani pada 2011. Dalam kesepakatan delapan poin itu tercantum, antara lain, Sekretariat Gabungan partai dibentuk untuk mengawal kebijakan pemerintah di parlemen. Anggota koalisi yang tak sepakat dengan kebijakan itu dapat keluar dari Sekretariat. Jika partai penentang itu tak mengundurkan diri, keanggotaannya di Sekretariat berakhir.
Kata "dapat" itu diterjemahkan PKS sebagai bukan keputusan otomatis. "Tak ada kata 'harus' dalam kesepakatan itu," ujar Ketua Fraksi PKS di DPR, Hidayat Nur Wahid. Puncaknya, sikap PKS itu ditunjukkan pada rapat paripurna DPR. Dalam voting untuk memutuskan pengurangan subsidi, PKS dengan lantang menolak. Tapi mereka setuju penyaluran bantuan langsung kepada masyarakat yang duitnya diambil dari pemotongan subsidi itu.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, seperti biasa, tak hirau dengan hiruk-pikuk anak buahnya. Tak sebutir pun kata yang diucapkannya menyangkut keberadaan PKS di koalisi, bahkan setelah sidang paripurna DPR yang memutuskan menaikkan harga bahan bakar minyak. Ia hanya mengutus juru bicaranya, Julian Aldrin Pasha, yang mengatakan PKS sudah tak ada dalam koalisi sejak menolak pemotongan subsidi dalam voting di paripurna. "Mereka dipersilakan menarik wakilnya di kabinet," kata Julian.
Pernyataan Julian Pasha disambut tempik-sorak elite Demokrat yang sudah jengkel akan sikap PKS. Ketua Fraksi Demokrat Nurhayati Assegaf meminta PKS mengikuti saran Julian. Menurut dia, pernyataan itu representasi sikap Yudhoyono. "Presiden tak akan membuat pernyataan resmi, cukup juru bicara karena ia wakilnya di depan publik," ujarnya.
Ada tiga menteri yang berasal dari PKS: Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring, Menteri Pertanian Suswono, dan Menteri Sosial Salim Segaf al-Jufri. Sebelum perubahan susunan kabinet pada 2011, PKS punya satu menteri lagi, yakni Menteri Riset dan Teknologi Suharna Surapranata. Ketika Suharna dicopot, PKS juga berkoar akan keluar dari koalisi.
Selama berkhidmat dalam Sekretariat Gabungan, setidaknya empat kali PKS menyatakan akan mundur dari koalisi. Ancaman itu tak ubahnya pepesan kosong. Ketika pemerintah berencana menaikkan harga BBM pada awal 2012, PKS juga tak setuju. Rencana memangkas subsidi kemudian batal dengan kesepakatan: menaikkan harga BBM menjadi kewenangan pemerintah dengan sejumlah syarat. Syarat itu terpenuhi tahun ini, tapi PKS tetap menolaknya.
Dalam klausul kesepakatan koalisi, Presiden akan mencopot menteri dari partai anggota Sekretariat Gabungan yang menentang kebijakan pemerintah. Masalahnya, kata Syariefuddin Hasan, Presiden tak pernah membicarakan retaknya koalisi berujung pada reshuffle. Dalam pertemuan di Cikeas, dua hari sebelum sidang paripurna, Yudhoyono hanya membahas sikap partainya mengawal kebijakan subsidi.
Dalam rapat kabinet, Rabu dua pekan lalu, tiga menteri PKS tak hadir dengan alasan mengikuti rapat di rumah Ketua Dewan Syura Hilmi Aminuddin. Menteri Tifatul mengatakan ia ikut rapat untuk menjelaskan kebijakan pemerintah itu kepada petinggi partainya. Sebagai menteri, ia mendukung kebijakan pemerintah. Nyatanya, hasil rapat adalah PKS tetap menolak pemangkasan subsidi, tapi setuju subsidi tunai yang dianggarkan dari pos lain di APBN.
Karena itu, seusai sidang paripurna, para elite Demokrat meminta Presiden Yudhoyono memecat atau mengurangi kursi menteri PKS sebagai sanksi atas pembangkangan kesepakatan koalisi. "Paling tidak dua kursi menteri," kata Sutan Bhatoegana, politikus Demokrat. Kasak-kusuk kemudian berkembang. Pekan lalu beredar kabar Menteri Tifatul dan Suswono diberi pilihan mundur atau dipecat.
Namun rapat petinggi Demokrat dengan Presiden Yudhoyono di Istana Negara tak membahas spesifik soal reshuffle. Menurut Syarief Hasan, pencopotan menteri dari PKS masih dipertimbangkan. "Mungkin nanti setelah pengumuman kenaikan harga minyak," ujarnya. Pemerintah mengumumkan harga baru bensin dan solar ÂJumat malam pekan lalu.
Bagja Hidayat, Ira Guslina Sufa, Prihandoko
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo